Menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2019, intensitas penyebaran hoaks cenderung meningkat. Upaya semua pihak diperlukan agar hoaks tidak mengacaukan pemilu.
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan semakin dekatnya pemungutan suara Pemilu 2019, disinformasi dan hoaks ditengarai akan semakin banyak disebarluaskan. Selain mengganggu citra dan elektabilitas kandidat, hoaks terkait isu pemilu juga bisa membuat masyarakat bingung sehingga enggan menggunakan hak pilihnya. Hoaks juga bisa mendelegitimasi pemilu dan memicu konflik antarwarga.
Kesadaran bersama dari semua pihak amat dibutuhkan untuk mengatasi hoaks. Penangkalan tak cukup hanya dilakukan oleh lembaga yang punya otoritas karena hoaks akan terus bergulir dan dianggap sebagai kebenaran oleh sebagian masyarakat. Bahkan, hoaks ditengarai akan membesar setelah pemungutan suara dengan sasaran penyelenggaraan pemilu.
Hoaks terbaru, antara lain, beredar Rabu (10/4/2019) tentang hasil penghitungan suara Pemilu 2019 di luar negeri.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, menegaskan, informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, pemungutan baru dilakukan di Sana’a (Yaman) pada 8 April, lalu Panama City (Panama) dan Quito (Ekuador) pada 9 April, serta Bangkok dan Songkhla (Thailand) pada 10 April.
”Selain jadwal di atas, pemungutan suara di luar negeri belum dilakukan,” katanya.
Kendati pemungutan suara di luar negeri berlangsung 8-14 April, penghitungan suara dilakukan pada 17 April 2019 sesuai waktu setempat. Dengan demikian, sampai kini belum ada hasil penghitungan suara.
Meski penjelasan dari KPU itu telah beredar luas di media sosial, sejumlah pengguna internet yang sudah mendapat keterangan KPU itu terlihat masih percaya bahwa kabar hasil penghitungan suara di luar negeri benar.
Hal ini terjadi, menurut Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, karena hoaks telah memengaruhi rasionalitas masyarakat.
Jika dibiarkan, hal ini bisa berbahaya. Terlebih, sebelumnya telah ada hoaks lain, misalnya terkait server KPU yang sudah diatur untuk memenangkan pasangan calon tertentu di pemilihan presiden serta adanya pembakaran surat suara di Malaysia akibat kemenangan pasangan calon tertentu.
Meningkat
Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, peningkatan hoaks ini telah terjadi sejak Agustus 2018. Jika pada Agustus 2018 hanya ditemukan 25 hoaks, sepanjang Februari 2019 jumlahnya meningkat menjadi 353 hoaks.
”Jumlah hoaks sejak Agustus 2018 hingga Februari 2019 mencapai 771. Itu jumlah yang tidak sedikit,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti.
Menurut Niken, dari 771 konten hoaks itu, 181 hoaks di antaranya terkait politik (menyerang pasangan calon, partai politik, dan lainnya). Ada juga 119 hoaks terkait pemerintahan.
Peneliti Surya Institute dan pendiri Bandung Fe Institute, Hokky Situngkir, menilai, strategi penyampaian disinformasi sama-sama digunakan kedua kubu.
Septiaji Eko Nugroho menuturkan, berbeda dengan hoaks yang menargetkan calon presiden-calon wakil presiden yang hanya memengaruhi rasionalitas pemilih, hoaks terkait penyelenggara pemilu bisa berdampak serius pada kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2019. ”Jika mengarah ke KPU atau Bawaslu berpotensi mendelegitimasi pemilu, yang akhirnya dapat memicu kekacauan,” katanya.
Menurut Septiaji, hoaks terkait penyelenggara pemilu berpotensi makin besar setelah hari pemungutan suara. Insiden kecil di daerah bisa digeneralisasi dan diviralkan di dunia maya sehingga muncul anggapan pemilu tidak berjalan baik.
Oleh karena itu, ia berharap KPU dan Bawaslu tidak berhenti memberikan literasi kepemiluan, terutama untuk menegaskan bahwa penyelenggara pemilu adalah lembaga mandiri.
”Terakhir, peran masyarakat ikut mengawal pemilu amat diperlukan. Masyarakat harus meramaikan tempat pemungutan suara untuk antisipasi kecurangan,” ucapnya.
Secara terpisah, Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Erick Thohir, mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya pada hoaks. ”Isu-isu begini rekayasa dari kelompok tertentu yang ingin membuat suasana gaduh dan memanfaatkan situasi,” katanya.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandi Salahuddin Uno, Andre Rosiade, mengatakan, pihaknya telah mengimbau tim sukses dan sukarelawan untuk menjauhi cara-cara curang dalam berkampanye, terutama memproduksi dan menyebarkan hoaks.