Solidaritas Ada dari Perjumpaan di Kereta
Perjumpaan antarpenumpang kereta rel listrik atau KRL tanpa disadari menumbuhkan solidaritas antarsesama. Hal itu tak terkecuali Novi Dyan (30), pengguna KRL yang kini aktif di Komunitas Commuter Line Mania (CL Mania). Lewat komunitas itu, Novi semakin luas memiliki jaringan antarpengguna kereta.
Selasa (2/4/2019), pukul 17.00, saat pulang dari kantor, Novi bergegas menuju Stasiun Mangga Besar, Jakarta Pusat. Kelelahan sehari bekerja mendorong perempuan pekerja kantoran itu ingin cepat tiba di rumah.
Baca juga: Jangan Ada Lagi Petaka di Jalur Kereta
Saat masih menunggu KRL, petugas stasiun melalui pelantang suara menyampaikan informasi sekaligus permohonan maaf. Pengoperasian kereta terhambat, ada gangguan listrik aliran atas di antara Stasiun Bekasi dan Stasiun Tambun sejak pukul 15.30. ”Saya turun di Stasiun Bekasi, masih aman,” kata Novi kepada diri sendiri.
Tak lama kemudian, dia kembali mendapat informasi kalau ada gangguan lain pada rel kereta. Ada rel yang patah di antara Stasiun Cakung-Bekasi. Hal itu berarti perjalanan kereta relasi Jakarta-Bekasi hanya sampai di Stasiun Cakung.
Baca juga: Mencari Aman di Jalur Sesak
Sebagai pendatang, yang baru tiga tahun tinggal di Bekasi pada 2015, dia kebingungan. Perempuan itu tak biasa menggunakan moda transportasi lain selain KRL. Jika menggunakan sepeda motor, itu juga karena dibonceng suami. Layanan ojek daring yang menjamur juga tak biasa dia gunakan.
”Saat itu benar-benar kebingungan. Belum lagi hampir 1,5 jam saya tertahan di tiga stasiun. Mau duduk pun, saya kasihan dengan penumpang yang sudah tua. Mereka lebih membutuhkan,” kata perempuan pekerja kantoran di Jakarta Pusat itu.
Pertolongan datang
Kecemasan Novi tak bertahan lama. Ada pesan masuk beruntun ke telepon selulernya melalui aplikasi percakapan Whatsapp. Mereka merupakan sahabat Novi yang tergabung dalam Komunitas CL Mania.
”Enggak usah khawatir. Ada teman yang udah nunggu di Stasiun Cakung. Nanti kamu diantar sampai rumah,” kata salah satu anggota CL Mania melalui aplikasi Whatsapp kepada Novi.
Meskipun saat tiba di Stasiun Cakung Novi dijemput suami, setidaknya dia merasakan kepedulian yang terjalin melalui komunitas pengguna moda transportasi massal berbasis rel. Pengguna kereta seperti Novi tak perlu cemas jika ada hambatan dalam perjalanan. Berbagai anggota komunitas secara sukarela tiba-tiba bermunculan dan siap membantu.
Baca juga: Tips Menghindari Pelecehan Seksual dalam Kereta
Misalnya yang dilakukan Pandu Aji Prakoso, anggota Forum Pecinta dan Pengguna Kereta Api (FPPKA). Saat rel patah di Stasiun Cakung, meski Pandu terjebak bersama ribuan penumpang lain, dia tak terburu-buru mencari angkutan transportasi lain agar tiba di rumah.
Dia membantu petugas keamanan stasiun menenangkan ribuan penumpang yang panik dan kebingungan mencari moda transportasi lain. Dia juga berkali-kali keluar masuk ruangan kepala stasiun mengecek perkembangan perbaikan jalur kereta.
”Waktu itu kereta baru kembali beroperasi sekitar pukul 21.30. Saya dengan beberapa teman membantu petugas menenangkan ribuan penumpang sampai semua akhirnya bisa diangkut,” kata mahasiswa Universitas Gunadarma, Depok, itu.
Kisah Novi dan Pandu hanya contoh sederhana solidaritas yang terjalin antarsesama pengguna yang setiap hari bertemu di kereta. Walau masing-masing mengakhiri perjalanan di stasiun yang berbeda, mereka merasa senasib.
Baca juga: Cinta Mati pada Kereta Rel Listrik
Situasi yang dialami bersama setiap hari, seperti berdesakan di dalam kereta, tertahan berjam-jam ketika ada gangguan, dan mendapat perlakuan tak mengenakkan dari pihak yang tak bermoral, dianggap sebagai masalah bersama. Mereka tak ingin ada pengguna yang beralih ke moda transportasi lain, apalagi transportasi privat.
Masalah itu justru kian merekatkan hubungan mereka untuk bersama-sama membantu PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencari solusi. Mereka bertindak sebagai pendengar dan perpanjangan tangan bagi pengguna yang tak mampu bersuara.
Terus berkembang
Data PT KCI menyebutkan, saat ini terdapat 19 komunitas pengguna kereta yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sebagian dari komunitas itu terus menjalin solidaritas dan kini meluas ke sejumlah daerah di Indonesia, seperti Merak, Bandung, Sukabumi, dan Bali.
Misalnya, Komunitas Edan Sepur Indonesia. Awalnya didirikan lima pemuda pada 2009 yang sering menggunakan kereta dari Stasiun Jatinegara. ”Mereka dulu kadang pakai kereta karena ada keperluan. Ada kalanya iseng saja naik kereta untuk jalan-jalan,” kata anggota Edan Sepur, Ikhsan R Dwijaksono.
Ikhsan bercerita, aktivitas lima pemuda saat menggunakan kereta mereka abadikan dengan kamera. Hasil jepretan dibagikan melalui aplikasi Facebook. Unggahan itu rupanya menarik perhatian pengguna media sosial.
Tawaran untuk bergabung pun mengalir. Kini, anggota komunitas itu telah mencapai 5.000 orang dan tersebar di seluruh Indonesia. Adapun di Jabodetabek tercatat sekitar 1.000 anggota.
Komunitas itu kini merambah ke kegiatan yang lebih serius. Melalui aplikasi Whatsapp, mereka secara rutin berbagi informasi terkait jadwal dan gangguan operasional kereta di sejumlah lintasan pada waktu tertentu. ”Kami tiap tiga bulan turun ke pelintasan kereta yang rawan kecelakaan. Di sana, kami menyosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak menerobos palang kereta,” kata lelaki berusia 23 tahun itu.
Hal serupa dilakukan komunitas Anak Kereta (Angker) yang didirikan Fikri M Gua (25), warga Bekasi, pada Juli 2018. Komunitas ini berfungsi sebagai pusat sirkulasi informasi terkini terkait perjalanan kereta api, seperti gangguan perjalanan, jadwal, serta tips dan trik menghindari jalur yang dilalui kereta jarak jauh.
Komunitas Anker awalnya hanya sebagai tempat berselancar para pengguna KRL melalui akun Twitter @ankertwitter. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini terus berkembang dan kini mempunyai 1.050 anggota.
Anggota komunitas itu sering berkumpul dan berbagi pengalaman unik naik KRL, mulai dari pelayanan hingga perilaku penumpang. Misalnya perilaku sebagian penumpang yang asyik menonton film dewasa. Ada juga sikap saling sindir karena berebutan tempat duduk.
Mereka juga berbagi rekomendasi tentang kuliner yang nikmat dan memanjakan lidah. Kuliner itu dapat dinikmati dengan harga terjangkau di Stasiun Tebet dan Pondok Cina. Kuliner di sana sangat digemari penumpang KRL.
Buka posko
Aktivitas sebagian komunitas itu tak sebatas aktivitas KRL di Jabodetabek. Seiring makin meluasnya jumlah anggota di luar Jabodetabek, kegiatan mereka pun terus berkembang. Menurut Ketua Forum Railfans Daop I Febryan Yuda Pratama, ada sekitar 15 komunitas yang berada dibawa forum Railfans Daop I.
Forum itu rutin membantu pemerintah setiap Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. ”Kami biasanya buka posko di Stasiun Senen dan Stasiun Gambir. Kalau ada penumpang yang kesulitan bawa koper, anggota kami siap membantu. Kami rutin menginformasikan jam keberangkatan dan jalur peron kereta jarak jauh yang akan berangkat,” tuturnya.
Adapun di Jabodetabek, saat terjadi gangguan perjalanan, Forum Railfans Daop I bertugas memastikan kalau sudah ada anggota komunitas terdekat yang tiba di lokasi. Anggota itu selain memberi bantuan, juga mengirim informasi ke Railfans Daop I untuk diteruskan kepada anggota komunitas lain.
”Jika ada kecelakaan serius, dan butuh banyak sukarelawan, kami saling koordinasi untuk mengirim anggota ke sana. Nanti mereka bantu evakuasi korban atau bersama petugas membersihkan jalur kereta,” ujarnya.
Menurut Febriyan, lahirnya berbagai komunitas dengan jumlah anggota yang setiap saat bertambah menunjukkan kalau masyarakat kian peduli dengan transportasi publik di Indonesia. Persoalan transportasi merupakan masalah bersama demi menyiapkan transportasi yang lebih nyaman, aman, dan berwibawa di masa depan. ”Suka atau tidak, KRL adalah salah satu transportasi masa depan di Indonesia,” ucap Febryan.