BANDA ACEH, KOMPAS — Rencana pembukaan tambang emas di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalan, Kabupaten Nagan Raya, dan Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, mengancam kelestarian hutan Aceh dan berdampak pada pertanian warga. Luas hutan yang masuk dalam area tambang emas itu mencapai 19.684 hektar.
Izin tambang emas di Nagan Raya menggunakan lahan seluas 10.000 hektar, sedangkan di Aceh Tengah seluas 9.684 hektar. Kedua area tambang emas itu dikelola oleh perusahaan modal asing.
Di Aceh Tengah, Senin (8/4/2019), ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Gayo Menolak Tambang (Amanat) melakukan aksi penolakan terhadap rencana pembukaan tambang emas di Kecamatan Linge. Demonstrasi dilakukan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah ikut menolak tambang.
Kami mendesak Pemkab Aceh Tengah dan Gubernur Aceh mencabut izin pertambangan emas di Aceh Tengah. Jangan biarkan alam kami hancur.
Koordinator aksi, Yusuf Sabri, mengatakan, tambang emas akan berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti merusak hutan dan mengganggu ketersediaan air tanah. Mereka khawatir dampak buruk jangka panjang akan berimbas pada produktivitas tanaman kopi Gayo. Saat ini, hampir 90 persen warga Aceh Tengah dan Bener Meriah menggantungkan hidup dari kopi.
”Kami mendesak Pemkab Aceh Tengah dan Gubernur Aceh mencabut izin pertambangan emas di Aceh Tengah. Jangan biarkan alam kami hancur,” kata Yusuf.
Ia menuturkan, tambang emas hanya menguntungkan kaum elite dan pemodal, sedangkan warga hanya menerima dampak buruk. Menurut dia, warga Gayo dapat hidup layak dengan bertani. Penolakan terhadap rencana tambang emas juga disuarakan oleh warga Beutong Banggalan.
Tokoh adat Beutong Banggalan, Diwa Laksana, menuturkan, kawasan yang masuk dalam izin tambang merupakan hutan lindung yang menjadi penyangga bagi kehidupan warga sekitar. ”Kami khawatir tambang emas memicu bencana alam, seperti banjir. Karena itu, kami menolak,” kata Diwa.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhamad Nur mengatakan, rencana pembukaan tambang emas skala besar di dua kabupaten itu mengancam kelestarian hutan Aceh.
Nur menyebutkan, dampak buruk yang sudah pasti terjadi adalah perubahan bentang alam, penurunan kualitas air permukaan, gangguan terhadap habitat satwa lindung, penurunan kualitas udara, dan peningkatan kebisingan.
”Lebih menguntungkan mana, membuka tambang atau memelihara alam? Merawat alam akan memberikan dampak ekonomi jangka panjang bagi warga, sedangkan tambang hanya menguntungkan para elite,” katanya.
Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Said Faisal mengatakan, proses perizinan pertambangan di Nagan Raya dan Aceh Tengah berjalan sesuai aturan sehingga pihaknya tidak dapat menahan.
Said menambahkan, izin pertambangan modal asing dikeluarkan oleh pemerintah pusat, bukan provinsi. ”Warga silakan menolak, itu hak mereka sebagai warga negara. Namun, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Said.
Menurut Said, dampak positif adanya pertambangan emas ialah menyerap tenaga kerja dan menyumbang pendapatan daerah melalui pembayaran royalti. Selain itu, investasi juga mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah warga.
Ia mengatakan, warga tidak perlu khawatir terhadap dampak kerusakan lingkungan. Sebab, aktivitas pertambangan tetap memperhatikan lingkungan sesuai dengan analisis mengenai dampak lingkungan. ”Perusahaan wajib melakukan reklamasi dan pemulihan pascatambang,” ujarnya.
Perusahaan wajib melakukan reklamasi dan pemulihan pascatambang.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Aceh Syahrial menyatakan, izin pinjam kawasan hutan untuk rencana operasi tambang di dalam kawasan hutan di Linge, Aceh Tengah, belum dikeluarkan. ”Kemungkinan dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujarnya.