Lebih dari empat bulan dibentuk, Tim Gabungan Pencari Fakta kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, terus fokus memburu fakta dan bukti-bukti hingga 7 Juli mendatang, batas terakhir masa kerja tim. Mereka memeriksa para saksi hingga ke sejumlah daerah demi terungkapnya kasus Novel.
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel dibentuk oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian melalui Surat Tugas Kapolri Nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 pada 8 Januari 2019. Tim yang bertugas selama enam bulan tersebut dibentuk berdasarkan rekomendasi dari tim pemantauan kasus Novel oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
TGPF terdiri atas 65 anggota yang terdiri dari unsur Polri, KPK, dan pakar. Hendardi, selaku juru bicara TGPF yang juga anggota tim pakar, mengungkapkan, langkah pertama setelah dibentuk, tim langsung mendalami hasil penyelidikan dari Polri, Komnas HAM, dan Ombudsman yang sudah dilakukan sebelumnya.
Tim pakar bahkan mengulang penyelidikan tersebut sekaligus menepis ada dugaan politisasi yang kerap dituduhkan kepada Polri selama hampir dua tahun menyelidiki kasus Novel. Dalam penyelidikan ulang, tim pakar juga memiliki wewenang untuk melibatkan Polri atau memeriksa secara independen.
”Kami mengulang dan menambah pemeriksaan kepada saksi-saksi dari awal, termasuk reka ulang TKP,” katanya.
Sejauh ini, TGPF telah melakukan penyelidikan hingga ke empat daerah, yakni Malang, Bekasi, Sukabumi, dan Ambon. Telah ada 10 saksi yang tuntas diperiksa dari 20-25 saksi yang direncanakan. Mereka diselidiki melalui mekanisme pemeriksaan ulang, tambahan, ataupun baru. Jumlah itu bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan kebutuhan.
Hal itu yang menyebabkan proses penyelidikan terkesan berlarut-larut sebab mereka harus memburu para saksi yang berpindah alamat ke luar kota. Selain itu, kedatangan TGPF ke empat kota juga dalam rangka melakukan uji alibi. Hal itu dilakukan lantaran banyak saksi yang memberikan alibi dalam pemeriksaan sebelumnya. Alibi tersebut dianggap bisa menjadi titik balik pengungkapan alat bukti.
”Tidak tertutup kemungkinan kami mendapatkan cerita baru dari cerita polisi,” katanya.
Setiap kota ada lebih dari satu saksi yang sudah diperiksa. Dalam beberapa waktu ke depan, tim juga akan memburu saksi tunggal di Jawa Tengah yang kemungkinan besar menjadi titik terakhir.
Setelah itu, tim pakar akan melakukan pembahasan hasil laporan sementara secara internal. Laporan tersebut akan diuji di depan tim panel ahli dan penyidik. Jika sesuai jadwal, proses itu akan dilakukan akhir April 2019.
Tidak tertutup kemungkinan kami mendapatkan cerita baru dari cerita polisi.
TGPF juga akan bertemu dengan Komnas HAM dan KPK akhir bulan ini. Pertemuan dengan Komnas HAM dilakukan dalam rangka mendiskusikan tentang hasil penyelidikan masing-masing. Sementara itu, pertemuan dengan KPK bertujuan mengusut beberapa kasus korupsi yang kemungkinan berhubungan dengan kasus Novel.
”Kami juga menyurati Singapore General Hospital yang merawat Novel untuk meminta data tambahan,” kata juru bicara Tim Pakar TGPF, Nur Kholis.
Selain itu, tim pakar TGPF juga tengah menguji kembali tentang kamera pemantau (CCTV) yang menangkap peristiwa penyiraman wajah Novel. Mereka sedang berkoordinasi dengan lembaga terkait dari dalam dan luar negeri. Mereka memandang CCTV sebagai alat bukti yang otentik.
TGPF juga akan menguji kembali soal zat yang digunakan dalam penyiraman tersebut. Selain memeriksa juga hasil uji laboratorium dari Polri, mereka juga akan melibatkan lembaga alternatif dan ahli untuk menjelaskan hal spesifik tersebut.
Meski pembentukan TGPF kerap dituding sebagai upaya politisasi, Hendardi menegaskan bahwa timnya selalu bekerja dengan bekal optimisme. Ia juga membuka kesempatan bagi semua pihak yang memiliki informasi agar menyampaikannya kepada TGPF supaya ditindaklanjuti, termasuk Novel.
”Kami jamin akan bekerja secara independen. Kami tidak ingin bekerja dengan dikendalikan kepentingan-kepentingan tertentu,” kata Hendardi.
Komnas HAM dalam kasus ini memegang peran sebagai pengawas. Sebagai mantan ketua tim pemantau Komnas HAM yang memberi rekomendasi kepada Kapolri, Sandrayati Moniaga mengingatkan, penyelidikan kasus Novel tidak boleh dibiarkan berlarut. Jika itu terjadi, pengungkapannya akan menjadi semakin kompleks.
”Semakin lama upaya pembuktian, semakin sulit untuk mengungkap karena alat bukti pasti ada batasnya,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal tersebut.
Oleh karena itu, ia mendorong agar penyelidikan oleh TGPF dipercepat. Komnas HAM juga akan terus mengikuti perkembangan dan mengawasi. Jika sesuai dengan rencana, mereka akan bertemu dengan TGPF untuk membicarakan perkembangan terakhir.
Dalam hal ini, Komnas HAM menilai, Novel dan para penggiat antikorupsi lainnya sebagai para pembela hak asasi manusia karena memperjuangkan pemerintahan yang bersih. Dengan pemerintahan yang bersih tersebut, hak-hak warga akan terpenuhinya.