SURABAYA, KOMPAS — Persebaya Surabaya ibarat menjalani misi mustahil untuk menaklukkan Arema FC dan mengangkat trofi Piala Presiden pada laga kedua final, Jumat (12/4/2019), di Stadion Kanjuruhan, Malang. Hasil laga pertama final 2-2 sebagai tuan rumah di Stadion Gelora Bung Tomo, Selasa (9/4/2019), Surabaya, bukan modal yang cukup bagus untuk menjadi pemenang turnamen pramusim sejak 2015 itu.
Arema FC bukan Arema Indonesia, tim yang berlaga di Liga 3 dan menjadi rival klasik Persebaya. Meski begitu, tim asal Malang itu dilihat dari catatan pertemuan masih lebih dominan dibandingkan dengan Persebaya. Sudah lima kali Arema dan Persebaya bertemu dengan hasil Arema menang tiga kali, Persebaya menang 1 kali, dan kedua tim imbang 1 kali. Sebelum imbang 2-2, empat pertemuan selalu berakhir dengan skor 1-0 baik untuk kemenangan Arema maupun Persebaya.
Jika mau dibedah lagi, kemenangan Persebaya atas Arema hanya terjadi saat Liga 1 musim lalu di Surabaya. Dengan demikian, Persebaya belum pernah punya modal memenangi laga tandang atas Arema. Di sisi lain, hasil 2-2 di Surabaya tanpa kehadiran Aremania, sebagai bentuk kesepakatan dengan alasan keamanan, Arema mampu mencuri satu poin.
Untuk diketahui, Bonek, pendukung Persebaya, dan Aremania, pendukung Arema, tidak akur, kerap berbenturan yang berakhir dengan insiden berdarah. Berlaku kesepakatan, pendukung tidak akan hadir dalam laga tandang. Dari sini jelas, laga kedua final di Kanjuruhan tidak akan dihadiri oleh Bonek atau setidaknya mustahil ada penonton berbaju kostum Persebaya yang hijau.
Dari berbagai catatan tadi, di atas kertas, peluang Persebaya untuk menjadi juara turnamen pertama kalinya amat tipis. ”Green Force” harus menang atau imbang harus dengan skor 3-3, 4-4, atau seterusnya. Dilihat dari catatan hasil laga pertama final, peluang untuk mendapatkan kemenangan 1-0 atau 2-1 malah lebih terbuka dibandingkan dengan memaksakan skor imbang 3-3 atau seterusnya.
Akan habis-habisan untuk menang.
Meski begitu, menurut Pelatih Persebaya Djadjang Nurdjaman, peluang tim asuhannya belum habis meski diakui tipis. ”Akan habis-habisan untuk menang,” kata lelaki yang memulai karier kepelatihan di Persib Bandung itu sesudah laga pertama final di Surabaya.
Motivasi tersendiri
Di satu sisi, kehadiran Djadjang pada laga pertama final juga merupakan motivasi tersendiri. Itu karena Djadjang sedang mengikuti kursus kepelatihan AFC Pro kurun 7-11 April 2019. Djadjang meminta izin untuk menemani Persebaya pada laga pertama final. Di Kanjuruhan, besok, kursus sudah selesai sehingga Djadjang dapat berkonsentrasi penuh untuk meracik strategi dan taktik kejutan.
Persiapan akhir Persebaya sebelum tandang ke Kanjuruhan terlihat pada Kamis (10/4) pagi. Tim berlatih di Stadion Polda Jatim dipimpin oleh Sugiantoro, asisten pelatih, yang lebih kondang dengan nama Bejo Sugiantoro. Latihan hanya terbuka 15 menit awal bagi jurnalis. Meski begitu, tim Green Force terlihat sangat bersemangat sebelum berangkat ke Malang.
Sulit diterka bakal seperti apa formasi dan konfigurasi Persebaya yang akan turun besok di Kanjuruhan. Demikian pula di sisi Arema yang, menurut Pelatih Milomir Seslija, punya keuntungan lebih daripada tim tamu.
Pada laga pertama final, kedua tim tampil dengan formasi serupa, 4-3-3, sehingga laga berlangsung menarik, jual beli serangan. Di Persebaya, catatan perlu diberikan kepada kiper Miswar Saputra yang membuat dua kali blunder meski tidak menghasilkan gol bagi Arema.
Namun, pada laga itu, kiper muda ini juga membuat lima penyelamatan. Penampilannya memang sempat menjadi cemoohan Bonek dan mengindikasikan akan ada perubahan di sektor penjaga gawang. Namun, keputusan akhir ada di tangan Djadjang.