Wadah Pegawai KPK Tetapkan 11 April sebagai Hari Teror
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan dua tahun kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, Kamis (11/4/2019), menjadi momentum untuk mengecam bentuk teror terhadap pegiat antikorupsi dan hak asasi manusia. Wadah Pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat Sipil pun menetapkan tanggal 11 April sebagai Hari Teror terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Wadah Pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan penetapan hari itu dalam pembacaan deklarasi bersama. Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari sejumlah organisasi nonpemerintah, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kontras, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Lokataru Foundation.
Pembacaan deklarasi bersama disaksikan berbagai elemen masyarakat. Mereka, antara lain, mahasiswa, aktivis antikorupsi, seniman, akademisi, dan keluarga KPK. Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap membacakan deklarasi tersebut.
”Kami mencanangkan tanggal 11 April sebagai Hari Teror terhadap pemberantasan korupsi dan pembela hak asasi manusia di Indonesia,” kata Yudi.
Dia membacakan tuntutan agar Presiden Joko Widodo dapat memastikan pengungkapan kasus-kasus teror terhadap KPK serta kasus teror lain yang menimpa pembela HAM, pegiat antikorupsi, aktivis sosial, buruh, dan petani di Indonesia.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, yang hadir pada acara tersebut, berharap ada tindakan tegas dan percepatan proses penanganan kasus Novel. Jika hal itu terwujud, akan ada preseden baik bagi penyelesaian kasus teror terhadap penegak hukum, aktivis antikorupsi, jurnalis antikorupsi, atau masyarakat sipil lainnya.
”Semangat kita semua di sini, bukan hanya soal Novel, tetapi juga tentang serangan-serangan terhadap upaya pemberantasan korupsi, serangan terhadap aktivis pemberantasan korupsi, para pembela HAM, atau masyarakat yang memperjuangkan haknya dalam proses demokrasi,” kata Febri.
Wajah Novel disiram dengan air keras saat berjalan kaki seusai menunaikan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April 2017. Sampai saat ini, pelakunya belum terungkap.
Deputi Koordinator Advokasi Kontras Putri Kanesia menyampaikan, segala macam bentuk teror terhadap aktivis atau masyarakat sipil perlu jadi perhatian. Apalagi, hingga saat ini, belum ada aturan hukum terkait perlindungan aktivis.
”Yang jadi perhatian kita ketika ada kasus teror terhadap aktivis, kasus utamanya justru kerap diabaikan karena dihambat dengan kriminalisasi. Sebelum ada aturan yang spesifik mengatur perlindungan aktivis, saya pikir kasus teror masih banyak terjadi,” ujarnya.
Wadah Pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil, dalam deklarasi tersebut, juga menuntut agar Presiden bersikap tegas memerangi teror serta pelemahan terhadap KPK.
Bentuk TGPF
Presiden Joko Widodo dituntut segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen. Saat ini, TGPF yang bekerja untuk menangani kasus Novel sesuai rekomendasi Komisi Nasional HAM, diserahkan Presiden Jokowi kepada Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
”Tim gabungan pencari fakta yang diharapkan tentunya adalah yang independen, yang terlepas dari kepentingan politik mana pun. Siapa pun orangnya, tidak ada masalah. Tetapi, tim ini harus membuka diri untuk melibatkan semua orang yang berkompeten,” kata Novel pada kesempatan itu.
Novel berharap turun tangannya presiden bisa segera mengungkap pelaku teror yang tidak hanya menimpa dirinya, tetapi juga pegawai KPK lainnya. Sampai saat ini belum ada satu pun pelaku atau dalang di balik kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang terungkap.
Dua sepeda berwarna hitam dan merah muda yang dipajang di dekat pintu masuk Gedung KPK, sejak setahun lalu, seolah ikut berbicara. Sepeda yang dibeli dengan dana urunan pegawai KPK itu dijadikan hadiah sayembara bagi pihak yang bisa memberikan informasi terkait pelaku teror terhadap Novel. Sepeda dipilih untuk menyindir kuis berhadiah sepeda yang kerap dilakukan Presiden Jokowi kepada masyarakat.
Malam ini, di hadapan kedua sepeda itu, berkumpul ratusan warga yang antusias menyaksikan sisa acara dalam peringatan dua tahun kasus Novel. Penyair Emha Ainun Najib, yang lebih akrab dipanggil Cak Nun, bersama jurnalis senior Najwa Shihab, menggelar dialog budaya dan musikalisasi puisi untuk mendorong penuntasan kasus Novel.
Acara itu menutup kegiatan yang telah diadakan sejak siang hari, dengan diisi penampilan musik, mimbar bebas, dan orasi dari berbagai elemen masyarakat. Pengisi acara yang telah hadir antara lain Digo Band, Kawanlama, dan Jason Ranti.