SURABAYA, KOMPAS — Juara Piala Presiden akan lahir di laga kedua final, Jumat (12/4/2019), di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Selain berebut trofi kayu berukir, Arema FC selaku tuan rumah dan tim tamu Persebaya Surabaya juga beradu gengsi demi status sebagai tim terbaik di Jawa Timur.
Baru di edisi terkini final turnamen pramusim yang digelar sejak 2015 itu memakai format laga kandang dan tandang. Laga pamungkas mempertemukan dua tim asal kota besar Jatim. Persebaya dari ibu kota dan Arema dari Malang. Pendukung kedua tim, Bonek dan Aremania, punya sejarah permusuhan klasik. Laga kedua akan lebih ketat dan keras karena sebelumnya di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Selasa (9/4), Persebaya dan Arema bermain seri 2-2 (1-1).
Peluang kedua tim untuk menjadi juara tetap terbuka meski angin keberuntungan berada di sisi Arema. Tim asuhan Milomir Seslija asal Bosnia-Herzegovina itu hanya butuh hasil seri 0-0 atau 1-1 untuk kembali mengangkat Piala Presiden setelah menjadi kampiun di edisi 2017.
Mereka juga akan bermain dengan dukungan penuh Aremania. Sesuai kesepakatan untuk mencegah konflik, pendukung tim tamu tidak akan hadir di laga tandang. Karena bermain di Kanjuruhan, bisa diyakini tidak akan ada penonton Bonek. Ketiadaan penonton Aremania juga terjadi di laga pertama final.
Arema yang akan kembali dihadapi Persebaya memang bukan Arema Indonesia, rival klasik yang saat ini berlaga di Liga 3. Keberadaan Arema FC dan Arema Indonesia merupakan wujud dualisme di Malang, tetapi keduanya mendapat tempat di hati pendukung apa pun alasannya. Meski begitu, secara umum, menghadapi dua Arema, Persebaya belum menorehkan catatan impresif.
Sekali kemenangan
Menghadapi Arema FC (dahulu Arema Cronus) sejak Piala Gubernur Kaltim 2013, Persebaya cuma meraih sekali kemenangan, sekali imbang, dan tiga kekalahan. Dengan Arema Indonesia (dahulu Arema Malang), sejak 1992, Persebaya mencatat sembilan kemenangan, lima kali imbang, dan sebelas kekalahan.
Jika mau dibedah lagi, kemenangan Persebaya atas Arema FC hanya terjadi saat Liga 1 musim lalu di Surabaya. Persebaya belum pernah punya modal memenangi laga tandang atas Arema. Di sisi lain, Arema mampu mencuri satu poin dengan memaksakan hasil 2-2 di Surabaya. Inilah salah satu kondisi yang menurut Milomir merupakan keunggulan tim asuhannya. ”Kami harus konsisten jika ingin juara,” katanya seusai laga perdana final.
Namun, menurut Pelatih Persebaya Djadjang Nurdjaman, peluang tim asuhannya belum habis meski diakui tipis. ”Akan habis-habisan untuk menang,” kata lelaki yang memulai karier kepelatihan di Persib Bandung itu.
Djanur, sapaan akrab Djadjang Nurdjaman, akan meminta ”Green Force” untuk tampil lebih ngotot. Asisten pelatih Persebaya, Sugiantoro, atau lebih akrab disapa Bejo Sugiantoro, menambahkan, karakter pantang menyerah harus dimunculkan di Kanjuruhan meski tim bermain tanpa dukungan Bonek. ”Peluang masih ada dan akan sangat indah jika juara di sana,” katanya seusai memimpin sesi latihan di Stadion Polda Jatim, Surabaya, Kamis (11/4).
Untuk formasi, kedua pelatih masih mungkin berani dengan permainan terbuka memakai skema 4-3-3 seperti di laga pertama. Hasil 2-2 di laga pertama menandakan celah pertahanan di kedua tim. Djanur dan Milomir diyakini akan membuat sedikit perubahan, misalnya mengganti satu pemain bagian belakang yang dianggap lemah di laga pertama final. Rotasi di sektor tengah dan serangan juga bisa ditempuh untuk memberi efek kejutan dan jika memang diperlukan.
Laga ini juga akan menjadi pembuktian bagi sayap serang Persebaya, Manuchehr Jalilov, yang sementara menempati posisi teratas pencetak gol terbanyak turnamen bersama penyerang Persija Jakarta, Bruno Matos, dengan lima gol. Status tersubur di turnamen bisa menjadi miliknya jika di laga kedua final menambah gol. Namun, Jalilov juga disaingi rekan setim, yakni sayap serang Amildo Balde yang telah mencetak empat gol. Dari Arema, Ricky Kayame, Makan Konate, dan Dedik Setiawan juga menjadi pesaing dengan torehan masing-masing empat gol.