Desa Giripurno di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tidak pernah bermimpi bisa mendapat ”cipratan” rezeki dari kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur. Namun, semua berubah ketika Vijay Kumar Kandampuli tersasar di sana.
Desa Giripurno berada sekitar 8 kilometer dari Candi Borobudur dan berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Pada tahun 2012, Kandampuli, warga negara Inggris keturunan India, berwisata ke perbukitan Menoreh dan tersasar di desa itu. Dalam kebingungannya, dia bertemu Maryanto, warga Desa Giripurno, yang lantas mengajak menginap di rumahnya.
Kandampuli ternyata betah dengan suasana desa itu dan bahkan sempat melatih peternak kambing peranakan etawa untuk mengolah susu kambing menjadi keju. Di Desa Giripurno terdapat ratusan peternak dengan jumlah ternak kambing mencapai 600 ekor.
Kepada para peternak, Kandampuli mengatakan, produksi keju ini layak dikembangkan. Selain karena enak dikonsumsi, keju ini memiliki kandungan nutrisi tinggi sehingga laku terjual dengan harga di atas keju berbahan susu sapi.
Empat bulan Kandampuli tinggal di sana. Bahkan, ia memanggil istrinya dari Inggris untuk bergabung memberikan pelatihan membuat keju. Ia juga membantu memasarkan keju, hingga mendapat pesanan secara rutin dari salah satu hotel di Magelang.
Permintaan dari hotel itu mendadak berhenti sehingga kegiatan produksi keju pun berhenti selama lima tahun. Tahun ini, salah satu BUMN, Bank Mandiri, melihat potensi tersebut dan kembali melatih peternak untuk membuat keju. Pihak bank pun berencana membangun sebuah pabrik keju mini di desa. Rencana ini disambut antusias warga.
”Kami jadi berani bermimpi menjadi desa keju,” ujar Kepala Desa Giripurno Sukisno.
Berharap pada bandara
Optimisme itu kian tumbuh setelah akses jalan Desa Giripurno dipilih menjadi salah satu alternatif jalan penghubung antara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo dan Candi Borobudur. Keberadaan bandara membuka peluang meningkatnya kunjungan wisatawan.
Warga pun makin bersemangat ketika Kementerian BUMN membuat program balai ekonomi desa (balkondes) untuk menggenjot kunjungan wisatawan ke kawasan Borobudur. Didorong semangat dan kondisi ketiadaan lahan, warga pun merelakan balai desa digusur dan lahannya dipakai untuk pendirian balkondes. Harapan untuk menjadi desa wisata dengan produk unggulan keju kian di depan mata.
Antusiasme untuk menjadi desa wisata, memanfaatkan keberadaan Candi Borobudur dan bandara di Kulon Progo, juga melingkupi Desa Kenalan. Bahkan, Balkondes Kenalan yang dibangun sejak tahun 2017 kini memiliki 10 kamar homestay. Desa ini mempunyai produk makanan khas slondok dan kerajinan pandan.
Pengembangan dan pengelolaan Balkondes Kenalan didampingi oleh Bank Mandiri. Kebanyakan tamu yang datang di balkondes sementara ini juga baru rombongan dari kantor cabang Bank Mandiri di berbagai tempat.
”Balkondes Kenalan pernah dikunjungi 30-40 tamu, dan semuanya adalah rombongan Bank Mandiri,” ujar Ahmad, pengelola Balkondes Kenalan.
Rencana pembukaan NYIA di Kulon Progo memang memancing minat masyarakat Kabupaten Magelang untuk menjalankan usaha di sektor pariwisata. Di sejumlah kawasan, masyarakat berupaya mengoptimalkan destinasi wisata, mulai dari kawasan Candi Borobudur hingga perbukitan dan lereng Gunung Merapi.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, jika bandara baru di Kulon Progo sudah mulai berdiri dan beroperasi, target dua juta wisatawan asing ke Jawa Tengah dan DIY per tahun akan tercapai. Dengan estimasi setiap wisatawan asing akan menghabiskan 1.000 dollar AS per kedatangan, dua juta orang tersebut akan menghabiskan uang 2 miliar dollar AS per kedatangan.
”Maka bayangkan ketika ada dua juta orang datang, maka akan ada sekitar 2 miliar dollar AS atau Rp 30 triliun per tahun yang nantinya akan beredar di wilayah Jawa Tengah dan DIY,” ujarnya.
Kendati demikian, Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Magelang Iwan Sutiarso mengatakan, gegap gempita euforia menyambut bandara baru ini jangan kemudian membuat setiap desa memaksakan diri untuk menjadi desa wisata.
”Jika di desa wisata tidak ada suvenir atau jajanan yang khas, misalnya, maka
desa lain berpeluang untuk ambil peran sebagai penyedia cendera mata atau kuliner itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, agar bisa meraup keuntungan optimal dari sektor pariwisata, tiap-tiap desa pun harus membuka diri untuk bekerja sama dan membuka paket-paket wisata baru bersama desa lain.
Bandara baru memang menjanjikan estimasi keuntungan yang menggiurkan. Tak heran, banyak desa pun kini mencoba berinovasi, memoles diri agar bisa mendapatkan cipratan rezeki dari sektor pariwisata. Semua berharap, semua bermimpi meraih keuntungan, tanpa harus berharap ada turis yang tersasar lagi.