SIDOARJO, KOMPAS — Bupati Malang nonaktif Rendra Kresna mengaku hanya menerima uang Rp 1,6 miliar dari tim suksesnya dalam pemilihan kepala daerah. Uang itu berasal dari sejumlah pengusaha rekanan yang mendapatkan proyek pekerjaan dari Pemerintah Kota Malang.
Pengakuan itu disampaikan dalam sidang lanjutan perkara korupsi dengan terdakwa Rendra Kresna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, di Sidoarjo, Kamis (11/4/2019). Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Agus Hamzah itu, terdakwa tidak mengakui penerimaan uang dari rekanan pengusaha lainnya, termasuk Iwan Kurniawan, yang nilainya lebih besar.
”Pemberian uang Rp 1,6 miliar itu berasal dari Erick Armando Tala, salah satu pengusaha rekanan Pemkot Malang. Erick memiliki keahlian di bidang IT (teknologi informasi) yang bisa membantu proses lelang elektronik agar bebas dari gangguan,” tutur Rendra.
Pertama, Erick memberikan Rp 750 juta di rumah pribadi Rendra pada 2011. Saat itu, Erick yang datang bersama Ali Murtopo diterima langsung oleh Rendra. Namun, karena dia tengah sibuk menyiapkan acara pernikahan anaknya, Rendra menyuruh anggota staf administrasi bernama Budiono untuk menyimpan uang tersebut di dalam rumah.
Pemberian uang Rp 1,6 miliar itu berasal dari Erick Armando Tala, salah satu pengusaha rekanan Pemkot Malang. Erick memiliki keahlian di bidang IT (teknologi informasi) yang bisa membantu proses lelang elektronik agar bebas dari gangguan.
Pemberian kedua dilakukan di Kantor Bupati Malang masih di tahun yang sama. Uang diserahkan langsung oleh Erick sebesar Rp 350 juta dan diterima oleh Budiono. Terakhir Erick menyerahkan uang Rp 500 juta sehingga total nilai uang yang diterima Rendra mencapai Rp 1,6 miliar.
Menurut bupati dua periode itu, uang yang diterima dari Erick digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti acara pernikahan anaknya. Selain menerima Rp 1,6 miliar, Rendra juga mengakui menerima bantuan dari Erick untuk pembangunan rumah anaknya.
Rendra beralasan dia ingin memberikan rumah seharga Rp 1,5 miliar kepada anaknya yang baru menikah, tetapi hanya memiliki uang Rp 300 juta. Menurut dia, Erick menyanggupi untuk menyelesaikan pembangunan rumah itu dan Rendra mengaku berkomitmen membayar dengan cara mencicil semampunya.
”Kadang mencicil Rp 250 juta, kadang Rp 300 juta. Total uang yang sudah dibayarkan sekitar Rp 900 juta,” kata pria yang pernah menjabat Wakil Bupati Malang periode 2005-2010 itu.
Tak mengakui
Kepada majelis hakim, terdakwa tidak mengakui menerima uang dari pengusaha rekanan lainnya yang bernama Ubaidillah dengan total nilai Rp 7,5 miliar dan pengusaha rekanan bernama Choiriyah dengan total nilai sebesar Rp 500 juta. Rendra juga tidak mengakui penerimaan uang dari Ali Murtopo yang merupakan anggota tim sukses.
Hal yang janggal, Erick bukan ahli IT, melainkan seorang hacker. Tugasnya justru menghadang perusahaan yang akan mengajukan penawaran dalam proses lelang elektronik di Pemkot Malang. Hal itu untuk memenangkan perusahaan rekanan yang ditunjuk, yakni Ali Murtopo.
Ali merupakan politisi Partai Demokrat dan dikenal sebagai aktivis muda di Malang. Dia bukan produsen alat peraga pendidikan, melainkan dinyatakan sebagai pemenang proyek pengadaan alat peraga Kabupaten Malang yang didanai DAK tahun anggaran 2010 sebesar Rp 29,5 miliar.
Dalam sidang dakwaan, jaksa KPK Joko Hermawan mendakwa Rendra Kresna menerima suap dari perusahaan rekanan Pemkab Malang sebesar Rp 7,5 miliar. Uang berasal dari Ali Murtopo dan Ubaidillah selaku pengusaha penyedia barang dan jasa dalam proyek pengadaan alat peraga pendidikan yang bersumber dari dana alokasi khusus pendidikan.
Uang hasil suap itu digunakan untuk biaya kampanye pencalonannya dalam Pilkada Malang dan membangun rumah untuk anaknya. Atas perbuatannya itu terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.