Badan Pengawas Pemilihan Umum memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu 2019. Di data terbaru ini, 16 provinsi masuk ke dalam kategori daerah dengan kerawanan tinggi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilihan Umum memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu 2019. Di data terbaru ini, 16 provinsi masuk ke dalam kategori daerah dengan kerawanan tinggi yang berpotensi menimbulkan gangguan dan hambatan pada proses pemilu.
Dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) terbaru yang dirilis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Selasa (9/4/2019), di Jakarta, skor IKP 2019 skala nasional, yakni 49,63, atau masuk dalam kategori kerawanan sedang. Dimensi yang menjadi parameter skor tersebut antara lain konteks sosial politik, penyelenggaraan yang bebas dan adil, kontestasi, serta partisipasi.
Meski demikian, untuk 16 provinsi, skor kerawanan berada di atas rata-rata nasional. Papua menjadi provinsi dengan skor IKP tertinggi, mencapai 55,08.
Selain Papua, 15 provinsi lainnya, Daerah Istimewa Yogyakarta (52,67), Jawa Barat (52,11), Sumatera Barat (51,72), Banten (51,25), Jawa Tengah (51,14), Sulawesi Selatan (50,84), Nusa Tenggara Timur (50,76), Kalimantan Utara (50,52), Bengkulu (50,37), Aceh (50,27), Jambi (50,17), Kepulauan Riau (50,12), Sulawesi Tengah (49,76), Kalimantan Timur (49,69), dan Sulawesi Utara (49,64).
Jika dibandingkan dengan IKP yang dirilis oleh Bawaslu sebelumnya, akhir September 2018, ada sejumlah provinsi yang baru kali ini masuk kategori kerawanan tinggi. Provinsi itu di antaranya Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur.
Selain itu, jumlah provinsi dengan kerawanan tinggi kali ini lebih banyak. Di IKP sebelumnya, ada 15 provinsi dengan kerawanan tinggi.
Secara lengkap, kelima belas provinsi itu, Papua Barat (52,83), Daerah Istimewa Yogyakarta (52,14), Sumatera Barat (51,21), Maluku (51,02), Sulawesi Tenggara (50,86), Aceh (50,59), Nusa Tenggara Timur (50,52), dan Sulawesi Tengah (50,5), Sulawesi Selatan (50,26), Sulawesi Utara (50,2), Maluku Utara (49,89), Papua (49,86), Nusa Tenggara Barat (49,59), Lampung (49,56), dan Jambi (49,3).
Sementara di tingkat kabupaten/kota terdapat delapan daerah masuk kategori kerawanan tinggi di IKP terbaru. Delapan daerah tersebut adalah Kabupaten Jayapura di Papua (80,21), Kabupaten Lembata di NTT (72,04), Kabupaten Mamberamo Raya di Papua (69,66), Kota Solok di Sumatera Barat (68,59), Kabupaten Intan Jaya di Papua (68,52), Kabupaten Bogor di Jawa Barat (67,64), Kabupaten Tolikara di Papua (67,44), dan Kabupaten Nduga di Papua (66,88).
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, pemutakhiran dilakukan untuk mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori kerawanan serta memetakan atau mengukur deteksi dini kerawanan pemilu menjelang waktu pemungutan suara Pemilu 2019 yang tersisa satu pekan lagi.
Harapannya, indeks digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan strategi yang tepat untuk mengawasi pemilu sekaligus mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi selama pemilu.
Menurut Afif, dari potensi-potensi kerawanan yang ada, yang perlu mendapat prioritas perhatian terkait dengan persoalan hak pilih, logistik pemilu, dan politik uang.
”Persoalan DPT (daftar pemilih tetap) masih menjadi titik kerawanan utama. Kemudian persoalan logistik ini di beberapa tempat kami terus ingatkan potensi kekurangan, kerusakan, ataupun salah kirim,” ujarnya.
Patroli politik uang
Sementara dalam mengatasi kemungkinan politik uang, kata Afif, Bawaslu di tingkat pusat hingga daerah akan melakukan patroli politik uang. Patroli sejak masa tenang atau tiga hari sebelum hari pemungutan suara hingga hari pencoblosan, 17 April 2019. Patroli tersebut dilakukan di semua tempat pemungutan suara (TPS) dan titik-titik rawan politik uang.
Selain itu, Bawaslu berharap semua peserta Pemilu 2019, yaitu calon presiden-wakil presiden, partai politik, dan calon anggota legislatif, menyuarakan pesan kampanye damai dan menerima apa pun hasil pemilu.
Kalaupun nanti tidak terima dengan hasil pemilu, sudah tersedia jalan hukum yang bisa ditempuh untuk menggugatnya.
Bawaslu juga mengajak segenap pihak untuk memperkuat hak pilih bagi penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kalangan minoritas lainnya.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi berharap penyelenggara pemilu dapat melakukan pendekatan ke peserta pemilu. Ini khususnya di daerah yang tingkat kerawanannya tinggi. Melalui pendekatan itu, diharapkan bisa mencegah kecurangan ataupun konflik selama pemilu.
Selain itu, dia berharap data kerawanan pemilu juga dapat terus diperbarui meski proses pemilu telah usai. Indeks kerawanan dapat digunakan Bawaslu untuk melihat pola karakteristik kerawanan di setiap daerah dan mengantisipasi adanya konflik akibat pemilu sejak dini.