Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Mundur di Tengah Isu Perbatasan
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat Kirstjen Nielsen mengundurkan diri pada Minggu (7/4/2019) waktu setempat setelah bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Nielsen bertanggung jawab atas keamanan di perbatasan dan sering menjadi target kritik Trump meskipun telah cukup banyak memperjuangkan kebijakan imigrasi Trump yang kontroversial.
”Saya telah memutuskan bahwa ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk mengundurkan diri. Saya berharap menteri berikutnya akan memperoleh dukungan dari kongres dan pengadilan untuk memperbaiki undang-undang yang menghambat kita untuk sepenuhnya mengamankan perbatasan AS,” kata Nielsen dalam surat pengunduran dirinya, seperti dikutip The New York Times.
Perempuan berusia 46 tahun itu menambahkan, ia akan menjalani jabatan itu hingga Rabu (10/4/2019) untuk membantu transisi yang teratur dan memastikan tugas keamanan dalam negeri tidak terganggu. Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS saat ini tidak memiliki wakil menteri, yang biasanya akan mengambil alih posisi menteri yang mengundurkan diri.
Nielsen menjadi Menteri Keamanan Dalam Negeri AS sejak Desember 2017. Pengunduran dirinya telah berulang kali dikabarkan selama setahun terakhir, terutama saat krisis di perbatasan AS semakin disorot.
Pada 2018, AS menerapkan kebijakan pemisahan keluarga di perbatasan AS-Meksiko. Tujuan kebijakan yang keras dan ”tanpa toleransi” itu dinyatakan demi mencegah imigran masuk secara ilegal ke AS. The Guardian melaporkan, Juli 2018, ada ribuan anak-anak imigran AS yang terpisah dari orangtuanya. Ada orangtua yang dideportasi, ada juga yang dipenjara sambil menunggu pemeriksaan imigrasi.
Kebijakan itu sayangnya tidak cukup efektif untuk mengurangi pergerakan imigran di perbatasan. Biro pengelolaan perbatasan AS mengungkapkan, 100.000 imigran ditangkap di perbatasan AS bagian selatan sepanjang Maret 2019. Angka itu merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.
”Sangat mengkhawatirkan bahwa pejabat pemerintahan Trump yang memasukkan anak-anak ke dalam kurung dikabarkan mengundurkan diri karena dia tidak cukup ekstrem untuk disukai Gedung Putih,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS Nancy Pelosi.
Pada 2018, AS menerapkan kebijakan pemisahan keluarga di perbatasan AS-Meksiko. Tujuan kebijakan yang keras dan ”tanpa toleransi” itu dinyatakan demi mencegah imigran masuk secara ilegal ke AS.
Setelah dikritik karena foto anak-anak dalam ”kurung” atau tempat penampungan itu tersebar di seluruh dunia, Trump mengakhiri kebijakan perpisahan keluarga pada Juni 2018. Keluarga imigran sejak itu harus ditahan bersama dalam tahanan federal sambil menunggu penuntutan karena telah masuk AS secara ilegal.
Beberapa bulan lalu, karena Trump tidak memperoleh dana yang diperlukan untuk membangun tembok perbatasan, Pemerintah AS tutup selama 35 hari. Ia juga mendeklarasikan pembangunan tembok perbatasan itu sebagai darurat nasional demi memperoleh dana yang dibutuhkan.
Setelah mengumumkan pengunduran diri Nielsen, Trump menyatakan melalui Twitter, ”Negara kami PENUH!” Ia menambahkan, Kevin McAleenan, Komisaris Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, akan mengambil alih posisi Nielsen.
Namun, secara hukum, posisi itu seharusnya diambil oleh Claire Grady, yang menjabat sebagai asisten dan penasihat utama Menteri Keamanan Dalam Negeri. Gedung Putih tampaknya harus memecat Grady agar posisi Menteri Keamanan Dalam Negeri itu dapat dijabat McAleenan. Namun, Grady bersikeras untuk tidak mengundurkan diri dan memberi jalan kepada McAleenan untuk menjabat posisi itu.
Mengundurkan diri
Berdasarkan catatan The New York Times, sejak Trump dilantik menjadi presiden pada Januari 2017, ada 46 anggota staf Gedung Putih dan pejabat kabinet AS, termasuk Nielsen, yang dipecat, mengumumkan mengundurkan diri, atau telah mengundurkan diri.
Menurut lembaga riset Brookings Institution, ada pergantian jabatan sebesar 66 persen di kalangan pejabat eksekutif Presiden AS. Ada 16 orang yang mengundurkan diri atau dipecat dan 17 orang yang dipromosikan.
”Perubahan staf di Gedung Putih dan di tingkat kabinet belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Max Stier, Presiden dan Kepala Eksekutif Partnership for Public Service, organisasi nonprofit yang memantau manajemen pemerintah federal.
Selama pemerintahan Trump, ada sembilan jabatan di Gedung Putih dan kabinet AS yang mengalami perubahan. Pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama, 2009-2017, hanya ada dua jabatan yang mengalami perubahan. Sementara itu, pada masa pemerintahan Presiden George W Bush, 2001-2009, hanya ada satu jabatan yang berubah.
Sebagian besar perubahan staf itu melibatkan posisi pemimpin yang strategis. ”Perubahan itu sangat konsekuensial. Ketika Anda kehilangan seorang pemimpin, efeknya akan menurun ke seluruh organisasi,” ujar Stier.
Menjelang dua tahun pemerintahannya, Trump, misalnya, telah mengganti sembilan anggota kabinetnya, dari Menteri Keamanan Dalam Negeri John F Kelly hingga Jaksa Agung Jeff Session.
Ada beragam alasan yang mendorong perubahan jabatan itu. Beberapa penyebab utamanya adalah ketidakcocokan dengan Trump atau kurang harmonisnya hubungan dengan tim yang dibentuk Trump.
Penasihat senior Gedung Putih, Steve Bannon, misalnya, mundur pada Januari 2018 setelah bersitegang dengan sejumlah anggota tim yang baru diangkat Trump. Ada pula penasihat ekonomi Gary Cohn yang mengundurkan diri karena menentang kebijakan Trump terkait dengan pengenaan bea masuk baja dan aluminium impor. (REUTERS/AFP)