PASER, KOMPAS — Target produksi tahunan jadi patokan perusahaan untuk menjaga keberlanjutan usaha pertambangan. Kendati pemerintah memberikan kuota lebih besar, perusahaan tetap berpegang pada target produksi.
Pemerintah memberikan kuota produksi 2019 kepada PT Kideco Jaya Agung sebanyak 40 juta ton batubara. Kuota itu berdasarkan pemenuhan kewajiban menyuplai kebutuhan batubara di dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
Pada 2018, Kideco menyuplai 10 juta ton untuk DMO atau sebesar 29,41 persen dari total produksinya. Adapun 24 juta ton lainnya diekspor ke China, India, Korea, dan Jepang.
Tahun ini, target produksi Kideco 34 juta ton. Pada triwulan I-2019, produksi batubara Kideco sesuai dengan target, yakni 8,5 juta ton.
”Sebenarnya kami bisa saja memproduksi sesuai kuota dari pemerintah. Namun, kami memperhatikan prinsip keberlanjutan dalam pertambangan, terutama cadangan batubara di perut bumi,” kata Presiden Direktur PT Kideco Jaya Agung M Kurnia Ariawan yang ditemui di kantornya di Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (6/4/2019).
Kurnia menyebutkan, sekitar 90 persen pemenuhan DMO dari Kideco ditujukan untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Batubara ini digunakan untuk pembangkit listrik dengan skema keterlibatan pengembang swasta (independent power producer/IPP).
Kideco dapat memenuhi DMO lebih dari yang dicantumkan dalam peraturan karena telah bekerja sama dalam jangka panjang untuk pembangkit listrik.
”Biasanya pembangunan pembangkit listrik akan menyesuaikan dengan jenis pasokan batubaranya. Hal ini dirancang jangka panjang,” ujar Kurnia.
Dalam siaran pers, Direktur Marketing Kideco Anton Kristianto menyampaikan, korporasi berkomitmen terlibat dalam pembangunan sektor energi Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono menyampaikan, DMO merupakan salah satu pertimbangan dalam menetapkan kuota produksi. ”Kami evaluasi setiap semester. Perubahan pola kontribusi perusahaan (batubara) juga menjadi pertimbangan,” kata Bambang.
Terpadu
Sebelumnya, Bambang turut meresmikan sistem pertanian terpadu yang dibangun Kideco. Sistem yang memadukan kegiatan perikanan, peternakan, dan perkebunan di area yang sama ini dibangun di atas lahan 6,5 hektar di Desa Samurangau, Paser. Lahan ini ada di area pertambangan batubara Kideco.
”Sektor perkebunan dan pertambangan menjadi penggerak utama kegiatan ekonomi masyarakat Paser. Namun, masyarakat juga membutuhkan komponen pembangunan ekonomi lainnya, seperti infrastruktur jalan,” kata Asisten Bidang Ekonomi Sekretaris Daerah Kabupaten Paser Ina Rosana pada acara peresmian.
IFS dibangun sejak 2013. Sepanjang 2013-2017, investasi Kideco untuk IFS sebesar Rp 12,3 miliar. Menurut Kurnia, pembangunan IFS bertujuan untuk memandirikan perekonomian masyarakat setempat agar tidak bergantung pada sumber daya alam yang bersifat tidak terbarukan. (JUD)