JAKARTA, KOMPAS – Persidangan kasus suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) kepada empat pejabat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memasuki babak baru. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dipimpin oleh Hakim Ketua Rosmina, Senin (8/4/2019) siang, Agus Ahyar yang menjadi saksi mengaku pernah mendapatkan tas berisi uang dari salah satu terdakwa, Irene Irma.
Agus Ahyar adalah Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan, Irene Irma adalah Direktur Utama PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) dan Project Manager PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE)
Dalam kesaksiannya, Agus mengaku menerima kunjungan Irene pada 21 Desember 2018. Pertemuan tersebut membahas mengenai proses penyelesaian sejumlah proyek. Usai pertemuan tersebut, Irene meninggalkan tas berwarna biru di ruang kerja Agus.
“Pada akhir pertemuan, Bu Irene menunjuk satu tas berwarna biru. Karena buru-buru akan rapat pimpinan, saya tidak sempat melihat isinya apa,” ungkapnya.
Setelah kembali dari rapat, Agus membuka tas tersebut dan mendapati ada dua kotak warna cokelat. Tanpa membuka isi kotak, Ia meminta sekretarisnya untuk mengembalikan karena khawatir berisi barang mencurigakan.
Namun, tas tersebut urung dikembalikan hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Irene dalam operasi tangkap tangan. Setelah penangkapan tersebut, tas tersebut diminta oleh KPK. Adapun Agus bersaksi baru mengetahui bahwa tas tersebut berisi pecahan uang seratus ribu, senilai Rp 198.300 juta.
“Belum sempat dikembalikan karena kami disibukkan oleh tsunami Banten. Tas itu kami simpan di lemari kaca kantor sampai diminta oleh KPK,” ungkap Agus.
Saat Jaksa KPK Feby Dwiyandospendy menanyakan maksud pemberian tersebut, Agus mengaku tidak mengetahui dan tidak menanyakan kepada Irene. Agus juga mengaku pernah menerima tas berwarna abu-abu berisi uang sebesar Rp 200 juta dari Anggiat Simaremare.
“Akhir Agustus kami ditugaskan untuk mengirim 30 CPNS ke Lombok untuk bantuan bencana. Karena belum ada DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran), kami pinjam biaya operasional ke Pak Anggiat,” kata Agus.
Mendapat suap
Anggiat Simaremare adalah Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis Lampung, pejabat Kementerian PUPR yang diduga mendapatkan suap dari Direktur Utama PT WKE Budi Suharto, dari Direktur Keuangan PT WKE dan Bagian Keuangan PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Lily Sundarsih, dari Direktur PT WKE dan Project Manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo, serta dari Irene.
Selain Anggiat, terdapat tiga orang lainnya yang menerima suap, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Naza, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Suap tersebut diberikan untuk memperlancar pencairan anggaran kegiatan proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR. Dalam dakwaan disebutkan, secara total, keempat pejabat tersebut menerima uang sejumlah Rp 4,131 miliar, 38.000 dolar AS dan 23.000 dolar Singapura.
Saksi lain
Sementara itu, saksi lainnya, Pejabat Penandatanganan SPM Satuan Kerja Pengembangan SPAM Strategis Kementerian PUPR Wiwi Dwi Mulyani juga mengaku pernah menerima uang dari Anggiat sebesar 2.500 dolar AS. Uang tersebut disimpan oleh Wiwi di Mess SPAM.
“Saya hanya dikasih kemudian saya simpan, kemarin diminta kembalikan sudah saya kembalikan,” ungkapnya.
Wiwi mengaku, uang yang dititipkan dan dicatat olehnya adalah uang yang ditagih dari sejumlah kontraktor. Adapun besaran uang yang kerap dititipkan kepadanya berjumlah ratusan juta rupiah. “Uang itu digunakan untuk makan malam, transport ke KPPN atau lembur teman-teman,” ujarnya.
PPK Pembangunan SPAM Wilayah 1A Satuan Kerja SPAM Strategis Indra Kartasasmita juga bersaksi, dirinya pernah menerima sejumlah uang dari Anggiat. Pada lebaran 2018 ia menerima sebesar Rp 10 juta, pada November 2018 menerima sebesar 20.000 dolar AS, dan pada Desember 2018 menerima Rp 100 juta. Uang tersebut dikembalikan ke KPK pada 11 Januari 2019.