KAIRO, KOMPAS— Milisi-milisi loyalis pemerintah kesepakatan nasional (GNA) pimpinan PM Fayez al-Sarraj yang berbasis di ibu kota Tripoli, Senin (8/4/ 2019), melancarkan serangan balik dan memukul mundur pasukan nasional Libya (LNA) loyalis Jenderal Khalifa Haftar dari sekitar Bandar Udara Internasional Tripoli, 27 kilometer selatan kota Tripoli. Pesawat tempur loyalis GNA menggempur posisi LNA di bandara itu.
Televisi Al Jazeera, Senin kemarin, menyiarkan laporan langsung dari bandara Tripoli setelah bandara itu dikuasai kembali oleh milisi loyalis GNA. Serangan balik milisi loyalis GNA dilancarkan setelah juru bicara milisi loyalis GNA, Kolonel Mohamed Gnounou, dalam konferensi pers di Tripoli, Minggu, mengumumkan operasi militer dengan sandi ”Kemarahan Gunung Berapi” untuk membersihkan kota-kota Libya dari pasukan ilegal.
Operasi Kemarahan Gunung Berapi itu untuk menghadapi operasi militer yang diumumkan Haftar, Kamis (4/4/2019), guna merebut kota Tripoli dengan sandi ”Badai Karamah”. LNA loyalis Haftar bergerak, Kamis lalu, dari arah barat dan selatan menuju Tripoli.
Di arah barat, gerakan LNA terhenti di kota Zawiya, sekitar 45 kilometer barat kota Tripoli, setelah dipukul mundur oleh milisi loyalis GNA yang berbasis di kota Zawiya. Milisi loyalis GNA mengklaim, mereka telah menahan 145 anggota LNA di kota Zawiya. Di arah selatan, gerakan LNA terhenti di bandara internasional Tripoli.
Pertempuran antara LNA loyalis Haftar dan milisi loyalis GNA kini berpusat di Wadi el- Rabeia dan Souq al Ahad secara berurutan berjarak 40 dan 50 kilometer selatan kota Tripoli. Kementerian Kesehatan GNA mengatakan, pertempuran di area selatan Tripoli sejak Kamis lalu menewaskan 25 orang dan menyebabkan 62 orang luka-luka. Pihak LNA mengakui telah jatuh korban tewas 14 orang.
Pertempuran saat ini dikhawatirkan mengganggu pasokan minyak, memicu migrasi ke Eropa, dan mengacaukan rencana PBB untuk menggelar pemilu guna mengakhiri dualisme pemerintahan di wilayah timur dan barat. PBB telah merancang konferensi pada 14-16 April sebagai persiapan pemilu.
Arus pengungsi
Kantor PBB Urusan Kemanusiaan di kota Tripoli menyatakan, 2.800 warga sipil Libya mengungsi dari wilayah pertempuran di selatan kota Tripoli. Utusan Khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salameh, mengungkapkan, kantor PBB tetap beroperasi normal di kota Tripoli setelah milisi loyalis GNA berhasil memukul mundur LNA di front pertempuran selatan dan barat kota Tripoli.
Kecepatan milisi-milisi loyalis GNA melakukan koordinasi dan berhasil membendung gerak maju LNA menuju Tripoli cukup mengejutkan Jenderal Haftar. Milisi loyalis GNA dalam perimbangan kekuatan makin berada di atas angin setelah milisi dari kota Misrata, sekitar 115 kilometer sebelah timur kota Tripoli, dengan cepat bergabung dengan GNA. Milisi Misrata merupakan milisi terkuat di Libya barat saat ini.
Padahal, sebelumnya LNA telah mengklaim menduduki kota Gharyan, 96 kilometer selatan kota Tripoli, Kamis pekan lalu, setelah cukup mulus bergerak dengan cepat menuju arah kota Tripoli hingga mencapai area bandara internasional Tripoli. Bahkan, Jumat lalu, LNA mengklaim berhasil mengontrol bandara Tripoli yang sudah tidak digunakan sejak tahun 2014.
Kecepatan milisi-milisi loyalis GNA melakukan koordinasi dan berhasil membendung gerak maju LNA menuju Tripoli cukup mengejutkan Jenderal Haftar.
Seruan PM Sarraj, Jumat lalu, agar warga Tripoli dan Libya barat berjuang mempertahankan ibu kota Tripoli dari pasukan loyalis Haftar yang datang dari Libya timur segera menyatukan milisi di Tripoli dan Libya barat untuk membendung serangan LNA loyalis Haftar itu.
Padahal, selama ini milisi-milisi di Tripoli dan Libya barat saling bersaing dan bahkan saling berperang satu sama lain.
PM Sarraj berhasil mengembuskan lagi persaingan Libya Timur dan Barat dalam sejarah Libya. Dalam sejarah Libya dikenal adanya persaingan antara Tripolitania (Libya barat) dan Cyrenaica (Libya timur) di semua aspek kehidupan: politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Perang proksi
Pengamat menilai pertarungan di Libya tak terlepas dari persaingan kekuatan-kekuatan asing. Haftar didukung sekutu utama, seperti Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi. Ia ditentang kuat Qatar.
”Pertempuran di Libya berubah menjadi perang proksi di antara rival-rival di Teluk,” kata James Dorsey, peneliti senior di S Rajaratnam School of International Studies, Singapura.
Ali Bensaad, profesor pada French Institute of Geopolitics, menyebut, pemerintahan PM Sarraj mendapat dukungan Italia yang berkepentingan pada cadangan energi Libya melalui perusahaan minyak ENI.
Sejak tumbangnya Moammar Khadafy pada 2011, Libya dilanda perang di antara faksi bersenjata. PBB dan masyarakat internasional dalam konferensi tentang Libya, 17 Desember 2015, di Skhirat, Maroko, membentuk pemerintah kesepakatan nasional (GNA). Namun, GNA gagal menyatukan Libya. (AFP/REUTERS/SAM)