Berburu Efek Ekor di Kampanye Akbar
Sebagian calon anggota legislatif memanfaatkan panggung kampanye akbar capres dan cawapres untuk meraih efek elektoral bagi dirinya dan partainya.
Ada yang unik saat calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto disambut tarian adat Gatsi dari suku Marind saat berkampanye di Merauke, Papua, Senin (25/3/2019) lalu. Biasanya, masyarakat Papua menari dengan bebas, dengan baju tradisional. Bahkan, kaum prianya biasanya hanya bertelanjang dada, mengenakan bawahan serupa rok dari rumbai-rumbai, dan koteka.
Namun, sinar mentari yang panas di Bandara Mopah, Merauke, itu juga menyoroti matahari putih yang bersinar di latar warna biru yang menjadi kain ikat kepala para penari suku Marind tersebut. Tidak hanya itu, para penari yang jumlahnya belasan itu juga memakai kaus dengan warna biru putih dan tulisan PAN (Partai Amanat Nasional). Di bagian depan kaus tersebut ada foto perempuan dan tulisan ”Novita Ndiken Calon Anggota DPRD Dapil III Kabupaten Merauke”.
Rupanya, calon anggota legislatif (caleg) itu menjadi salah satu pendukung kedatangan Prabowo ke Merauke. Seorang anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno menuturkan, keterbatasan dana membuat pihak capres hanya membiayai kebutuhan tertentu, seperti akomodasi dan transportasi pesawat ke tempat kampanye.
Sementara itu, untuk acara di lokasi kampanye, hampir semua diurus tim lokal, dalam hal ini bisa caleg atau pengurus partai pengusung setempat. Dalam konteks ini, meski kerja sama terus dijaga, tidak tertutup kemungkinan ada pihak-pihak yang dominan ingin tampil. ”Coba nanti lihat di panggung, siapa yang kelihatan ingin berdiri paling di depan,” seloroh orang ini.
Dalam kampanye di Merauke, para caleg berdiri di tepi panggung menyambut kedatangan Prabowo. Saat Prabowo berpidato, mereka duduk di atas panggung, di belakang podium.
Kondisi serupa terjadi pada kampanye Prabowo di Makassar, 24 Maret. Para caleg juga memenuhi panggung tempat Prabowo berdiri. Prabowo sampai meminta agar mereka duduk sehingga tidak menutup pandangan masyarakat.
Prabowo dalam orasinya tidak secara khusus menyatakan dukungannya terhadap caleg tertentu. Di Makassar, ia hanya meminta agar masyarakat memilih caleg-caleg dari partai Koalisi Adil-Makmur. ”Yang cocok Demokrat pilih Demokrat, yang cocok Partai Amanat Nasional monggo silakan Partai Amanat Nasional, yang cocok PKS pilih PKS nomor 8. Kalau PAN itu nomor 12, Partai Demokrat 14, Berkarya nomor 7, Gerindra nomor 2. Silakan,” tuturnya.
Pelibatan caleg dari partai pendukung juga dilakukan kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Para caleg ini tidak hanya diminta untuk meramaikan suasana kampanye, tetapi juga membantu membiayai kampanye.
Daniel Johan adalah salah satu caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang pernah ikut Jokowi saat berkampanye di Kalimantan Barat. Daniel, yang dapilnya di Kalbar, ikut turun meramaikan suasana bersama caleg-caleg partai pendukung Jokowi-Amin lainnya. Alat peraga kampanye dengan wajah Daniel sebagai caleg pun ikut dipasang di sekitar titik kampanye Jokowi saat itu.
Para caleg biasanya dibebaskan untuk bicara di atas panggung sebelum giliran capres-cawapres. Mereka bisa ikut mengampanyekan dirinya sendiri di hadapan massa yang juga konstituennya. Lewat momentum itu, asosiasi antara caleg dan capres-cawapres bisa terlihat dan tetesan efek ekor jas bisa menguntungkan caleg.
”Tergantung komunikasi dan koordinasi kami dengan panitia saja, tetapi lebih tepatnya caleg pasti diberi ruang untuk bicara,” katanya.
Meski demikian, Daniel mengatakan, semangat dari kampanye akbar tetap untuk memenangkan Jokowi-Amin sehingga tidak semua caleg akan memakai kesempatan itu untuk mengampanyekan diri sendiri. Daniel, misalnya, memilih fokus mengampanyekan Jokowi-Amin. ”Karena semangat utamanya memang untuk kampanye Jokowi-Amin. Tapi, itu tergantung pada pribadi masing-masing caleg, saya sendiri tidak,” ujarnya.
Kontribusi
Adapun biaya kampanye untuk mendirikan panggung akbar, memobilisasi massa, serta berbagai detail kampanye lainnya tidak sedikit. Untuk itu, tim pasangan calon selalu berkoordinasi dengan pihak Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Amin, serta struktur pengurus partai politik pendukung di daerah yang didatangi.
Tidak jarang, caleg partai pendukung juga ikut berpartisipasi. Daniel mengatakan, ketika pasangan calon datang ke dapilnya, para caleg diharapkan bisa ikut meringankan biaya operasional kampanye. Bentuknya tak selalu uang kas, tetapi biaya memasang baliho dan alat peraga kampanye serta mengerahkan warga sekitar untuk hadir. ”Jadi mungkin bentuknya tidak selalu urunan, tetapi secara kreatif dan partisipasi otomatis dari caleg itu sendiri saja,” kata Daniel.
Selain melalui caleg, partai pendukung juga memanfaatkan momentum kampanye akbar pasangan calon untuk menyosialisasikan partainya. Biasanya, ketua umum partai pendukung ikut berkampanye bersama capres-cawapres dan ikut menyampaikan pesan-pesan kampanye. Itu diharapkan bisa memberikan efek ekor jas dari kandidat terhadap partai.
Ini misalnya dilakukan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto saat mendampingi Ma’ruf Amin berkampanye di Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/4). Di sana, Airlangga ikut berpidato.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F Paulus menuturkan, turunnya Airlangga dalam kampanye akbar Jokowi-Amin adalah ikhtiar mengapitalisasi efek elektoral dari Jokowi-Amin untuk Golkar.
Akhirnya, pemilu serentak memunculkan berbagai kreasi baru, seperti penggabungan kampanye pileg dan pilpres. Selain untuk menghemat biaya kampanye, langkah ini juga dilakukan untuk memburu efek ekor jas atau hubungan yang positif antara kekuatan elektoral calon presiden atau calon wakil presiden dan partai politik pendukungnya.