Fasilitas Dunia Harapan Baru Prestasi Olahraga Papua
Kompleks olahraga ”indoor” dan ”outdoor” berstandar internasional hadir di Mimika. Ajang PON 2020 menjadi ujian pertama kebangkitan prestasi olahraga atletik Papua.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
Di bawah sengatan terik matahari di Timika, Papua, Kamis (28/2/2019), enam atlet lari berlatih di Tribune Timur Stadion Outdoor Mimika Sport Complex. Para atlet yang berasal dari Kesatuan Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo Kostrad di Timika itu sedang menyiapkan diri menghadapi Pekan Olahraga Nasional di Papua pada September 2020.
Mimika yang menjadi 1 dari 10 kabupaten/kota tuan rumah PON Papua boleh berbangga. Kota tambang emas dan tembaga terbesar di dunia itu memiliki fasilitas olahraga atletik berstandar internasional pertama di Papua sejak kehadiran Mimika Sport Complex (MSC).
Gedung ini dibangun tahun 2014 yang berawal dari nota kesepahaman senilai 33 juta dollar AS antara Pemkab Mimika dan PT Freeport Indonesia. Kehadiran sarana yang selesai dibangun tahun 2016 itu diharapkan memicu prestasi atlet Papua pada cabang olahraga atletik yang merosot.
Semangat itu kini tampak pada para atlet berlatar belakang militer yang disiapkan pada cabang lomba lari 100 meter, 400 meter, 800 meter, 1.500 meter, 5.000 meter, dan 10.000 meter. Ditemui di sela-sela pemanasan di atas lintasan sepanjang 800 meter itu, para atlet sangat menikmati fasilitas mewah di MSC.
Bagaimana tidak? Sebelum ada bangunan mewah itu, mereka berlatih seadanya di jalan aspal. Panas, keras, dan risiko cedera sangat tinggi, yang jika itu terjadi sangat mengganggu performa di lapangan.
”Lapangannya enak di (MSC) sini. Kami berharap dari Papua untuk PON 2020 bisa berprestasi lebih baik,” kata Paskalis Klui, tentara berpangkat sersan dua yang tiga bulan terakhir berlatih di MSC.
Minimnya prestasi olahraga atletik karena pembinaan atlet kurang optimal.
Sarana berlatih dan peralatan yang memadai, menurut Yulius Uwe, pelatih dan penanggung jawab cabang olahraga atletik di Kabupaten Mimika sangat berperan penting meningkatkan prestasi atlet. ”Orang Papua punya bakat alam di olahraga, tetapi proses menjadi atlet itu membutuhkan dukungan peralatan,” katanya sambil mengawasi atlet-atlet berlatih.
Yulius adalah peraih medali emas untuk kriteria dasalomba pada tiga ajang SEA Games atau ajang perlombaan olahraga untuk kawasan Asia Tenggara tahun 1985, 1987, dan 1993. Ia membukukan rekor poin tertinggi untuk dasalomba dalam SEA Games tahun 1993 di Singapura dengan 7.013 poin.
Ia menambahkan, minimnya prestasi olahraga atletik karena pembinaan atlet kurang optimal. Sesekali Yulius memberikan arahan bagi para atlet untuk teknik berlatih dan strategi berlomba.
Di sela-sela memberikan latihan, pria 54 tahun ini bangga dan bersyukur atas kehadiran fasilitas untuk atletik yang memadai, seperti MSC. ”Dengan adanya fasilitas dilengkapi peralatan memadai dapat menunjang atlet berlatih. Selama ini belum ada yang seperti MSC, baik di Papua maupun Papua Barat,” kata Yulius, pembawa obor api SEA Games XIV Jakarta tahun 1987.
Fasilitas MSC berada di area seluas 12,5 hektar milik pemerintah daerah. Fasilitas yang belum diserahterimakan kepada Pemprov Papua itu dilengkapi fasilitas stadion indoor dengan luas 5 hektar berkapasitas 5.500 penonton dan 76 penonton VIP untuk cabang olahraga basket, voli, badminton, dan bela diri.
Sementara fasilitas stadion outdoor khusus untuk cabang olahraga atletik di atas lahan seluas 8 hektar dengan tribune timur dan tribune barat. Stadion outdoor untuk cabang lari, lompat jauh, lompat tinggi, lompat galah, lempar lembing, tolak peluru, lempar cakram, lempar martil, dan lari halang rintang (steeplechase).
Di stadion indoor, atlet dimanjakan lapisan rumput Zoysia matrella asal Swiss, lintasan atletik sintetis sepanjang 400 meter dengan standar Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF) kelas dua, lintasan untuk pemanasan sepanjang 150 meter, dan gravel track atau lintasan untuk berlatih sepanjang 400 meter. Di dalam kompleks yang berada di Jalan Poros Timika-Satuan Permukiman 5 itu juga disediakan asrama bagi atlet putra-putri secara terpisah. Asrama ini diharapkan bisa meningkatkan fokus para atlet dalam berlatih.
Lenny Josephina, Manager General Construction & Special Project PT Freeport Indonesia, mengatakan, MSC dibangun PT Freeport Indonesia mulai 2013 hingga September 2016. Fasilitas MSC dibangun sebagai kontribusi PT Freeport Indonesia kepada Kabupaten Mimika untuk menunjang pelaksanaan PON 2020 yang menurut rencana digelar di Papua. Fasilitas itu juga buat masyarakat di Mimika secara umum.
Meski sejak September 2016 pembangunan telah diselesaikan Freeport, bangunan tersebut belum diserahterimakan kepada pemda. ”Mungkin menunggu kesiapan dari pemda,” katanya. Kesiapan itu termasuk biaya perawatan Rp 10 miliar per tahun yang dikucurkan Freeport sejak kontraktor menyelesaikan pekerjaan.
Rindu prestasi
Yulius berharap kehadiran MSC mengungkit prestasi atletik Papua yang turun beberapa tahun terakhir. ”Atlet Papua tak pernah meraih medali emas di ajang atletik internasional selama 10 tahun terakhir. Pemda Papua harus memanfaatkan fasilitas ini dengan baik dan serius dalam pembinaan para atlet,” ucapnya.
Ketua Umum Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Papua Mikael Kambuaya mengatakan, Mimika berpotensi menghasilkan atlet pada cabang olahraga atletik yang berkualitas dengan kehadiran MSC. ”Kami berharap MSC berkontribusi untuk prestasi Papua pada cabang olahraga atletik,” ujarnya.
Pada PON di Jawa Barat tahun 2016, cabang atletik hanya menyumbang satu medali emas. Di ajang sekelas SEA Games, atlet Papua terakhir meraih medali emas tahun 2008 dari lari jarak menengah.
Kini, fasilitas baru itu menumbuhkan semangat baru. Juga menumbuhkan harapan baru bagi atlet-atlet Papua untuk kembali berprestasi pada masa mendatang. Terik mentari Mimika hanyalah sebuah awal. (FLO/DKA/ICH/ENG/APO)