JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera mengumumkan hasil kesepakatan induk (head of agreement/HoA) dengan pihak swasta terkait pengambilalihan air. Nantinya, dari hasil kesepakatan ini, Pemprov DKI Jakarta akan menjalankan salah satu dari tiga opsi yang akan dilakukan untuk pengelolaan air.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, Nila Ardhianie, mengatakan, dalam waktu dekat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengumumkan hasil dari kesepakatan induk ini.
”Pihak Aetra juga sudah mau untuk mengikuti HoA ini. Dalam dua atau tiga hari ke depan, hasilnya akan diumumkan oleh Gubernur,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (8/4/2019).
Sejak Pemprov DKI Jakarta menegaskan akan mengambil alih pengelolaan air pada 11 Februari 2019, negosiasi terus dilakukan dengan pihak swasta, yaitu PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Sebelumnya, pada 1 Maret 2019, Nila mengatakan bahwa negosiasi dengan swasta sempat berjalan alot.
”Pihak swasta masih ingin memegang hak atas pengelolaan air. Padahal, Gubernur ingin mengambil alih pengelolaan air secara keseluruhan,” ujarnya ketika itu.
Kesepakatan induk ini merupakan langkah awal Pemprov DKI untuk bisa menjalankan salah satu dari tiga opsi yang akan dilakukan untuk pengambilalihan air. Opsi pertama adalah membiarkan kontrak selesai sesuai perjanjian kerja sama hingga tahun 2023.
Opsi kedua adalah pemutusan kontrak secara sepihak dan opsi ketiga adalah pengambilalihan melalui tindakan-tindakan perdata. Nila masih belum menyebutkan, opsi mana yang akan diambil oleh Pemprov. Menurut dia, kesepakatan induk ini masih mengacu pada tiga opsi tersebut.
Terkait kesepakatan induk ini, Corporate Communication and Social Responsibility Division Head Palyja Lydia Astriningworo masih enggan untuk berkomentar. ”Mohon maaf, permintaan wawancara masih belum bisa kami layani,” katanya saat dihubungi terpisah.
Keterlibatan masyarakat sipil
Kuasa hukum Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta, Arif Maulana, menyayangkan, masyarakat sipil tidak dilibatkan dalam pembentukan kesepakatan induk ini. Padahal, menurut Arif, air merupakan kebutuhan utama untuk memenuhi hajat hidup masyarakat.
”Hingga saat ini, kami tidak tahu opsi mana yang akan diambil oleh Pemprov DKI. Jangan sampai hasil kesepakatan ini hanya mengubah isi perjanjian, tetapi Pemprov tidak bisa mengelola air secara keseluruhan,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta.
Arif mengatakan, Pemprov DKI seharusnya memiliki kedaulatan dengan mengacu pada Pasal 33 UUD 1945 Ayat (3) yang berbunyi, ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
”Hasil kajian dari tim tata kelola air yang dibentuk Pemprov juga tidak transparan sehingga masyarakat tidak pernah tahu negosiasi apa saja yang dibahas oleh Pemprov dengan pihak swasta,” ucapnya.
Sebelumnya, Anies mengatakan, sejak tahun 1998 hingga 2017 tidak ada peningkatan pelayanan signifikan yang dilakukan oleh pihak swasta, yaitu Aetra dan Palyja. Berdasarkan data Pemprov DKI Jakarta, cakupan layanan pengelolaan air tahun 1998 sebesar 44,5 persen dan pada 2017 hanya 59,4 persen.
”Padahal, targetnya pada akhir 2023 seharusnya sebesar 82 persen. Dengan jangka waktu yang tinggal sebentar lagi, hampir mustahil pihak swasta akan melakukan investasi untuk meningkatkan cakupan layanan,” ujarnya di Balai Kota, Jakarta (Kompas, 12/2/2019).