Sejumlah aset LRT akan dikomersialkan, baik untuk penyewaan tenant hingga pemasangan iklan di tiang-tiang penyangga jalur LRT.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan operasional kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) terhadap subsidi. Caranya, meningkatkan pendapatan non tiket. Sejumlah aset LRT akan dikomersialkan, baik untuk penyewaan tenant hingga pemasangan iklan di tiang-tiang penyangga jalur LRT.
Hal ini disampaikan Kepala Balai Teknik Perekretaapian Wilayah Sumbagsel Sugianto seusai diskusi bertema "Kebutuhan Pengimplementasikan Konsep Transit Oriented Develompent (TOD) Sesuai Karakteristik Tata Guna Lahan Sekitar Stasiun LRT Sumsel" di Palembang, Kamis (11/4/2019).
Tahun 2019, pemerintah masih mengeluarkan subsidi Rp 94,8 miliar untuk membiayai operasional LRT di Palembang. Itu disebabkan pendapatan LRT masih jauh lebih rendah dibanding biaya yang harus dikeluarkan. Namun, segala upaya harus dilakukan untuk menekan subsidi sehingga pendapatan tiap tahun bisa selalu meningkat.
Sugianto mengakui, jika hanya mengandalkan pendapatan dari tiket tentu tidak akan mencukupi. Kini, dari kapasitas LRT sebanyak 27.000 penumpang per hari, rata-rata keterisian penumpang (load factor) baru 22 persen. Jumlah ini jauh lebih baik dibanding rata-rata tahun lalu yang hanya 18 persen. Namun, capaian itu tetap belum optimal.
Untuk itu, lanjut Sugianto, diperlukan upaya memanfaatkan segala aset demi pendapatan tambahan. Salah satunya komersialisasi aset. Pemanfaatan aset tersebut dapat dilakukan dengan menyewakan stasiun ke beberapa gerai dan memanfaatkan tiang untuk pemasangan iklan. “Apabila komersialisasi aset ini berjalan baik, kemungkinan pendapatannya akan lebih tinggi dibanding pendapatan dari tiket,” kata Sugianto.
LRT Sumsel memiliki sejumlah aset yang dapat dimafaatkan untuk menarik pendapatan, yaitu terdapat 13 stasiun dan 860 unit pilar. Namun, saat ini pihaknya masih menunggu penyelesaian proses pembangunan konstruksi yang diperkirakan rampung bulan Mei atau awal Juni mendatang.
Sugianto mengatakan, di tahun 2019 subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk opersional LRT mencapai Rp 94,8 miliar. Bila komersialisasi aset sudah berjalan dan okupansi penumpang meningkat, diharapkan pada 2023 subsidi pemerintah dapat turun menjadi Rp 75,7 miliar. “Dalam sepuluh tahun ke depan diharapkan subsidi dapat ditekan hingga 50 persen,”kata dia.
Kepala Seksi Pemanfaatan Sarana dan Prasaran Pengelola LRT Sumsel Eben Torsa menuturkan, setelah aset sudah diserahkan pihak kontraktor kepada pemerintah, langkah selanjutnya akan dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk pengelolaan LRT.
Selain itu, fokus selanjutnya adalah menetapkan tarif untuk komersialiasi aset. Dalam hal penentuan tarif diserahkan pada Kementerian Keuangan. Tarif baru dikeluarkan setelah diterbitkannya Perturan Menteri Keuangan (PMK). “Kami berharap, tarif untuk komersialisasi aset dapat selesai pada semester ke II tahun ini,” kata Eben.
Saat ini, beberapa investor tertarik membuka gerai di stasiun dan memasang iklan di pilar LRT. Beberapa perusahaan tersebut bergerak di bidang perbankan, perhotelan, dan bisnis lain.
Stasiun potensial
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Fadriansyah Anwar menjelaskan, beberapa stasiun memiliki potensi besar untuk dijadikan pusat pergerakan ekonomi. Stasiun tersebut, yakni Stasiun Jakabaring dan Stasiun Bumi Sriwijaya.
Keduanya dinilai potensial karena ada pusat kegiatan publik di sana. Dengan adanya aktivitas publik, minat masyarakat menggunakan LRT semakin besar. Di sisi lain, ucap Fadriansyah, diperlukan konektivitas yang optimal agar warga merasa lebih nyaman dalam menggunakan LRT. Misalnya, dengan membuat jembatan penghubung antara mal dengan stasiun LRT ataupun keberadaan tempat parkir di stasiun yang potensial.
Sekretaris Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Uzirman mengatakan, penerapan integrasi antarmoda juga menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan okupansi LRT. Menurutnya, beberapa daerah sudah memanfaatkan angkutan massa untuk pergi ke Palembang, terutama di wilayah Sumatera Selatan bagian selatan seperti Muara Enim, Prabumulih, dan Lubuklinggau. Damri yang dari daerah tersebut selalu penuh. Keberadaan penumpang tersebut tentu bisa menjadi penumpang potensial LRT.