Prioritas Kami
Menjadi prioritas idealnya menjadi yang diutamakan. Begitu juga moto PT Kereta Api Indonesia yang berniat luhur menjadikan penumpang atau juga konsumennya, sebagai prioritas. Idealnya, prioritas di perkeretaapian itu diikuti dengan jaminan keandalan perjalanan dan juga keselamatan.
Perjalanan kereta rel listrik (KRL) menjadi tumpuan sekitar 1 juta penumpang saban hari. Hilir-mudik kereta yang bisa memangkas waktu tempuh dan tarif terjangkau telah menjadi solusi bagai para pekerja komuter, pelajar dan mahasiswa, hingga warga yang ingin silaturahmi. Di akhir pekan, KRL merupakan angkutan wisata bagi sebagian orang.
Jangkauan KRL yang kian luas juga makin memperlebar area mobilitas warga yang bisa difasilitasi.
Sejak 1 April 2015, KRL menjangkau Stasiun Cibinong dan Stasiun Nambo, Kabupaten Bogor.
Tepat dua tahun kemudian, 1 April 2017, KRL menggantikan kereta api lokal untuk melayani rute Tanah Abang-Rangkasbitung. Rute hingga Stasiun Rangkasbitung di Kabupaten Lebak ini merupakan perpanjangan dari rute KRL sebelumnya yang mencapai Stasiun Maja.
Pada 8 Oktober 2017, giliran KRL lintas timur yang memperpanjang rutenya dari Bekasi menjadi Stasiun Cikarang.
Perluasan rute itu tak ayal membuat orang semakin banyak memakai KRL. Bila pada April 2015, rata-rata 800.000 penumpang memakai KRL, maka tahun 2017 sudah 850.000 penumpang sehari. Jumlah pemakai KRL terus bertambah hingga kini sekitar 1 juta penumpang per hari.
Penambahan panjang lintas ini juga diikuti penambahan perjalanan KRL. Pada 1 April 2015, tercatat 872 perjalanan KRL dalam sehari. Sejak September 2018, saban hari ada 938 perjalanan KRL.
Perluasan jangkauan KRL tentunya diikuti dengan penambahan prasarana atau infrastruktur penunjang perjalanan kereta listrik. Jumlah perjalanan yang terus bertambah tentunya menuntut perawatan yang prima, baik prasarana maupun sarana alias kereta yang dipakai mengangkut penumpang.
Temuan dan rekomendasi
Sayangnya, gangguan dalam perjalanan KRL masih saja ada. Cuitan di akun Twitter @CommuterLine menunjukkan sedikitnya 171 gangguan perjalanan KRL sepanjang tahun 2019. Rinciannya adalah 71 gangguan prasarana, 85 gangguan sarana, dan 15 faktor eksternal.
Gangguan prasarana antara lain gangguan pada rel, listrik aliran atas (LAA), atau gangguan pada wesel pemindah arah kereta.
Adapun gangguan eksternal antara lain adanya kendaraan mogok di pelintasan sebidang, pohon atau baliho tumbang, genangan air, dan kebakaran di sekitar jalur kereta.
Gangguan perjalanan bukanlah hal baru. Beberapa gangguan bahkan menjadi catatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
KNKT lewat situsnya https://knkt.dephub.go.id antara lain menyoroti kejadian patahnya pantograph KRL dengan nomor perjalanan KA 2030 di antara Stasiun Sudimara–Stasiun Serpong, 3 Maret 2018.
KNKT antara lain merekomendasikan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan untuk melakukan sertifikasi terhadap tenaga perawatan prasarana dan tenaga pemeriksa prasarana di lingkungan Daop 1 Jakarta terutama yang membidangi listrik.
PT KAI juga direkomendasikan membuat prosedur perbaikan terhadap jaringan transmisi tenaga listrik apabila terdapat gangguan.
Senior Manager Komunikasi PT KAI Daop 1 Eva Chairunisa, Selasa (9/4/2019), mengatakan, pihaknya sudah menjalankan rekomendasi KNKT itu. "Dari sisi prasarana, kami sudah melakukan perawatan berkala sesuai siklus LAA dan jalan-jembatan."
Rekomendasi dari KNKT diharapkan menjadi upaya menjamin keselamatan perjalanan dan pengguna KRL.
Tentu saja, faktor lain yang dibutuhkan adalah adanya tenaga yang mumpuni untuk menjaga seluruh sistem KRL ini berjalan prima, ketersediaan dana yang memadai untuk melakukan perawatan, serta pengawasan dari regulator.
Peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang berpendapat, keandalan prasarana kereta api masih minim. Prasarana perlu diremajakan karena rata-rata usianya sudah di atas 20 tahun. Jangan sampai, permasalahan cuaca dan sterilisasi di sekitar jalur mengganggu perjalanan kereta.
“Untuk prasarana KRL di lintas barat Jakarta-Rangkasbitung itu sudah sangat tua, hampir 25 tahun operasionalnya. Dan di situ seringkali terjadi gangguan, makanya memang sangat membutuhkan peremajaan,” kata Deddy.
Deddy juga menilai proses pemberian biaya operasional dan perawatan prasarana (infrastructure maintenance and operation/IMO) yang dilakukan PT KAI harus diaudit. Dengan demikian, gangguan dan kerusakan prasarana yang selama ini terjadi bisa dievaluasi dan dicari penyebabnya.
Keterbukaan data
Sayangnya, kondisi prasarana dan sarana serta perawatan KRL kini tidak mudah lagi diakses langsung dari perusahaan, baik PT KAI maupun anak perusahaannya PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
Pengamat perkeretaapian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Taufik Hidayat meminta operator KRL merilis data gangguan KRL per triwulan. Adapun rilis yang dibutuhkan adalah penjelasan terkait lokasi gangguan dan penyebab gangguan.
“Jangan yang baik-baik saja ditampilkan. Ketika KRL mogok, ujug-ujug nyalahin alam. Harus dijelaskan, mengapa petir bisa sampai mengganggu jalannya KRL,” katanya.
Menurut Taufik, ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Salah satu asas penyelenggaraan perkeretaapian menurut Undang-undang itu adalah transparansi. Yang dimaksud dengan transparansi adalah penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
“Keselamatan perkeretaapian tidak akan tercapai tanpa partisipasi publik,” ucapnya.
Anggota Komunitas Anak Kereta, Fikri Muhammad Ghazi (25), berharap, operator maupun pemerintah merilis data gangguan KRL secara periodik. Ini untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan KRL. “Gangguannya apa saja, mitigasinya bagaimana. Ke depan ini menjadi bahan diskusi pengguna dan penyedia jasa.”
Semua itu tak lain untuk memprioritaskan kepentingan dan keselamatan penumpang. (ART)