SERANG, KOMPAS — Kebutuhan investasi dan konstruksi di sektor energi baru terbarukan berpeluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Untuk mengakomodasi kebutuhan itu, PT Waskita Karya Infrastruktur membangun workshop fabrikasi baja di Cikande, Kabupaten Serang, Banten.
Menurut Direktur Utama PT Waskita Karya Infrastruktur Gunadi Soekardjo, kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk menara transmisi listrik rata-rata sebanyak 400.000 ton per tahun, sampai dengan 2028.
”Sementara, sebanyak 14 perusahaan pembuat menara transmisi listrik yang tergabung di Aspatindo memasok rata-rata 330.000 ton per tahun. Jadi peluangnya masih besar,” kata Gunadi.
Pabrik baja tersebut dibangun dengan biaya Rp 230 miliar. Kapasitasnya 48.000 ton hingga 50.000 ton per tahun. Adapun kebutuhan listrik untuk pabrik tersebut dipenuhi Waskita Karya Infrastruktur menggunakan panel surya dengan biaya Rp 20 miliar. Pembangunan pabrik ditargetkan tuntas dalam waktu enam bulan.
Dengan demikian, pada tiga bulan terakhir tahun ini sudah bisa berproduksi.
Untuk tahap awal, hasil fabrikasi baja digunakan untuk memenuhi kebutuhan proyek EPC (engineering, procurement, construction) PT Waskita Karya (Persero) Tbk, induk usaha Waskita Karya Infrastruktur, di Sumatera, yakni sepanjang 500 kilometer.
Gunadi menambahkan, dalam 2-3 tahun mendatang, Waskita Karya Infrastruktur akan menjadi tulang punggung bisnis Waskita Karya. Sebab, proyek jalan tol di Trans-Jawa sudah hampir selesai atau tersambung, sedangkan tol di Sumatera akan selesai dalam 3-4 tahun mendatang.
”Sekarang saatnya membangun di luar konstruksi. Kami mengembangkan energi baru terbarukan, yakni membuat sampah jadi listrik di Bali dan ini pertama kali di Indonesia. Selain membangun menara transmisi, kami juga akan bangun pabrik baja untuk jembatan dan bisnis baja lainnya,” ujar Gunadi.
Beberapa proyek yang telah disiapkan, di antaranya, pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) Suwung di Bali dengan kebutuhan investasi Rp 2,5 triliun. PLTSA yang direncanakan segera dibangun tersebut akan menghasilkan listrik 20 megawatt (MW).
Proyek lain yang diinisiasi Waskita Karya Infrastruktur adalah pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Sungai Cimanuk Cisanggarung, Sumedang, Jawa Barat. PLTA yang berpotensi menghasilkan listrik 50 MW tersebut memerlukan investasi sekitar Rp 1,3 triliun dan diperkirakan mulai dibangun pada triwulan IV-2019. Demikian pula PLTA Wai Tina di Pulau Buru, Maluku, senilai Rp 453 miliar dan menghasilkan listrik 12 MW akan dibangun pada triwulan IV-2019.
Proyek-proyek tersebut, kata Gunadi, merupakan investasi berkelanjutan yang dapat memperkuat perseroan, baik di hulu maupun hilir. Proyek yang dikembangkan juga selalu ramah lingkungan. Total kebutuhan pendanaan untuk proyek-proyek tersebut hingga 5 tahun mendatang sekitar Rp 4,5 triliun, sedangkan tahun ini sekitar Rp 1 triliun.
Direktur Operasi III PT Waskita Karya (Persero) Tbk Fery Hendriyanto mengatakan, strategi bisnis Waskita Karya Infrastruktur sejalan dengan strategi induk perusahaan yang melakukan pergeseran bisnis ke jalan tol, properti, dan infrastruktur lainnya. Terkait dengan fabrikasi baja, selama ini kebutuhan fabrikasi baja perseroan bergantung pada pemasok lain sehingga tidak bisa dikendalikan.
”Dengan adanya pabrik ini, diharapkan Waskita Karya mempunyai daya saing lebih baik lagi dan berkembang lebih banyak lagi. Hal ini tidak mudah, tapi memang kita harus memperbanyak portofolio yang berpotensi,” kata Fery.
Komisaris Utama Waskita Karya Infrastruktur yang juga Direktur Operasi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk Didit Oemar Prihadi menambahkan, setelah memiliki fabrikasi beton pracetak, perseroan akhirnya memiliki fabrikasi baja. Dia berharap, nantinya akan ada fabrikasi lain yang dibangun untuk memperkuat bisnis perseroan. (NAD)