Integrasi Masih Terganjal
Pengintegrasian angkutan umum berbasis jalan dengan moda raya terpadu belum berhasil baik. Pemerintah kota dan operator moda transportasi harus bekerja sama menemukan solusi.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mengintegrasikan angkutan umum berbasis jalan, khususnya jaringan bus Transjakarta dan angkutan kota dengan angkutan umum berbasis rel, yaitu moda raya terpadu atau MRT Jakarta, belum terwujud. Hal itu terutama untuk upaya integrasi di kawasan perbatasan Tangerang Selatan dan Jakarta, khususnya di ruas Pondok Cabe hingga Lebak Bulus.
Selama empat hari, sejak Kamis (4/4/2019), bus Transjakarta rute S 41 Pondok Cabe (Tangerang Selatan)-Lebak Bulus-Tanah Abang (Jakarta Pusat) tidak beroperasi. Hal itu terjadi menyusul protes pengemudi angkutan kota D 106 Lebak Bulus-Parung Panjang dan D 15 Pamulang-Lebak Bulus. Baik Transjakarta S 41 dan kedua angkot sama-sama menghubungkan kawasan di Tangerang Selatan ke Stasiun MRT Lebak Bulus.
Para pengemudi protes karena ada potensi besar penumpang angkot beralih ke bus Transjakarta sehingga pendapatan harian pengemudi bisa hilang.
Bus Transjakarta rute baru ini akhirnya dapat beroperasi setelah ada kesepakatan sementara antara pengusaha dan pengurus koperasi angkot dengan PT Transjakarta, Senin sore. Pertemuan difasilitasi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
”Ada kesepakatan sementara antara bus Transjakarta dengan pengusaha/pemilik dan pengurus koperasi angkot. Bus Transjakarta bisa kembali beroperasi (tetapi terbatas). Pada dasarnya angkot mau bekerja sama. Namun, seperti apa kerja samanya masih akan dibahas lagi lebih lanjut,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPTJ Budi Rahardjo.
Budi menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan tertutup antara pengusaha/pemilik dan pengurus angkot D 106 dan D 15 dengan perwakilan pengurus PT Transjakarta di Terminal Pondok Cabe, Jalan Kemiri, Pamulang, Tangerang Selatan, Senin sore.
Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono menambahkan, isi kesepakatannya adalah bus Transjakarta hanya menaikkan dan menurunkan pelanggan dari Terminal Pondok Cabe ke Stasiun MRT Lebak Bulus, dan setelah itu meneruskan ke layanan kereta rel listrik (KRL) di Stasiun Tanah Abang.
”Layanan bus Transjakarta S 41 ini memang disediakan sebagai pengumpan (feeder) bagi masyarakat untuk integrasi dengan transportasi umum berbasis rel, terutama MRT dan KRL,” ujar Agung.
Karena tidak bisa menaikkan dan menurunkan penumpang di halte lain di sepanjang Pondok Cabe-Lebak Bulus, fungsi bus Transjakarta S 41 sebagai pengumpan pun terbatas.
Ribut di perbatasan
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, pembukaan rute ke Pondok Cabe itu sesuai prosedur. DKI sudah berkomunikasi dengan dinas perhubungan setempat dan semua prosedur dijalankan.
Kepala Seksi Binaan Kota Sarana dan Prasarana Angkutan Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan Hendra Kurniawan berharap persoalan antara angkot D 106 dan D 15 dengan bus Transjakarta dapat segera menemukan kesepakatan. Diharapkan antara bus Transjakarta dan angkot dapat saling melengkapi. Kapasitas bus Transjakarta yang lebih besar tentunya dibutuhkan untuk meningkatkan daya tampung angkutan umum. Hal ini dapat menjadi daya tarik agar warga beralih menggunakan angkutan umum.
Menurut Hendra, kedua rute angkot D 15 dan 106 melintasi wilayah Tangerang Selatan, tetapi izin pengoperasiannya dari Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data, jumlah armada D 106 ada 278 unit dan 272 unit yang aktif. Angkot D 15 sebanyak 210 unit dan 202 unit yang aktif.
Bambang Prihartono, Kepala BPTJ, secara terpisah mengatakan, perpanjangan layanan dari Jakarta ke perbatasan memang memunculkan keributan. ”Di perbatasan selalu ribut. Seperti di timur Jakarta di Cibubur. Namun, sudah selesai. Itu juga di Pondok Cabe hampir sama. Bukan hal baru. Intinya memang benar transportasi lokal harus diperhatikan. Ada imbal balik. Itu yang perlu difasilitasi BPTJ,” tutur Bambang.
Dalam rangka fasilitasi itu, lanjut Bambang, bus Transjakarta siap membantu meremajakan angkot yang nantinya difungsikan sebagai angkutan lanjutan, di dalam permukiman.
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Pasal 5 Ayat 4 memungkinkan Jakarta memfasilitasi itu, bahkan membayar rupiah per kilometer kepada angkot lintas wilayah perbatasan.
Kosong
Senin pagi hingga sore tidak terlihat satu pun bus Transjakarta beroperasi di Terminal Pondok Cabe. Angga, petugas Terminal Pondok Cabe, membenarkan, sejak diprotes pengemudi angkot D 106 dan D 15, bus Transjakarta rute yang baru beroperasi dua pekan terakhir ini tidak melayani penumpang.
Amin (32), pengemudi angkot D 15, mengatakan, bus Transjakarta dapat mengancam kelangsungan hidup pengemudi angkot dan keluarga mereka. Rute baru bus Transjakarta melewati Jalan Raya Cirendeu, Ciputat Timur, rute yang sama dengan rute D 15 dan 106.
”Pusing mau cari makan. Pastilah kami kalah bersaing karena akan banyak yang akan beralih ke sana (bus Transjakarta). Ada ojek online saja sudah bikin kami terpuruk. Kami makin terjepit,” kata Amin.
Petrus Paranginangin, pengemudi sekaligus pemilik angkot D 106, mengatakan, sejak dua pekan terakhir, pendapatannya menurun. ”Sebelumnya bisa dapat Rp 80.000 per hari. Dua pekan terakhir paling banyak dapat Rp 40.000 sampai Rp 50.000 per hari,” katanya.
Selain pendapatan makin berkurang, perjalanan dari Lebak Bulus ke Parung (lewat Terminal Pondok Cabe) dan sebaliknya makin macet.
”Bus transjakarta besar banget. Jalanan tidak bertambah lebar. Kalau bus lewat, jalanan makin sempit. Kami harus antre di belakang bus dan tidak bisa mendahuluinya,” kata Petrus.
Pengemudi angkot meminta nantinya rute bus Transjakarta dialihkan dari Jalan Raya Cirendeu, Ciputat Timur, ke Jalan Juanda, Rempoa, dan RE Martadinata. Titik awal dan akhirnya sama, yaitu Pondok Cabe dan Lebak Bulus. Dengan demikian, tidak banyak irisan dengan rute angkot.