BRISBANE, KOMPAS -- Perdana Menteri Scott Morrison, yang baru tujuh bulan menjabat, mengumumkan bahwa pemilu Australia akan digelar pada 18 Mei mendatang. Pengumuman itu disampaikan, Kamis (11/4/2019), seusai pertemuan Morrison dengan Gubernur-Jendral Sir Peter Cosgrove sebagai wakil Ratu Elizabeth II di Australia.
Pengumuman itu juga menandai dimulainya masa kampanye selama lima minggu. Morrison tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan mengatakan bahwa rakyat mempunyai pilihan antara penanganan ekonomi yang sudah dilakukan pemerintah koalisi selama enam tahun dan pemerintahan Partai Buruh di bawah Bill Shorten.
Morrison mengatakan, pemerintahan koalisi butuh waktu lima tahun untuk memperbaiki kerusakan ekonomi yang diwarisi dari Partai Buruh. Koalisi Partai Liberal dan Nasional mengantar Tony Abbott menjadi perdana menteri sesudah memenangi pemilu pada September 2013.
"Bukan saatnya untuk kembali seperti dulu. Kami akan mengelola agar ekonomi tetap kuat untuk menjamin masa depan Anda dan keluarga Anda,” tutur Morrison, seperti dikutip Australian Broadcasting Corporation (ABC).
Morrison menggantikan Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang ditumbangkan dalam rapat internal Partai Liberal di parlemen, bulan Agustus tahun lalu.
Kamis kemarin, tepat pukul 08.30 waktu setempat, Gubernur-Jendral membubarkan parlemen yang ke-45, sekaligus membatalkan sidang Senat yang sedianya berlangsung pukul 09.00.
Pemimpin Oposisi, Bill Shorten, merespons Morrison melalui cuitan di Twitter dengan mengatakan, ia "siap menegakkan keadilan bagi rakyat Australia".
Dalam pertemuan pers di Melbourne, Shorten mengatakan, "Kami akan menambah lowongan pekerjaan, pelayanan yang lebih baik dalam kesehatan dan pendidikan, betul-betul mengambil tindakan untuk mengatasi perubahan iklim dan menciptakan pengadaan listrik yang berkelanjutan serta menekan tarif listrik kalau (rakyat) memilih Partai Buruh."
Dalam pemilu nanti, warga Australia juga akan memilih semua anggota Majelis Rendah (DPR) di parlemen dan setengah dari Senat.
Pemerintah koalisi, yang menjadi pemerintah minoritas tahun lalu, perlu tambahan kursi untuk dapat memerintah dengan tenang. Pihak koalisi mempunyai 73 kursi, dan Partai Buruh 72, dari 150 kursi. Sisanya merupakan anggota dari partai-partai kecil. Anggota Majelis Rendah akan bertambah menjadi 151 pada pemilu mendatang.
Menarik
Wartawan politik ABC, Laura Tingle, mengatakan bahwa pemilu kali ini sangat menarik karena adanya suara yang terpecah bagi partai-partai kecil dan banyaknya wakil independen sehingga sulit memprediksi hasil pemilu.
"Orang mengatakan, (Negara Bagian) New South Wales atau Queensland akan menentukan hasil pemilu ini, tetapi banyak sekali kursi yang lowong di seluruh negeri, jadi saya pikir kita akan melihat kampanye yang sangat menarik, apapun hasil pemilu nanti,” ujarnya.
Menurut sebuah survei, pemilu ini berlangsung ketika kepercayaan rakyat makin berkurang terhadap pemerintah yang mengklaim bisa memperbaiki ekonomi.
Hal ini berbahaya bagi partai-partai besar, menurut survei Australian Election Study yang dilakukan oleh Australian National University, Canberra. Dua pertiga dari 12.000 pemilih yang disurvei sesudah pemilu terakhir mengatakan, tidak ada perbedaan yang berarti dalam ekonomi.
Jumlah tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah. Dan hanya satu dari empat orang Australia yang percaya pada pemerintah.
"Pemilih yang berpikir tentang ekonomi cenderung memilih Partai Liberal, mereka yang berpikir tentang kesehatan, pendidikan dan perbedaan kaya-miskin cenderung memilih Partai Buruh,” kata Jill Sheppard, pemimpin survei, seperti dikutip ABC.