Siapkah Nadal Bertahan Sebagai “Raja Lapangan Tanah Liat?”
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
Musim berganti, persaingan tenis dunia beralih ke tanah liat. Tanpa petenis yang dominan pada kuartal pertama 2019, sulit untuk menebak petenis yang akan menguasai persaingan di merahnya tanah liat.
Rafael Nadal (32) sebenarnya menjadi kandidat terkuat untuk mempertahankan status ”Raja Lapangan Tanah Liat”. Tak ada petenis lain yang meraih gelar Perancis Terbuka hingga 11 kali selain Nadal.
Namun, kondisi fisik petenis Spanyol ini menjadi pertanyaan. Dia tak menyelesaikan laga pada turnamen ATP Masters 1000 Indian Wells, Maret, karena cedera lutut kanan. Cedera itu membatalkan laga klasik, Nadal lawan Roger Federer, pada semifinal.
Didera berbagai cedera sejak remaja, Nadal pun sangat paham kondisi tubuhnya. Dia tak ingin memaksakan diri tampil dalam kondisi cedera jika kondisinya akan membahayakan. Apalagi, dia punya banyak alasan untuk tampil prima di tanah liat, yang persaingannya berlangsung April hingga Juni.
Lapangan tanah liat, yang memantulkan bola dengan lambat dan tinggi ini, adalah favoritnya. Lebih ”empuk” dari lapangan keras, tanah liat juga paling aman untuk tubuh Nadal yang rentan cedera.
Faktor lain, dia punya tanggung jawab besar untuk mempertahankan poin yang didapat dari turnamen tanah liat 2018. Nadal harus mempertahankan 4.680 poin hasil dari juara di ATP 500 Barcelona, Monte Carlo dan Roma Masters, serta Perancis Terbuka. Dia juga tampil hingga perempat final Madrid Masters. Nilai dari laga di tanah liat itu mencapai 53 persen dari total poin yang didapat pada 2018.
Tak ingin melepas kesempatan besar meraih poin maksimal, Nadal berlatih di lapangan tanah liat di akademi tenis miliknya di Mallorca, Spanyol, sejak pekan lalu. Monte Carlo Masters, 14-21 April, menjadi turnamen tanah liat pertamanya pada 2019, diikuti ATP 500 Barcelona pada pekan berikutnya.
Dua pekan selanjutnya, kesempatan meraih poin ada di Madrid dan Roma Masters. Puncak persaingan di lapangan berlapis tumbukan batu bata itu akan terjadi di Perancis Terbuka, 26 Mei-9 Juni.
Toni Nadal, paman Nadal yang melatihnya pada era 1990-2017, tak begitu risau dengan kondisi keponakan yang selalu dipanggilnya Rafael itu. ”Siapa yang tahu apa yang akan terjadi. Saya pikir, dia masih bisa bertahan hingga dua-tiga tahun lagi. Saya tidak berbicara tentang Rafael, seseorang yang bermain tenis, tetapi tentang seseorang yang selalu cedera yang bermain tenis. Itu sangat sulit dilakukan,” tutur Toni seperti dikutip The New York Times, pekan lalu.
Dua nama akan menjadi pesaing terkuatnya, yaitu Novak Djokovic dan Dominic Thiem. Djokovic, juara Perancis Terbuka 2016, adalah petenis serba bisa. Meski penampilannya menurun sejak juara Australia Terbuka, tersingkir pada babak ketiga Indian Wells dan babak keempat Miami Masters--kemampuannya tampil di tanah liat sama baiknya dengan di lapangan keras dan rumput.
”Rafa masih yang terbaik di tanah liat. Satu-satunya yang dapat mematahkan Rafa adalah Novak. Forehand dengan pukulan topspin dan backhand dua tangan menjadi senjata Novak untuk mengalahkan Rafa,” kata David Macpherson, pelatih petenis AS, John Isner.
Thiem menunjukkan penampilan yang terus meningkat di tanah liat. Pada Perancis Terbuka 2018, dia menantang Nadal di final setelah tampil pada semifinal 2017 dan 2018. Petenis Austria ini bisa menjadi tembok tebal yang menghalagi Nadal untuk mempertahankan status “Raja Lapangan Tanah Liat”.