Nyamuk Memilih Menggigit Manusia karena Bau Keringat
Awalnya, nyamuk hanya menghisap darah binatang di hutan. Namun ribuan tahun lalu beberapa jenis nyamuk mengubah seleranya, mereka lebih suka memilih darah manusia, salah satunya adalah Aedes aegypti. Bau asam laktat, komponen keringat manusialah yang membuat nyamuk ini memilih manusia.
Sebagian nyamuk, di antaranya Aedes aedypti, diketahui lebih memilih darah manusia dibandingkan makhluk hidup lainnya. Beberapa orang tertentu juga lebih disukai nyamuk ini. Mereka mendeteksi keberadaan manusia melalui karbon dioksida yang dihembuskan manusia dan kemudian memilih siapa calon mangsanya dengan mendeteksi bau tubuhnya.
Nyamuk merupakan makhluk paling mematikan, yang menularkan beragam penyakit melalui gigitannya. Data dari Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, nyamuk telah menyebabkan kematian lebih dari satu juta orang setiap tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan harimau dan gajah yang masing-masing hanya menewaskan 100 orang per tahun.
Sebenarnya hanya nyamuk betina yang menggigit. Mereka membutuhkan protein dalam darah mangsanya agar mereka bisa memproduksi telur. Binatang yang telah menghuni Bumi jauh sebelum manusia ini awalnya hanya menghisap darah binatang di hutan.
Namun, ribuan tahun lalu, beberapa jenis nyamuk mengubah seleranya, mereka lebih suka memilih darah manusia, salah satunya adalah Aedes aegypti yang dikenal sebagai nyamuk urban. Selain menularkan demam berdarah, Aedes aegypti juga bisa membawa beragam penyakit lain, seperti zika, chikungunya dan demam kuning (yellowfever).
Ribuan tahun lalu, beberapa jenis nyamuk mengubah seleranya, mereka lebih suka memilih darah manusia, salah satunya adalah Aedes aegypti yang dikenal sebagai nyamuk urban.
Nenek moyang Aedes aegypti awalnya tinggal di hutan Sahara, Afrika, dan hanya menggigit hewan liar, seperti masih dilakukan keturunannya, subspesies Aedes aegypti formosus. Kajian Carolyn S McBride dari The Rockefeller University, New York dalam jurnal Nature (2014) menyebutkan, Aedes aegypti formosus cenderung bertelur di luar rumah dan lebih suka menggigit binatang hutan.
Namun, sepupu mereka yang berwarna cokelat muda (Aedes aegypti aegypti) cenderung membiakkan di dalam ruangan dalam kendi air dan kebanyakan memburu manusia. Untuk memahami dasar evolusi dari daya tarik ini, McBridge dan rekan-rekannya memeriksa gen yang mendorong beberapa nyamuk untuk lebih menyukai manusia. Temuan mereka, menunjukkan bahwa nyamuk yang menyukai aroma manusia, dan itu adalah langkah kunci dalam mengkhususkan diri pada kita.
Sejumlah kajian telah menemukan, nyamuk pada umumnya mendeteksi keberadaan makhluk hidup di sekitarnya berdasarkan jejak karbon yang dikeluarkan. “Karbon dioksida merupakan sinyal terbaik bagi keberadaan makhluk berdarah panas, dan nyamuk bisa mendeteksinya hingga jarak 10 meter,” sebut biolog dari Universitas Washington, Jeff Riffell dalam jurnal Current Biology, 2015. “Dan berikutnya, mereka menggunakan penglihatan dan indra penciuman lain untuk membedakan apakah itu anjing, rusa, atau manusia. Inilah cara mereka membedakan sumber mangsa.”
Aroma yang menentukan
Kajian terbaru yang dipublikasikan Joshua I Raji dari Department of Biological Sciences & Biomolecular Sciences Institute, Florida International University, Miami dan timnya di jurnal Current Biology edisi 28 Maret 2019, menyebutkan, kemampuan untuk mendeteksi keberadaan manusia ditentukan oleh reseptor penciuman ionotropik (IR8a) yang ada di antena nyamuk Aedes aegypti.
Kesimpulan ini diperoleh setelah mereka melakukan rekayasa genetik CRISPR/Cas9 untuk menghilangkan ko-reseptor Ir8a pada nyamuk. "Kami menemukan bahwa nyamuk betina mutan, yang tidak lagi memiliki Ir8a tidak lagi tertarik pada asam laktat, komponen keringat manusia yang menarik nyamuk. Akibatnya, nyamuk Aedes aegypti tidak lagi tertarik pada bau manusia," sebut Raji.
Inspirasi untuk karya baru ini berasal dari pekerjaan sebelumnya yang dilakukan anggota tim ini, Matthew DeGennaro dari Florida International University. Sebelumnya, DeGennaro menemukan, dengan mengganggu ko-reseptor penciuman nyamuk yang lain, yang disebut Orco, perilaku serangga ini menjadi berubah. Mereka menemukan bahwa nyamuk-nyamuk yang diganggu Orco-nya lebih sulit membedakan orang dan hewan lain. Sekalipun demikian, mereka ternyata masih bisa menemukan manusia. Itu berarti masih ada lebih banyak reseptor yang masih harus ditemukan sehingga akhirnya mereka menemukan adanya IR8a ini.
Kulit manusia sebenarnya memiliki 400 senyawa kimia yang menguarkan aroma tertentu yang bisa menarik nyamuk. Bau ini diproduksi oleh jasad renik atau mikrobiom yang hidup di kulit dengan variasi jenis dan jumlah pada tiap orang. Ini menyebabkan tiap orang memiliki aroma berbeda. Genetika memainkan peran terbesar dalam hal ini, tetapi selain itu juga dipengaruhi diet dan fisiologi.
Ternyata reseptor Ir8a pada nyamuk Aedes aegypti terutama mengejar bau asam laktat yang terdapat dalam keringat manusia. “Kulit manusia dan mikrobiomnya mengeluarkan banyak asam laktat dibandingkan dengan vertebrata lain,” kata anggota peneliti, yang juga ahli genetika Matthew DeGennaro dari Florida International University di Miami, seperti dikutip sciencenews.org.
Ternyata reseptor Ir8a pada nyamuk Aedes aegypti terutama mengejar bau asam laktat yang terdapat dalam keringat manusia.
Tiap orang juga memiliki tingkat asam laktat yang berbeda sehingga beberapa orang akan lebih menarik bagi nyamuk dibandingkan lainnya. Selain itu, aktivitas juga menentukan kadar asam laktat. Misalnya, orang yang habis berolahraga atau beraktivitas fisik atau stres akan mengeluarkan asam laktat lebih banyak, dan itu bisa lebih menarik bagi nyamuk Aedes aegypti.
Mengembangkan parfum
DeGennaro mengatakan tujuan akhir penelitian mereka adalah untuk mengembangkan parfum yang bisa melindungi orang dari gigitan nyamuk, khususnya Aedes aegypti. "Penularan penyakit seperti demam berdarah, demam kuning, dan zika dapat dicegah jika kita menghentikan nyamuk ini menggigit kita," kata DeGennaro. "Untuk menemukan solusi baru untuk mencegah gigitan nyamuk, kita perlu fokus pada pemahaman dasar molekuler perilaku nyamuk."
Masalahnya, beberapa jenis nyamuk memiliki ketertarikan dan penolakan terhadap bau-bauan yang berbeda. Salah satu yang paling terkenal adalah nyamuk yang menyebarkan malaria (Anopheles gambiae) ternyata tertarik pada keju limburger, seperti dikaji oleh Knols (1996).
Bakteri yang menyebabkan keju yang memiliki aroma khas ini ternyata terkait erat dengan kuman yang hidup di antara jari-jari kaki. Itu menjelaskan mengapa nyamuk Anopheles cenderung menggigit area kaki kita. Eksperimen yang dilakukan terhadap Aedes aegypti ternyata, bau keju limburger ini tidak menarik mereka.
Secara sederhana, masyarakat di Indonesia biasa menggunakan bau-bauan tertentu, seperti minyak sereh dan kayu putih, untuk mengurangi kejaran nyamuk. Beberapa lainnya menyarankan agar menghilangkan bau keringat dengan mandi dengan sabun. Barangkali ini memang bisa menyamarkan bau keringat tubuh kita, namun seberapa efektif?
Masyarakat di Indonesia biasa menggunakan bau-bauan tertentu, seperti minyak sereh dan kayu putih, untuk mengurangi kejaran nyamuk.
Selain itu, menarik untuk diteliti, apakah kebiasaan masyarakat Papua, yang merupakan area endemik malaria, mengolesi tubuh mereka dengan minyak babi benar bisa menghindarkan mereka dari gigitan nyamuk. Atau lebih spesifik, jenis nyamuk yang apa? Pertanyaan-pertanyaan ini, masih membutuhkan kajian dari peneliti, terutama peneliti di Indonesia....