Birokrasi Pemerintahan Membebani Pertumbuhan Ekonomi
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Buku berjudul Kencan dengan Karma yang ditulis Christianto Wibisono mengulas salah satunya tentang inefisiensi birokrasi pemerintahan Indonesia yang membebani pertumbuhan ekonomi. Jika tidak terbebani hal tersebut, perekonomian Indonesia dapat tumbuh 7 persen.
Sorotan tersebut terdapat dalam subbab berjudul \'Aksi Korporasi Indonesia Inc\'. "Kalau tidak terbebani inefisiensi dari elite politik, ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 7 persen," kata Christianto yang ditemui di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Buku "Kencan dengan Karma" diluncurkan dengan ulang tahun Christianto. Nono Makarim, Sri Edi Swasono, Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno, dosen Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono, serta Founder dan Chief Executive Officer Mobiliari Group Millie Lukito hadir sebagai pembahas buku tersebut.
Christianto mengutip angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia, yang saat ini berkisar 6,3-6,4 poin. Dia berpendapat, seharusnya ICOR Indonesia lebih rendah dari 2,3 poin.
Angka ICOR menunjukkan beban investasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Adapun pertumbuhan ekonomi atau PDB Indonesia pada 2018 tercatat sebesar 5,17 persen.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ICOR Indonesia sebesar 6,3 poin. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang rata-rata di bawah 5 persen, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India. (Kompas, 8/2/2019)
Christianto berpendapat, tingginya ICOR Indonesia merupakan imbas inefisiensi birokrasi. "Salah satu sumber inefisiensi adalah mahar elite politik. Hal ini merupakan penyakit dari pemerintahan era terdahulu," ucapnya.
Mahar politik
Menurut Christianto, salah satu indikator mahar politik berpengaruh pada inefisiensi birokrasi ialah, tidak rampingnya susunan kabinet di Indonesia. Padahal, dia harap kabinet mendatang terdiri dari 17 menteri atau hampir setengah dari kabinet saat ini.
Vishnu menambahkan, inefisiensi birokrasi berakar dari modal jadi elite politik atau pejabat pemerintahan. "Tingginya modal untuk menjadi pejabat juga menjadi penghalang bagi akademisi dan praktisi yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mumpuni untuk menjadi pembuat kebijakan negara ini," ujarnya.
Padahal, Vishnu berpendapat, butuh ambisi dari elite politik untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang PDB minimalnya berkisar 15.000 dollar AS (Rp 212,32 juta) per kapita. Saat ini, PDB Indonesia baru mencapai sebesar Rp 56 juta per kapita.
Salah satu harapan dalam reformasi birokrasi bersumber dari sumber daya manusia pelaku usaha rintisan berkelas unicorn yang mayoritas berusia muda, yakni 20 tahun - 40 tahun. "Dalam menjalankan bisnis, mereka sudah matang. Mereka berpotensi menjadi pengambil kebijakan di negeri ini asalkan kemampuan birokrasi mereka diasah," ujar Vishnu.