JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran LinkAja sebagai salah satu pelaku teknologi finansial pembayaran perlu disertai kematangan ekosistem terpadu. Ketidakpaduan ekosistem pembayaran akan menyulitkan masyarakat pengguna.
Selain LinkAja, contoh teknologi finansial (tekfin) pembayaran lainnya ialah Gopay dan Ovo. ”Bank Indonesia (BI) perlu membuat aturan sistem pembayaran berbasis elektronik yang difasilitasi oleh pelaku tekfin,” kata Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Menurut Aviliani, ada dua aspek yang perlu segera diatur oleh BI, yakni issuer (penerbit) dan acquiring. Secara sederhana, penerbit berarti pelaku penyedia tekfin dan acquiring berarti mesin pembayaran yang digunakan oleh masyarakat saat bertransaksi.
Berdasarkan pengamatan Aviliani, saat ini mayoritas penerbit tekfin pembiayaan memiliki mesin acquiring masing-masing. Belum ada satu mesin acquiring yang dapat mengakomodasi transaksi dari semua tekfin pembiayaan yang ada.
Oleh sebab itu, Aviliani menilai, aturan BI tersebut akan memicu ekosistem pembayaran terintegrasi berbasis tekfin. Wujudnya berupa satu mesin acquiring bisa dimanfaatkan untuk setiap penyedia pembayaran tekfin.
Integrasi ekosistem pembayaran berbasis tekfin bertujuan agar tidak menyulitkan masyarakat dalam bertransaksi. ”Jika setiap penyedia memiliki mesin acquiring masing-masing di tempat transaksi, seperti kasir, pengguna mesti memiliki sebanyak-banyaknya tekfin pembayaran,” ucap Aviliani.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, LinkAja akan fokus untuk pembayaran kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO). ”Kalau di ranah pembayaran komersial konsumer, kami mesti menghadapi perang diskon yang mahal,” ucapnya.
Contoh layanan PSO yang dapat memanfaatkan LinkAja ialah membayar jasa jalan tol dan isi bensin di SPBU milik Pertamina. Selain itu, LinkAja juga dapat dimanfaatkan untuk menggunakan jasa kereta rel listrik (KRL) dari PT Kereta Commuter Indonesia (Persero).
Pengguna aktif
Saat ini, Kartika mengatakan, LinkAja tengah memasang teknologi berbasis identifikasi frekuensi radio (RFID) di sejumlah titik transaksi. ”LinkAja juga sedang tes RFID untuk transaksi penggunaan jalan tol,” ujarnya.
Dari potensi pengguna sebanyak 25 juta akun, Kartika mengatakan, saat ini jumlah pengguna aktif bulanannya berkisar 2 juta-2,5 juta akun. Pada akhir 2019, pihaknya menargetkan jumlah pengguna aktif bulanan LinkAja berkisar 5 juta-10 juta akun.
Menurut Kartika, LinkAja juga diharapkan dapat meningkatkan inklusivitas keuangan masyarakat karena pengguna LinkAja dapat didorong memiliki rekening perbankan badan usaha milik negara (BUMN). Bagi pengguna yang sudah memiliki rekening bank BUMN, LinkAja akan terintegrasi dengan rekening. Integrasi ini ditargetkan selesai pada semester II-2019.