Kawasan pertambangan intan tradisional di Kota Banjarbaru mendesak ditata agar ke depan tidak ada lagi korban tewas akibat tertimbun longsoran.
BANJARBARU, KOMPAS Penataan kawasan tambang intan rakyat di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, mendesak dilakukan agar korban tidak terus berjatuhan. Pemerintah harus memastikan keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan di sana dengan melakukan kajian yang komprehensif.
Kejadian longsor di lokasi tambang intan rakyat, Pumpung, Kelurahan Sungai Tiung, Cempaka, yang mengakibatkan lima pekerja tewas tertimbun tanah, Senin (8/4/2019), merupakan kejadian kedua pada tahun ini. Berdasarkan informasi dari warga setempat, tak kurang dari 50 orang tewas dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, Pemprov Kalsel dan Pemkot Banjarbaru tidak boleh membiarkan kejadian semacam itu terus berulang. Gubernur dan wali kota harus segera turun tangan memastikan keselamatan rakyat dan lingkungan di sana.
”Penataan kawasan tambang intan mendesak dilakukan mengingat penambangan di sana sudah dilakukan sejak lama. Jangan sampai kejadian serupa terulang lagi dan memakan korban jiwa,” kata Kisworo di Banjarbaru, Rabu (10/4).
Untuk menata kawasan itu, pemprov dan pemkot harus bersinergi mengingat kewenangan mengatur pertambangan berada di pemprov, sementara pemkot punya tanggung jawab terhadap wilayah dan warganya.
”Pemerintah harus segera membentuk tim khusus untuk melakukan kajian secara komprehensif, dari hulu sampai hilir, terhadap pertambangan intan rakyat,” ujarnya.
Menurut Kisworo, perlu dikaji aspek tata ruang, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, lingkungan, dan penegakan hukum. Jika dari hasil kajian, kawasan itu tetap untuk tambang intan rakyat, kegiatan tersebut harus diatur dengan memperhatikan lingkungan serta keselamatan dan kesejahteraan warga.
Jika hasilnya dinilai tidak layak dan harus ditutup, pemerintah harus segera menyiapkan mata pencarian alternatif bagi warga. Sebab, mereka turun-temurun menggantungkan hidup pada pertambangan intan.
”Jangan asal tutup atau asal tangkap karena hal itu bisa memicu konflik sosial. Pemerintah harus memberi solusi dan edukasi untuk mengubah pola pikir masyarakat,” katanya.
Tak sesuai
Menurut Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalsel Gunawan Harjito, kawasan tambang intan di Cempaka tidak sesuai dengan aturan tata ruang Kota Banjarbaru. Peruntukan kawasan itu tidak untuk pertambangan, tetapi untuk pariwisata.
”Dari aspek legalitas, kegiatan penambangan tersebut tidak memiliki izin sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Kami tidak bisa memberikan izin atau legalitas untuk penambangan di sana karena terkendala aturan tata ruang Kota Banjarbaru,” katanya.
Gunawan mengatakan, izin tambang hanya dapat diterbitkan apabila mendapatkan rekomendasi dari pemerintah setempat yang didukung dengan kesesuaian tata ruang. ”Karena legalitasnya tidak ada, kami juga tidak punya kewenangan untuk menindak pertambangan intan di sana,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kalsel Abdul Haris Makkie mengatakan, pemprov akan mendukung jika Pemkot Banjarbaru punya rencana menata kawasan tambang intan di Cempaka itu ke depan. ”Kami menunggu dulu kajian dan rencana penataan dari pemkot,” kata Haris saat menyerahkan bantuan kepada keluarga korban longsor.
Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani sebelumnya mengatakan, pemkot tidak bisa langsung melarang masyarakat menambang intan karena belum bisa memberikan solusi. Namun, mulai tahun ini pemkot berupaya mengalihusahakan mereka dari tambang intan ke peternakan itik petelur.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Cempaka H Safrullah mengatakan, mengajak warga beralih dari usaha pertambangan harus pelan-pelan . ”Kalau mau ditata, kembalikan saja peruntukan kawasan untuk pariwisata,” katanya. (JUM)