Puluhan pengemudi ojek daring memenuhi gedung utama markas Polda Metro Jaya, Senin (8/4/2019). Mereka ingin melihat langsung konferensi pers mengenai kasus jambret yang menyebabkan pengemudi ojek daring perempuan bernama Ajeng Hendrarthi (21) luka parah, dan penumpang bernama Ria Nurhayati (22) meninggal dunia.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, penjambretan terjadi di jalan layang dari kawasan Menteng, Jakarta Pusat menuju Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/4) sekitar pukul 02.00. Korban berboncengan tiba-tiba dipepet oleh sepeda motor yang dinaiki tersangka MSA (20) dan HRR (17). MSA mendekatkan motornya ke motor korban, kemudian HRR menjambret ponsel milik Ajeng.
MSA menghentikan motor di depan gedung KPK untuk tukar posisi dengan HRR karena merasa sudah aman. HRR yang tadinya membonceng, pindah ke depan. Kedua jambret itu salah memilih korban, karena korban berani mengejar dan memergoki kedua tersangka.
Ajeng meminta agar ponselnya dikembalikan. Alih-alih mengembalikan, tersangka malah mengambil tas milik korban lalu kabur. Ajeng dan Ria kembali mengejar tersangka hingga di depan gedung Wisma Tugu, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Jengkel karena tersangka terus berusaha kabur, Ajeng menabrakkan motornya. “Brak!” Tabrakan keras tak terelakkan yang membuat keempatnya jatuh bergelimpangan.
Jengkel karena tersangka terus berusaha kabur, Ajeng menabrakkan motornya. “Brak!” Tabrakan keras tak terelakkan yang membuat keempatnya jatuh bergelimpangan.
Ajeng, mahasiswi yang bekerja sambilan sebagai ojek daring itu mengalami luka parah dan masih tergolek di RS Pelni. Ria dan HRR meninggal karena kepalanya membentur trotoar. MSA hanya luka ringan.
“Tersangka MSA sudah melakukan 10 kali penjambretan. Saat dikeler (dibawa polisi untuk menunjukkan lokasi menjambret) di daerah Pulogadung, Sabtu (6/4), tersangka melawan sehingga dilumpuhkan. Tersangka meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit,” kata Argo.
Tersangka melawan sehingga dilumpuhkan. Tersangka meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Tidak berani larut malam
Kasus yang menimpa Ajeng membuat para pengemudi ojek daring terutama perempuan semakin hati-hati. Mereka menyiapkan berbagai cara supaya terhindar dari begal atau penumpang yang berniat jahat.
Feni (45), pengemudi ojek daring perempuan, setahun lalu nyaris jadi korban begal. Modusnya menggunakan perempuan yang pura-pura menjadi penumpang. Penumpang itu minta diantar dari Pecenongan ke Mangga Dua. Kemudian penumpang itu mengatakan ponselnya ketinggalan di taksi daring lalu meminta Feni mengejar taksi daring tersebut. Feni mulai curiga.
“Saya infokan ke grup, tolong saya dipantau, saya kirim lokasi saya. Penumpang itu mulai grogi. Sampai daerah Kota Tua, dia minta lewat jalan alternatif. Saya nggak mau karena saya tahu daerah situ. Dia lalu turun, lari bawa helm saya. Kayaknya dia mau ambil motor saya karena saya tidak lihat mobil yang dia cari,” ujarnya.
Feni menuturkan, untuk menghindari begal dia hanya bekerja sampai jam 00.00, bahkan belakangan ini hanya sampai jam 22.00 karena merasa semakin banyak begal. Feni pun memilih mengantar barang atau makanan daripada mengantar penumpang.
“Lebih baik rugi beli makanan daripada saya kenapa-kenapa kasihan anak saya,” kata Feni yang sudah empat tahun “mengaspal”.
Babah Bewok alias Irwanto, koordinator pengemudi ojek daring Jakarta Utara mengatakan, kejadian yang menimpa Ajeng bukan yang pertama.
“Sudah banyak (kejadian) termasuk yang menimpa pengemudi ojek perempuan,” ucapnya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pengemudi ojek daring perempuan yang dikoordinir Irwanto hanya bekerja sampai jam 00.00. Namun, Irwanto tidak bisa melarang kalau ada pengemudi ojek daring perempuan yang bekerja di atas jam 00.00.
“Di perusahaan (GoJek atau Grab) tidak ada batasnya (untuk pengemudi perempuan). Saya tidak bisa melarang karena mereka pagi kerja atau ngurus anak, lalu malam jadi ojek,” kata Irwanto.
Saling memantau
Menurut Irwanto, setiap malam dia memantau posisi para pengojek daring perempuan yang dikoordinirnya. Apabila pukul 01.00 ada pengemudi ojek perempuan belum pulang, Irwanto menelepon pengemudi itu untuk menanyakan posisinya.
“Untuk pengemudi perempuan kalau kerja di atas jam 00.00 informasikan ke teman-temannya. Jangan diam saja. Kedua, harus safety. Kalau meragukan tidak usah. Misalnya minta berhenti di suatu tempat yang bukan tujuannya. Nah itu berbahaya,” lanjutnya.
Feni yang membantu Irwanto mengkoordinir para pengemudi ojek daring perempuan sering menegur anggotanya jika sampai pukul 00.00 masih ada yang “mengaspal”.
Menurut Feni, pengemudi ojek daring perempuan tidak hanya rawan dibegal, tapi juga rawan pelecehan seksual. Oleh sebab itu, para pengemudi ojek daring perempuan harus waspada dan selalu meminta teman-temannya untuk memantau posisinya.
Irwanto mengungkapkan, perusahaan ojek daring memang memiliki satgas untuk memantau para pengemudi, namun satgas itu memiliki keterbatasan. Pengemudi ojek daring pun terancam sanksi penghentian operasional (suspend) apabila menurunkan penumpang atau membatalkan pesanan, namun hal itu lebih baik dilakukan demi keselamatan pengemudi.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary mengimbau para koordinator ojek daring agar menyimpan nomor telepon anggota polisi. Tujuannya agar cepat menghubungi polisi jika terjadi sesuatu.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, terdapat sejumlah pasal untuk menjamin keamanan pengemudi maupun penumpang.
Aturan tersebut antara lain menyebutkan pengemudi dan penumpang dilarang membawa senjata tajam. Perusahaan aplikasi ojek daring harus mencantumkan identitas penumpang yang melakukan pemesanan, kemudian identitas pengemudi dan sepeda motor harus sesuai. Perusahaan aplikasi ojek daring juga harus menyediakan tombol panic button (tombol darurat) untuk penumpang maupun pengemudi.
Aturan untuk melindungi pengemudi ojek daring khususnya perempuan sudah lumayan, tinggal bagaimana pelaksanaannya di lapangan.