Pacu Investasi dan Perdagangan, Kerjasama Perpajakan Ditingkatkan
ASEAN sepakat meningkatkan fasilitas perdagangan dan investasi. Diantaranya, perjanjian penghindaran pajak berganda akan diperluas. Kemudian pajak atas bunga obligasi, deviden, dan royalti, akan diturunkan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, termasuk Indonesia, sepakat meningkatkan fasilitas perdagangan dan investasi. Diantaranya, perjanjian penghindaran pajak berganda akan diperluas. Kemudian pajak atas bunga obligasi, deviden, dan royalti, akan diturunkan.
Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Irfa Ampri saat dihubungi Kompas sedang berada di Kanada, Senin (8/4/2019), mengatakan, peningkatan kerjasama perpajakan menjadi salah satu poin penting pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN (AFMGM) di Chiang Rai, Thailand, 2–5 April 2019.
Kerjasama perpajakan, lanjut Irfa, akan dioptimalkan oleh kesepuluh negara anggota ASEAN untuk mendorong konektivitas ekonomi di kawasan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perdagangan dan investasi.
Masing-masing negara akan memperluas jaringan perjanjian pajak (tax treaty) dan insentif pajak.
“Setiap negara anggota ASEAN akan mempunyai 9 perjanjian pajak antar negara. Saat ini Indonesia baru memiliki 7 perjanjian pajak, yang belum dengan Myanmar dan Kamboja,” kata Irfa.
Irfa mengatakan, perjanjian pajak penting untuk menghindari pajak berganda antar negara ASEAN. Jika kedua negara memiliki perjanjian pajak, maka pajak atas penghasilan orang pribadi atau badan asing akan dipungut oleh salah satu negara saja. Dengan demikian, biaya investasi dan perdagangan yang ditanggung oleh pelaku usaha akan lebih rendah.
Selain menghindari pajak berganda, ada beberapa insentif baru dalam perjanjian pajak. Misalnya, pajak atas bunga obligasi, deviden, dan royalti akan diturunkan. Besaran penurunan ini, tergantung kesepakatan antar negara.
Namun penurunan tidak berlaku untuk jenis pajak penghasilan (PPh), seperti PPh Pasal 21 atau PPh 25.
“Perlakuan untuk setiap negara berbeda. Namun, makin kooperatif negara mitra, kita kasih lebih tinggi (penurunan pajak),” kata Irfa.
Menurut Irfa, kerjasama antar negara kawasan penting bagi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global. Hambatan perdagangan dan investasi bisa dikurangi terutama dari aspek perpajakan dan kepabeanan. Harapannya, momentum pertumbuhan ekonomi bisa terjaga sesuai target 5,3 persen tahun 2019.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, investasi dan perdagangan masih menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi tahun ini. Di dalam negeri, pemerintah memberikan insentif sesuai karakteristik wilayah.
Misalnya, insentif pembebasan pajak (tax holiday) diarahkan untuk mendorong peningkatan investasi di luar Jawa dan Sumatera. Mereka yang memperoleh insentif pajak itu mayoritas perusahaan besar. Sementara, geliat ekonomi di Jawa dan Sumatera didorong melalui penyaluran kredit usaha rakyat untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Kalau kebijakan ini dilakukan secara berkelanjutan, ekonomi Indonesia akan terakselerasi 2-3 tahun mendatang,” kata Iskandar.
Transparansi pajak
Ifra menambahkan, pertukaran data dan informasi keuangan, terutama perpajakan, juga menjadi sorotan negara-negara anggota ASEAN.
Saat ini, ada tujuh negara yang terlibat aktif dalam ASEAN Forum on Taxation (AFT), termasuk Singapura yang identik sebagai salah satu negara surga pajak (tax heaven).
Indonesia yang juga masuk di AFT, selain intens melakukan pertukaran data dengan negara-negara di ASEAN, tetapi juga dengan negara di luar ASEAN.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah mengirim data atau informasi keuangan ke 54 negara dan menerima data atau informasi keuangan dari 66 negara pada 2018. Sedangkan, tahun ini DJP akan mengirim data ke 81 negara dan menerima dari 94 negara. Dari pertukaran data dan informasi itu terungkap kekayaan WNI di luar negeri mencapai Rp 1.300 triliun.
“Pertukaran data ini penting, kalau ngga gimana kita mau mengecek tingkat kepatuhan pajak para konglomerat bisnis di Singapura atau Vietnam kalau tidak ada data pembanding dari otoritas,” kata Irfa.
Pertukaran data dan informasi, lanjut Irfa, juga akan dioptimalkan agar insentif pajak diberikan secara transparan dan terbuka. Pelaku usaha atau investor akan mendapat kepastian hukum terkait hak dan kewajibannya. Pemberian kepastian hukum menjadi strategi pemerintah mendorong tingkat kepatuhan pajak.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, penyederhanaan aturan menjadi salah satu upaya meningkatkan kepatuhan pajak. Adapun reformasi perpajakan dalam jangka menengah-pendek sebaiknya diarahkan ke peningkatan jumlah wajib pajak bukan nominal setoran pajak.
Indonesia bisa mencontoh Singapura dan China yang lebih mengutamakan peningkatan jumlah wajib pajak, terutama generasi muda. Mereka dibuat bahagia bayar pajak sehingga tidak menjadi beban. Oleh karena itu, keinginan membayar pajak mesti ditumbuhkan sebelum menuntut kepatuhan.
“Otoritas bisa memberi diskon pajak dan fasilitas kemudahan yang berkaitan langsung dengan individu wajib pajak,” kata Ari.