JAKARTA, KOMPAS - Dalam dua tahun terakhir praktis program penataan kali-kali di Jakarta terhenti karena Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta tidak bisa menjelaskan detil kepada Kementrian PUPR tentang konsep naturalisasi untuk menata kali.
Namun Asisten Sekdaprov DKI Jakarta bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Yusmada Faizal menegaskan DKI tetap berkomitmen mendukung penataan kali- kali itu.
Hal itu, lanjut Yusmada yang ditemui usai rapat kerja dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta, Selasa (09/04/2019), tertuang dalam surat tertulis Gubernur DKI kepada Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) tanggal 27 Agustus 2018.
Dalam surat tentang kelanjutan normalisasi tersebut, disebutkan, seperti disebutkan dalam RPJMD bahwa Pemprov DKI berencana melakukan program naturalisasi sungai. Dalam pengembangan dan implementasi DKI akan berkoordinasi.
Sejalan dengan itu Pemprov DKI tetap mendukung penuh Kementerian PUPR dalam melaksanakan program normalisasi kali Ciliwung. Dukungan tersebut direalisasikan dalam bentuk penyediaan anggaran pembebasan lahan. Tahun 2018 ada Rp 488 miliar. Tahun ini pun diteruskan.
Pembebasan lahan untuk 2018 diprioritaskan pada beberapa lokasi di Jakarta Selatan, kelurahan Tanjung Barat, Pejaten Timur, Bukit Duri Jakarta Timur, Kelurahan Gedong Balekambang, Cawang, Kampung Melayu, dan Bidara Cina.
"Dalam melaksanakan kegiatan normalisasi kali kami menyarankan agar pembangunan fisik yang menggunakan material yang bersifat alami dan ramah lingkungan serta prosesnya dilaksanakan secara manusiawi," baca Yusmada yang saat ini juga bertugas sebagai PLT Kepala Dinas SDA DKI atas surat tersebut.
Yusmada membacakan surat tersebut setelah berkali-kali ditanya media tentang komitmen DKI menata kali, juga dimintai keterangan detil tentang konsep naturalisasi yang dimaui Anies Baswedan serta perbedaan mendasar dengan normalisasi.
Kalau selama ini seperti yang diberitakan, sebagai upaya mencegah banjir, BBWSCC berupaya mengembalikan lebar kali melalui normalisasi. Caranya adalah merelokasi warga dan menggusur hunian liar yang banyak terdapat di sepanjang bantaran kali, supaya lebar kali yang sangat menyempit kembali ke lebar semula.
Badan air lalu dikeruk dan tebing-tebing kali diperkuat dengan sheet pile atau tanggul beton. Di Kali Ciliwung, upaya normalisasi berhasil meminimalkan limpasan air banjir dan mengalirkan debit air banjir.
Dalam berita-berita tentang Anies sejak masa ia berkampanye, cara menata kali yang dilakukan selama ini dinilai tidak manusiawi lantaran ada penggusuran.
Yusmada menerangkan, DKI mau membangun SDA dengan konsep natural. "Pembangunan terpadu harus semua, karena konsep kali itu adalah konsep ruang," jelasnya kepada media.
Menurut Yusmada, kedua konsep baik normalisasi ataupun naturalisasi itu saling berhubungan. Salah satu hubungan di antara kedua konsep itu, ujar Yusmada, adalah bahwa pada konsep naturalisasi pembetonan dinding kali tetap dilakukan untuk mencegah longsoran. Terutama di tebing-tebing yang dinilai rawan.
Selain itu, kata Yusmada, seperti normalisasi, naturalisasi juga membutuhkan pelebaran badan kali. Artinya, akan ada relokasi warga yang tinggal di bantaran kali.
Namun, untuk relokasi, Pemprov DKI akan melakukannya dengan cara yang manusiawi. "Ketika kami mau melebarkan kali, kami bersentuhan dengan warga. Maka kami lakukan (relokasi) dengan cara-cara manusiawi," kata Yusmada.
Pelebaran kali yang diawali dengan relokasi warga itu, jelas Yusmada, akan dilakukan setelah ada kajian soal debit air yang masuk ke Jakarta. Menurut Yusmada, debit air hujan yang masuk ke Jakarta akan menurun 30 persen setelah dua waduk di Bogor rampung, yaitu Waduk Ciawi dan Waduk Sukamahi.
Saat debit air sudah berkurang, imbuh Yusmada, apakah pelebaran kali diperlukan? "Ya nanti kami analisis dulu," ujar Yusmada.