Rendah, Kesadaran Warga untuk Menjaga Informasi Pribadi di Internet
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Di Indonesia, kesadaran warga pengguna internet atau dunia maya untuk menjaga data-data pribadinya di dunia maya, masih rendah. Rata-rata warga seenaknya membagi data apa pun, tanpa menyadari bahwa hal itu sebenarnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri.
“Ada pengguna internet yang bahkan iseng, mem-posting hal yang sangat pribadi menyangkut indentitas diri, seperti foto KTP atau KIA (kartu identitas anak) putra putrinya di media sosial,” ujar Wakil Ketua Umum Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Indriyatno Banyumurti, saat ditemui usai rapat koordinasi pencegahan dan penanggulangan pornografi di Kabupaten Magelang, Kamis (11/4/2019).
Hal yang juga paling banyak diunggah di media sosial, adalah foto, dan yang paling mengundang bahaya adalah foto anak-anak mereka. Sekalipun sebenarnya hanya berkeinginan untuk memamerkan kelucuan anak, menurut Indriyatno, pengunggahan foto ini bisa berdampak panjang karena pengguna akun tidak bisa mengendalikan reaksi dari orang lain yang melihatnya.
“Ada banyak orang jahat, paedofilia yang ada di luar sana, dan kita tidak akan pernah tahu apa yang mereka pikirkan ketika melihat kelucuan putra putri kita,” ujarnya.
Sebagai salah satu contoh, hal buruk terjadi ketika seorang artis mengunggah foto putrinya, yang masih berusia balita, mengenakan bikini dan bermain pasir di pantai. Diantara komentar penggemar ada yang mengungkapkan gemas pada si anak.
Tapi ada juga komentar salah satu pengguna internet yang mengatakan pada temannya bahwa foto tersebut bisa menjadi foto perangsang untuk memenuhi hasrat seksualnya. Pada sejumlah artis lainnya, posting foto tersebut bahkan berlanjut menjadi ancaman penculitan terhadap anak-anak mereka.
Ada banyak orang jahat, paedofilia yang ada di luar sana, dan kita tidak akan pernah tahu apa yang mereka pikirkan ketika melihat kelucuan putra putri kita
Karena begitu mudahnya masyarakat membagi informasi pribadi tersebut, Indriyatno mengatakan, maka, siapa pun, kini bisa dengan mudah menyusun biodata seseorang dengan merangkum semua data di media sosial.
“Sekarang ini, tanpa harus bertemu atau mengenal orangnya, kita, dan siapa pun bisa tahu si A itu beralamat di mana, menikah dengan siapa, dan berapa jumlah anaknya,” ujarnya.
Dalam beraktivitas, dan berinteraksi di internet, terutama di media sosial, menurut dia, semestinya setiap orang memakai kebiasaan yang biasa dilakukan dalam pergaulan di dunia nyata. Dalam hal ini, membagi informasi pribadi di media sosial semestinya harus dipahami tidak pantas dilakukan, karena hal itu sama saja seperti membagi informasi kepada orang tak dikenal di dunia nyata.
“Jika di dunia nyata kita bisa curiga terhadap orang tak dikenal yang bertanya tentang hal pribadi, kenapa kemudian kita justru senang hati, membuka identitas diri, kepada publik yang bahkan tidak kita ketahui siapa dan seperti apa ciri fisiknya ?” ujar Indriyatno.
Perilaku membagi informasi pribadi yang tak terkendali ini adalah bagian dari euphoria masyarakat menghadapi kemajuan teknologi digital saat ini. Namun, dengan mempertimbangkan berbagai dampak negatif yang mungkin terjadi, setiap orang diminta untuk menjaga keamanan dirinya sendiri.
Memproteksi
Asisten Ketahanan dan Kesejahteraan Deputi Bidang Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Wahyuni Tri Indarty mengatakan, setiap individu memang harus bergerak untuk memproteksi, mengamankan diri dan orang-orang terdekat dari dampak negatif internet. Salah satu hal yang patut diwaspadai karena terpapar demikian mudah di internet adalah konten-konten pornografi.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika di tahun 2010, jumlah situs porno di dunia mencapai sekitar 4,2 juta situs. Situs-situs tersebut bisa dengan mudah dicari dengan kata kunci “ayah” dan “sekolah”. Sebagian situs tersebut diakses oleh kalangan muda yang masih berstatus pelajar, melalui telepon selulernya. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebanyak 25.000 remaja Indonesia telah kecanduan dan mengakses pornografi setiap hari.
Wahyuni mengatakan, pihaknya bekerjsama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat ini berupaya meminimalisir dampak pornografi tersebut dengan membatasi penggunaan telepon seluler di sekolah. Namun, upaya ini diharapkan juga ditindaklanjuti kalangan orangtua dengan lebih memperhatikan dan mengawasi aktivitas anak-anaknya.