Pasukan Khusus TNI Terus Bekerja dalam Sunyi
Tiga puluh delapan tahun silam, tepatnya pada tanggal 31 Maret 1981, Pasukan Khusus TNI dari Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha)--kini Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI--berhasil membebaskan pesawat Garuda DC-9 Woyla yang dibajak kelompok teroris.
Keampuhan pasukan khusus TNI dipuji dunia dalam operasi yang dipimpin Mayjen TNI Benny Moerdani dan Letkol Inf Sintong Panjaitan tersebut. Mereka berhasil membebaskan 57 penumpang dengan korban jiwa satu orang di pihak sandera dan seorang prajurit Kopassandha. Sedangkan di pihak teroris yang membajak pesawat, empat orang tewas dalam serbuan kilat pasukan khusus TNI.
Awal pekan ini, Selasa pagi (9/4), pasukan khusus TNI dari Kopassus, Detasemen Jala Mangkara TNI AL, dan Paskhas TNI AU, bersama-sama menggelar latihan antiteror di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. Dalam serbuan dari udara, darat, dan laut tersebut, pasukan khusus TNI dalam hitungan kurang dari 5 menit berhasil mendarat di atap gedung setelah meluncur dari helikopter dan menyerbu bagian dalam hotel setelah masuk dari arah dinding luar pada ketinggian 30 meter lebih.
Sebelumnya, penembak jitu dari Kopassus, Paskhas, dan Detasemen Jala Mangkara bergantian melumpuhkan pengintai teroris dengan tembakan lebih dari 1.500 meter dalam kondisi hembusan angin yang cukup kuat di Pantai Ancol.
Selanjutnya, operasi yang disaksikan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan para pejabat TNI tersebut, diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit dengan diikuti pembersihan daerah operasi yang diskenariokan sempat dikuasai teroris. Anjing tempur, hingga satuan penghancur bahan peledak (EOD-Explosive Ordnance Disposal) dari TNI AL menghancurkan bahan peledak yang ditinggalkan teroris di lokasi serbuan.
Tidak Hanya Latihan
Berulangkali latihan antiteror digelar pasukan khusus TNI dalam sepuluh tahun terakhir. Namun, jarang terdengar pelibatan pasukan khusus TNI dalam operasi-operasi antiteror dan situasi penyanderaan. Terlebih setelah Densus 88 Anti Teror Polri aktif beroperasi melumpuhkan jejaring teroris pasca teror Bom Bali I dan Bom Bali II.
Sesungguhnya, pasukan khusus TNI, sebagai unit, individu, atau pun terlibat di Bawah Kendali Operasi (BKO) tetap terlibat dalam berbagai operasi antiteror dan situasi penyanderaan di Indonesia dan manca negara dalam lima tahun terakhir. Penulis sempat terlibat langsung dalam beberapa operasi antiteror dan situasi sandera yang melibatkan pasukan khusus TNI dan penindakan oleh pasukan khusus TNI di dalam dan luar negeri.
Semisal dalam sebuah serangan teror di wilayah Depok. Usai penyanderaan, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengucapkan terima kasih kepada Kopassus dan Korps Marinir. Ketika itu, ratusan awak media dalam dan luar negeri berkumpul di depan lokasi yang diserang dan disandera kelompok teroris.
Para awak media tidak menyadari, ketika serbuan terjadi pada dini hari terhadap kelompok teroris, ada serbuan pasukan yang menumpang kendaraan taktis Casspir buatan Afrika Selatan. Kendaraan taktis tahan ranjau tersebut hanya digunakan Kopassus TNI AD di Indonesia.
Usai operasi tersebut, Danjen Kopassus Mayjen (TNI) Eko Mardiono mengatakan, dirinya tidak boleh menyatakan apa-apa karena Pasukan Khusus sifatnya rahasia dan tertutup.
Sedangkan Panglima TNI Marsekal (TNI) Hadi Tjahjanto hanya menyampaikan singkat terima kasih atas ucapan selamat dan doa yang diberikan kepada personil TNI tanpa memberikan rincian apa yang sudah dilakukan.
Sebelum serbuan tersebut, beberapa perwira senior Kopassus yang sedianya bertemu dengan penulis mendadak membatalkan janji. Penulis mengirim teks pesan dengan ucapan “Stay safe dan sukses”. Para personil pasukan khusus tersebut menjawab terima kasih.
Para personil pasukan khusus TNI juga terlibat dalam negosiasi hingga penjemputan sandera Abu Sayyaf tahun 2016. Ketika itu, penulis sempat berangkat bersama rombongan perunding dan personil TNI dari pasukan khusus TNI yang mengemban misi mengamankan dan menjemput sandera.
Mereka berangkat berpakaian preman. Ketika berada di pesawat dari Jakarta ke Manila lalu dari Manila ke Zamboanga di Mindanao, mereka duduk terpisah serta tidak saling menegur tetapi saling mengawasi dan menjaga. Mirip dalam film-film operasi intelijen militer seperti film Munich tentang intelijen Israeld dalam Operasi Mossad mengejar teroris yang menyerang Olimpiade Munich tahun 1972.
Para personil pasukan khusus tersebut pun berhasil mengemban amanah dan mendampingi para sandera yang diantar lewat laut dan dijemput dengan KRI yang berangkat dari Lanal Tarakan di Kalimantan Utara.
Awal Maret 2019, pasukan khusus TNI yang membantu Satgas Tinombala memburu teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dulu dipimpin Santoso dan wakilnya “Jagal Poso” Barok alias Rangga, berhasil disergap. Penyergapan berlangsung dua kali di bulan Maret 2019 dan menewaskan beberapa teroris ganas MIT yang kerap memenggal warga di Poso.
Tim pasukan khusus tersebut dipimpin seorang Kolonel dari Kopassus yang beberapa tahun silam juga berhasil melumpuhkan Rangga di Simpang Angin bulan Mei tahun 2017.
Penulis diajak tim pasukan khusus dan intelijen TNI Angkatan Darat ke lokasi penyergapan dan operasi perburuan Rangga alias Barok yang mengkombinasikan kemampuan perang rimba dan penggunaan teknologi informasi hingga drone oleh tim pasukan khusus TNI tersebut.
Mereka memburu teroris di hutan rimba lebat di ketinggian lebih dari 1.000 meter dengan cuaca yang ekstrim dan menumpang helikopter yang rawan ditembak oleh gerombolan teroris MIT.
Rangkaian operasi-operasi tersebut terus digelar secara diam-diam sesuai prinsip pasukan khusus TNI yang terus berjuang dan berkorban dalam sunyi. Kemampuan tempur dan mental intelijen yang berprinsip berhasil tidak dipuji, hilang tidak dicari, gagal dicaci maki adalah jiwa Pasukan Khusus TNI. Mereka tidak hanya sekadar berlatih dan berlatih. Aksi mereka ada dan selalu siaga bagi Bangsa Indonesia.