JAKARTA, KOMPAS — Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mulai menata kali di Jakarta setelah proses pembebasan lahan selesai dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pembebasan lahan dibutuhkan di sungai yang mengalami penyempitan.
Bambang Hidayah, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Rabu (10/4/2019), mencontohkan, lebar Sungai Ciliwung akan dikembalikan menjadi 35-50 meter. Tujuannya supaya kapasitas tampung air meningkat.
Pembebasan lahan dibutuhkan karena pinggiran sungai di Jakarta kini dipadati bangunan. Bibir sungai sekarang tegak dan curam sehingga harus diperkuat agar tidak longsor. ”Mau tidak mau, relokasi harus. Kalau tidak direlokasi, nanti banjir juga,” kata Bambang.
Apabila lahan sudah siap, menurut Bambang, penataan kali akan diusulkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Direncanakan, BBWSCC dan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta membahas program naturalisasi pada pekan ini.
Adapun konsep naturalisasi kali yang dimaksud Pemprov DKI antara lain menyediakan ruang terbuka hijau (RTH), pengendalian banjir, juga konservasi. ”Itu sudah sama dengan normalisasi sungai. Harus butuh ruang untuk penghijauan dan jalan,” ujar Bambang.
Adapun dari informasi yang diterima, bidang lahan yang sudah dibebaskan terletak terpencar-pencar, di antaranya di sekitar Kali Ciliwung, Sunter, dan Pesanggrahan.
Dinas SDA DKI pada tahun anggaran 2019 berencana melakukan naturalisasi di lima titik, yaitu di tiga waduk dan dua sungai. Yose Rizal, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas SDA DKI, menjelaskan, titik naturalisasi yang dikerjakan pada tahun ini ada di Waduk Kampung Rambutan, Waduk Cimanggis, Waduk Sunter Selatan, Kanal Barat, dan Ciliwung lama segmen Jalan Kerapu sampai tol pelabuhan sepanjang 700 meter.
Yose menjelaskan, naturalisasi di Kanal Barat akan dimulai dari wilayah Guntur sampai Karet, sepanjang 635 meter. ”Seharusnya 2,6 km, tapi anggarannya kurang cukup,” ujarnya.
Konsep naturalisasi kali yang dimaksud Pemprov DKI antara lain menyediakan ruang terbuka hijau (RTH), pengendalian banjir, juga konservasi.
Naturalisasi di Waduk Kampung Rambutan dan Cimanggis pada tahun ini diproyeksi berjalan 20 persen karena masih dalam proses pengerukan. Sementara naturalisasi di Waduk Sunter Selatan dijadwalkan selesai pada tahun ini. Program tersebut dimulai setelah Lebaran.
Di segmen Kerapu, DKI berencana menjadikan tepian waduk untuk RTH.
”Selama ini, masyarakat menjadikan kali sebagai pintu belakang rumah. Sekarang pola pikir itu diubah menjadi kali sebagai pintu depan, ada konsep ’beautifikasi’,” kata Yose.
Menurut Yose, apabila lebar kali sudah ideal sekitar 15 meter, tidak perlu dilebarkan. Apabila kurang, perlu dibuat ideal, salah satunya dengan memindahkan warga. Apabila ada bidang rawan longsor, perlu dipotong dengan konstruksi di atasnya lalu diberi trotoar dan tanaman.
Djafar Muchlisin, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, menjelaskan, untuk proses naturalisasi di bantaran kali, para petugas Unit Pelaksana Kerja Badan Air berperan, antara lain, mengangkut sampah dan eceng gondok. Eceng gondok yang diangkut ke atas akan dibiarkan membusuk. ”Ketika sampah membusuk menjadi kompos, tanah bisa subur sehingga bisa ditanami tanaman rambat,” ujar Djafar.