Hasil pemilu memperlihatkan kuatnya partai-partai agama, nasionalis, dan kanan di Israel, sekaligus mencuatkan kekhawatiran soal dampaknya bagi konflik Palestina-Israel.
KAIRO, KOMPAS— Benjamin Netanyahu menapak jalan untuk menjabat kembali sebagai PM Israel periode kelima, Rabu (10/4/2019), setelah hasil penghitungan tak resmi menunjukkan, partai Likud yang dipimpinnya dan partai-partai agama serta nasionalis berhaluan kanan membentuk mayoritas solid di parlemen.
Hasil itu juga menegaskan kelanjutan arah kebijakan Israel ke kanan, serta bakal makin meredupkan harapan tercapainya solusi lewat negosiasi dalam konflik Palestina-Israel. Di tengah perayaan kubu kanan, publik Israel masih menerka bentuk pemerintahan Israel pasca-pemilu. Hasil pemilu menunjukkan, partai Likud dan Koalisi Biru-Putih meraih jumlah kursi sama, yakni 35 kursi.
Sejumlah analis dan media Israel menyebut, ada dua skenario tentang pemerintahan Israel mendatang. Skenario pertama, Netanyahu akan membentuk pemerintahan koalisi kubu kanan yang meraih 65 kursi dari 120 kursi Knesset. Kubu kanan Israel itu terdiri dari Likud (35 kursi), Shas (8), United Torah Judaism (8), Union of Right Wing (5), Yisrael Beiteinu (5), dan Kulanu (4).
Skenario kedua, Netanyahu membentuk pemerintah persatuan nasional dengan Ketua Koalisi Biru-Putih Benny Gantz. Pemerintah persatuan nasional didukung 70 kursi Knesset, yakni Likud (35 kursi) dan Biru- Putih (35).
Peluang terbentuknya pemerintah persatuan nasional disebut cukup terbuka jika Netanyahu kesulitan membangun koalisi kubu kanan. Saat ini, Netanyahu berseteru dengan Ketua Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman. Yisrael Beiteinu keluar dari koalisi Netanyahu, November 2018, sebagai protes Lieberman atas gencatan senjata Netanyahu dan Hamas saat itu.
Jika Yisrael Beiteinu masih menolak bergabung dengan koalisi Netanyahu, perolehan kursi kubu kanan hanya 60 kursi. Padahal, menurut undang-undang pemilu Israel, pemerintahan bisa terbentuk minimal dengan dukungan 61 kursi.
Menurut UU pemilu Israel, Presiden Israel Reuven Rivlin memberi mandat kepada partai peraih kursi terbesar untuk membentuk pemerintahan. Mengingat Likud dan Biru-Putih meraih jumlah kursi sama, Rivlin harus berkonsultasi dengan partai-partai politik terkait siapa yang lebih pantas membentuk pemerintahan baru: Netanyahu atau Gantz.
Dalam perimbangan kekuatan hasil pemilu yang menunjukkan kubu kanan meraih mayoritas (65 kursi), Netanyahu berpeluang jauh lebih besar daripada Gantz untuk membentuk pemerintahan. Partai-partai kanan Israel akan meminta Rivlin menunjuk Netanyahu membentuk pemerintahan baru karena persamaan ideologi dan pengalaman koalisi.
Menurut UU pemilu Israel, ketua partai yang mendapat mandat dari Presiden Rivlin memiliki waktu 28 hari untuk membentuk pemerintahan. Jika gagal membentuk pemerintahan baru dalam kurun 28 hari itu, Rivlin memberi waktu tambahan 14 hari. Apabila gagal lagi, Rivlin memberikan mandat kepada ketua partai pemenang urutan kedua untuk membentuk pemerintahan.
Gantz akan sulit membangun pemerintahan baru. Perolehan kursi kubu kiri dan tengah hanya 55 kursi, yaitu Biru-Putih (35 kursi), partai Buruh (6), Meretz (4), Hadash-Ta’al (6), dan Ra’am-Balad (4).
Kekhawatiran Palestina
Menanggapi hasil pemilu Israel, asisten Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, hasil itu membuat Palestina khawatir tentang kemungkinan Israel menganeksasi beberapa bagian wilayah pendudukan Tepi Barat. Isu Palestina jarang disebut di kampanye pemilu Israel. Namun, pada hari-hari terakhir kampanye, untuk pertama kali Netanyahu menegaskan menganeksasi beberapa wilayah Tepi Barat seusai pemilu.
Ahmed Majdalani, asisten Presiden Abbas, mengatakan, Palestina akan meminta bantuan komunitas internasional agar berusaha mencegah rencana aneksasi tersebut. Hanan Ashrawi, pejabat senior Palestina, menyebut Israel memilih kubu ”status quo penindasan, aneksasi, dan penyerobotan”.