JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Kementerian Luar Negeri dan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN meresmikan pergantian nama Stasiun Moda Raya Terpadu Sisingamangaraja menjadi Stasiun ASEAN. Nama Stasiun ASEAN menjadi bagian sosialisasi kepada masyarakat bahwa DKI Jakarta juga merupakan ibu kota ASEAN.
Gubernur DKI Jakarta meresmikan pergantian nama stasiun tersebut di Stasiun MRT ASEAN, Jakarta, Rabu (10/4/2019). Acara ini juga dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir dan Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi.
Anies mengatakan, Stasiun MRT ASEAN menjadi salah stasiun yang namanya tidak dikomersialkan. Ia ingin agar masyarakat paham, bahwa Jakarta bukan hanya menjadi ibu kota Indonesia, tetapi juga menjadi ibu kota ASEAN.
"ASEAN tidak membayar apapun untuk penamaan stasiun ini. Penamaan ini juga bertujuan untuk memperkokoh posisi Jakarta sebagai ibu kota ASEAN serta menguatkan komitmen Indonesia untuk tuan rumah yang baik bagi masyarakat ASEAN," ucapnya.
Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara ke-5 yang memiliki MRT. Negara lainnya adalah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina yang telah membangun transportasi publik bawah tanah ini terlebih dahulu.
Sekjen ASEAN Dato Lim Jock Hoi berterima kasih kepada pemerintah atas dibangunnya MRT ini. Ia berharap akan ada lebih banyak pertemuan antar delegasi yang berlangsung tiap tahun di Sekretariat Jenderal ASEAN, Jakarta.
"Tiap tahun ada sekitar 1.600 pertemuan ASEAN dan sekitar 500 pertemuan dilakukan di Sekretariat Jenderal ASEAN, Jakarta. Kami berharap agar jumlah pertemuan bisa lebih ditingkatkan dengan ketersediaan MRT," ujarnya di Stasiun MRT ASEAN, Jakarta, Rabu.
Lokasi stasiun MRT ASEAN persis berada di depan Sekretariat Jenderal ASEAN, Jakarta Selatan. Waktu tempuh perjalanan dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia di Jalan Thamrin menuju Stasiun ASEAN sekitar 15 menit dengan melewati tujuh stasiun.
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan, dengan adanya pembangunan MRT ini, diharapkan bisa meningkatkan kunjungan delegasi ASEAN dan memudahkan mobilitas para anggota delegasi.
"Nantinya, para delegasi yang menginap di hotel-hotel yang dilalui jalur MRT bisa menggunakan moda transportasi ini. Tentunya hal ini bisa menumbuhkan nilai ekonomis dari MRT," katanya.
Integrasi moda
Selain itu, tidak jauh dari Stasiun MRT ASEAN, juga ada Halte CSW TransJakarta yang lokasinya berada di Jalan Sisingamangaraja. Anies menyayangkan, dalam perencanaan pembangunannya, halte transjakarta tidak terintegrasi dengan stasiun MRT.
"Oleh sebab itu, saat ini dalam pembangunan harus mengacu pada kata kunci konektivitas. Desain untuk koneksi dengan halte TransJakarta ini sedang kami buat," ucapnya.
Berdasarkan perencanaan, MRT masuk ke dalam program kawasan transit oriented development (TOD) yang akan saling terkoneksi dengan moda transportasi lain. Konsep tentang pengembangan kawasan TOD itu diatur lebih rinci dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No 44 Tahun 2017 tentang pengembangan kawasan TOD.
Dalam Pasal 5 Ayat (2) disebutkan, suatu kawasan bisa ditetapkan sebagai TOD apabila ada perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih) dengan salah satunya berbasis rel. Sebelumnya, Ketua Komisi Teknis Transportasi Dewan Riset Nasional, Danang Parikesit mengatakan, konsep TOD dapat meningkatkan potensi ekonomi baru di ibukota.
Pengembangan TOD diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan nontiket bagi PT MRT. Danang menyebutkan, dalam model bisnis pengelolaan angkutan berbasis rel, contoh sukses adalah MTR Hongkong. Dengan memaksimalkan pendapatan nontiket, di mana MTR Hongkong mengelola banyak properti di sekitarnya, MTR Hongkong bisa memiliki pendapatan nontiket 70-90 persen. Sisanya baru dari tiket. (Kompas, 10/10/2017).