PEKANBARU, KOMPAS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat rencana besar pemulihan Pulau Rupat, Bengkalis, Riau pasca kebakaran hebat pada awal 2019. Gubernur menjadi penanggungjawab pemulihan melalui Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Bengkalis yang berada dibawah koordinasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau.
KLHK, kata Bambang sudah melakukan analisis terhadap kebakaran di Pulau Rupat. Areal terbakar berada pada wilayah fungsi lindung ekosistem gambut dan budidaya. Wilayah itu berada dalam wilayah hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi konversi dan, areal penggunaan lain.
“Kami meminta Dinas Kehutanan Riau menyusun rencana untuk 10 tahun ke depan, yang isinya mengatur pola pemulihan melibatkan masyarakat. Setelah rencana selesai, pendanaan dapat dibagi dari pusat, APBD dan bantuan korporasi. Ini akan menjadi role model penanganan kebakaran lahan dan hutan yang dimulai di Riau,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono dalam diskusi yang dilaksanakan PWI Riau dengan tema Riau Hijau Berkelanjutan di Pekanbaru, Senin (8/4/2019).
Pembicara lain diskusi adalah Direktur Kebakaran Lahan KLHK Raffles B Panjaitan dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo.
Rencana dimaksud, kata Bambang, merupakan kesatuan utuh pengelolaan hutan dan lahan yang melibatkan masyarakat. Masyarakat akan diberi akses legal kelola lahan, terutama melalui program perhutanan sosial.
Untuk membantu kegiatan budidaya masyarakat, perusahaan hutan tanaman industri PT Sumatera Riang Lestari (SRL) - yang memiliki konsesi di batas wilayah budidaya masyarakat - diminta membantu tata kelola air.
Tata kelola dari sumber air di kubah gambut pada areal konservasi PT SRL akan dikembangkan untuk masyarakat. Harus dilakukan upaya bersama konfigurasi kerja khusus tata kelola air dan sarana prasarana dan sistem lain di Rupat. Pada intinya harus ada pengelolaan
Disebutkan pada 2015, areal kerja PT SRL terbakar. Kami meminta PT SRL membuat rencana pemulihan, perlindungan dan pengelolaan gambut terbakar. Dengan pengelolaan tata air dan pengawasan yang lebih baik, sekarang tidak ada lagi kebakaran di perusahaan.
"Tata kelola dari sumber air di kubah gambut pada areal konservasi PT SRL akan dikembangkan untuk masyarakat. Harus dilakukan upaya bersama konfigurasi kerja khusus tata kelola air dan sarana prasarana dan sistem lain di Rupat. Pada intinya harus ada pengelolaan,” kata Bambang.
Belum mendapat informasi
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau, Ervin Rizaldi yang dihubungi di ruang kerjanya mengaku belum mendapat informasi tentang rencana besar pemulihan Pulau Rupat dari Kementerian LHK. Meski demikian, ia mengatakan siap menyusun rencana dimaksud demi menyelesaikan atau paling tidak memperkecil persoalan kebakaran lahan dan hutan di wilayah Riau.
“Semua rencana ini tentu butuh waktu dan dana. Kalaupun ada sumber daya, kami akan terkendala dana. Hari ini saya akan ke Jakarta untuk bertemu dengan Sekjen KLHK. Persoalan itu akan kami pertanyakan,” kata Ervin.
Menurut Ervin, Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Riau, KPHP Bengkalis yang dianggap bertanggungjawab di wilayah Pulau Rupat memang sudah dibentuk pada 2018. Hanya, KPHP itu baru berumur satu tahun setelah penyerahan kewenangan dinas kehutanan dari kabupaten kepada provinsi, masih terkendala dana. Praktis UPT dimaksud masih belum dapat berbuat seperti yang diharapkan.
Sejak pertengahan Februari 2019, wilayah Pulau Rupat mengalami kebakaran hebat. Kebakaran telah menimbulkan bencana asap di Pulau Rupat dan Kota Dumai, yang merupakan wilayah terdekat dari sumber kebakaran.
Menurut Bambang Hero, kebakaran di Riau terutama di Pulau Rupat sudah menjadi perhatian Kepolisian Daerah Riau. Bambang mengaku sudah datang ke Pulau Rupat untuk menjadi ahli yang meneliti kebakaran di Desa Teluk Lecah dan Pergam.
“Dari pengamatan saya, lokasi kebakaran di Teluk Lecah sangat luas dan sudah dimulai dengan proses pembukaan lahan. Kalau masyarakat dituduh membakar lahan, pertanyaannya apakah masyarakat mampu mempersiapkan lahan seluas itu,” kata Bambang yang mengaku sudah meninjau kebakaran lahan di Dumai, Kepulauan Meranti dan dalam waktu dekat akan menuju Pelalawan.
Dari pengamatan saya, lokasi kebakaran di Teluk Lecah sangat luas dan sudah dimulai dengan proses pembukaan lahan. Kalau masyarakat dituduh membakar lahan, pertanyaannya apakah masyarakat mampu mempersiapkan lahan seluas itu
Menurut Bambang, kebakaran lahan dan hutan akan terjadi lagi di Riau pada pertengahan tahun ini. Hal itu disebabkan datangnya musim kemarau dan fenomena Elnino.
“Karena kebakaran banyak terjadi di lahan gambut, perlu mewaspadai turunnya permukaan air gambut dengan mengaktifkan sekat kanal dan suvervisi sekat kanal. Penegakan hukum karhutla sejatinya juga melakukan penindakan terhadap pelaku pelanggaran hukum lain yang menyertai,” ujar Bambang.
Untuk menghadapi musim kemarau kedua di Riau mulai pertengahan tahun ini, tambah Raffles, diperlukan peningkatan upaya deteksi dini sampai ke pelosok desa. Ia juga meminta peningkatan keterlibatan masyarakat dan patroli di daerah rawan di Riau.
“Selain itu sesungguhnya diperlukan solusi penyiapan lahan tanpa membakar di masyarakat. Caranya bisa dengan melibatkan perusahaan yang memerlukan kayu, membuat kompos, arang atau cuka kayu,” kata Raffles.