JAKARTA, KOMPAS — Pariwisata bisnis yang mencakup pertemuan, insentif, pameran, dan konvensi atau MICE berpotensi menjadi tulang punggung pengembangan pariwisata Indonesia. Namun, pengembangannya dinilai belum terarah. Oleh karena itu, sektor ini dinilai perlu peta jalan.
Deputi Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata Ni Wayan Giri Adnyani, saat membuka Konferensi Nasional MICE Ke-3 di Jakarta, Rabu (10/4/2019), berpendapat, peta jalan perlu dibuat agar pengembangan MICE fokus. ”Indonesia memang sudah beberapa kali menjadi tuan rumah pertemuan internasional. Akan tetapi, belum fokus. Sementara negara lain, seperti Singapura, sudah menjadi penyelenggara MICE untuk bidang-bidang khusus,” ujarnya.
Akan tetapi, sebelum peta jalan dibuat, bidang-bidang yang menjadi kekuatan Indonesia dinilai perlu dipetakan terlebih dulu. Selain itu, ekosistem dan industri pendukungnya idealnya sudah terbentuk.
Pengembangan MICE dinilai sangat penting karena belanja wisatawan MICE jauh lebih besar daripada belanja wisatawan non-MICE. Menurut Giri, pembelanjaan wisatawan MICE di dunia tercatat tujuh kali lebih besar dibandingkan non-MICE, sementara di ASEAN berkisar 3-4 kali lebih besar.
Berdasarkan data tahun 2016, sebesar 24 persen wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia untuk keperluan MICE. Oleh karena itu, jika MICE terus berkembang, porsi wisatawan mancanegara dengan pengeluaran lebih besar akan semakin banyak di Indonesia. Devisa yang dihasilkan pun akan lebih besar. ”Pengembangan pariwisata tak hanya mendorong pertumbuhan, tetapi juga mengisi semua aspek kehidupan masyarakat sekitar sehingga kegiatan terus berlanjut,” kata Giri.
Pengembangan MICE dinilai sangat penting karena belanja wisatawan MICE jauh lebih besar daripada belanja wisatawan non-MICE.
Pelaksana Tugas Kepala Subdirektorat Industri Direktorat Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) Istasius Angger Anindito mengatakan, Bappenas telah menetapkan MICE sebagai pusat pengembangan pariwisata lima tahun ke depan.
Target lima tahun ke depan bukan hanya jumlah wisatawan, melainkan bagaimana pariwisata bisa lebih inklusif sehingga devisa yang dihasilkan lebih besar. Selain itu, masyarakat pariwisata juga bisa ikut menikmati devisa tersebut.
Ke depan, Indonesia dinilai perlu memiliki strategi promosi, seperti MICE jenis apa yang ingin dikembangkan Indonesia. Pengembangan MICE tidak berarti hanya mengembangkan hotel dan ruang konferensi, tetapi juga mendorong semua bidang, seperti cendera mata, destinasi wisata, kuliner, atraksi, dan transportasi.
”Wisatawan MICE adalah wisatawan berkualitas. Mereka bisa belanja lebih dari 1.200 dollar AS, sementara wisatawan lainnya hanya menghabiskan 400 dollar AS,” kata Istasius.
Menurut Direktur Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Abdillah, pengembangan MICE telah menumbuhkan minat mempelajari MICE di perguruan tinggi. PNJ yang telah membuka Program MICE sejak empat tahun lalu mulai kebanjiran mahasiswa. Hal itu terlihat dari peminat program tersebut. ”Satu kursi diperebutkan oleh 30 orang,” ujarnya.