Pengamalan Pancasila sebagai ideologi dan nafas hidup bersama dalam berbangsa serta bernegara mendorong terciptanya kerukunan hidup di tengah kemajemukan. Pancasila sebagai rumah bersama juga modal bagi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS - Pengamalan Pancasila sebagai ideologi dan nafas hidup bersama dalam berbangsa serta bernegara mendorong terciptanya kerukunan hidup di tengah kemajemukan. Pancasila sebagai rumah bersama juga modal bagi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Hal itu terungkap dalam Dialog Tokoh Lintas Iman bertema "Beda Ning Rukun" yang artinya meski berbeda, tetapi tetap rukun yang digelar Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Banyumas, di Pondok Pesantren Mahasiswa An Najah, Purwokerto, Senin (8/4/2019).
"Memang yang dasar (dari Pancasila) itu untuk mencari kerukunan. Jadi semua agama diakui, keadilan untuk semua rakyat Indonesia, semua rakyat terwakili dalam musyawarah perwakilan. Itu artinya memang kalau semua sila itu disingkat atau disimpulkan kita ini semua sama, sama-sama orang Indonesia, dan juga mempunyai hak yang sama," kata Professor of Anthropology and Religious Studies Departement of Sociology, Anthropology, and Social Work University of North Florida USA Ronald Lukens-Bull, Senin.
Memang yang dasar (dari Pancasila) itu untuk mencari kerukunan. Jadi semua agama diakui, keadilan untuk semua rakyat Indonesia, semua rakyat terwakili dalam musyawarah perwakilan. Itu artinya memang kalau semua sila itu disingkat atau disimpulkan kita ini semua sama, sama-sama orang Indonesia, dan juga mempunyai hak yang sama
Ronald mengatakan, menjelang pemilu 2019 ini, dirinya merasa prihatin dan sedih karena agama diseret demi kepentingan politik. Menurutnya, sosok pemimpin atau presiden yang diutamakan bagi Republik Indonesia adalah sosok yang jujur, transparan, dan bisa dipercaya. Namun yang jadi pergunjingan di masyarakat justru seperti apa penghayatan hidup beragama calon presiden tersebut.
"Ini mau memilih ustadz, ulama, atau presiden. Kalau memilih ulama, ok silakan ada ujian baca Al-Quran. Ini memilih presiden, bukan khilafah. Ini menyedihkan mengapa itu dipentingkan. Yang lebih penting adalah orang yang jujur, orang yang adil, orang yang transparan, dan bisa dipercaya," papar Ronald.
Menurut Ronald, pendidikan Pancasila perlu ditanamkan kembali secara kreatif kepada generasi muda agar bangsa tidak mudah tergerus dan dipecah-belah oleh kepentingan sesaat. Perjumpaan antarumat beragama juga perlu ditingkatkan agar sesama warga negara bisa saling mengenal dan menghargai perbedaan. "Kalau mau rukun, jangan bersikap brengsek. Hormati orang lain seperti Anda ingin dihormati orang lain," tuturnya.
Budayawan dan penulis novel Ahmad Tohari dalam dialog tersebut menyampaikan, orang yang beriman harus mengaktualisasikan imannya. "Orang yang beriman itu orang penuh kasih sayang dan orang yang tidak membuat kacau negara," kata Ahmad Tohari.
Ahmad Tohari mengatakan, dasar semua agama adalah kepercayaam kepada Tuhan Yang Mahaesa. "Kita adalah makhluk beriman dengan pilihan agamanya masing-masing. Oleh karena itu, yang penting adalah saling menjaga persaudaraan," paparnya.
Orang yang beriman itu orang penuh kasih sayang dan orang yang tidak membuat kacau negara
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas Imam Hidayat juga menyampaikan, kondisi kehidupan beragama sedang memprihatinkan karena agama ditarik-tarik untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu Kementeria Agama menggelorakan program moderasi beragama.
"Moderasi beragama dalam pengertian dalam beragama kita semuanya terutama lintas iman ini, dan penghayat kepercayaan, kita semua yakin akan adanya Tuhan. Kita wajib yakin apa yang kita yakini adalah benar-benar benar. Diyakini semuanya. Tapi kita harus masih mampu memberikan peluang bagi yang lain, menghormati yang lain. Itulah yang disebut moderasi beragama," kata Hidayat.
Hidayat mengatakan, dalam beragama hendaknya kita berada di posisi tengah-tengah, tidak ekstrem kanan maupun kiri. "Kita kembalikan ke esensi ajaran. Esensi ajaran agama adalah bahwa agama adalah universal. Agama mengajarkan kedamaian, kegotongroyongan, keselarasan, kebersamaan, keterbukaan, bahkan beragama juga memanusiakan manusia. Jadi meskipun saat ini kita berbeda pilihan, tapi tetap rukun," katanya.