Ericsson Implementasikan Perangkat Infrastruktur 5G Bersama 18 Operator
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Ericsson bersama 18 operator telekomunikasi seluler global telah mulai merealisasikan penggunaan perangkat infrastruktur 5G pada tahun 2019. Ericsson menawarkan teknologi berbagi spektrum atau spectrum sharing, perangkat infrastruktur telekomunikasi yang bisa dipakai di semua jenis spektrum frekuensi.
Group Chief Technology Officer Ericsson Erik Ekudden mengatakan hal tersebut kepada Kompas di Jakarta, Kamis (11/4/2019). Kedelapan belas operator yang merealisasikan pemakaian infrastruktur 5G termasuk ke dalam 44 operator yang telah tanda tangan nota kesepahaman dengan Ericsson.
"Teknologi akses seluler 5G menyebabkan peradaban baru yang amat mendukung otomasi, benda terhubung internet, jaringan nirkabel semakin luas, dan kecerdasan buatan. Kami selalu berusaha menjadi terdepan sebagai penyedia infrastruktur jaringan telekomunikasi. Oleh karenanya, kami terus berinovasi teknologi jaringan," ujar dia.
Sebanyak 44 operator telekomunikasi berasal dari wilayah Amerika utara, Australia, Eropa, dan Asia bagian timur.
Dia mengatakan, tantangan utama implementasi 5G adalah spektrum frekuensi, baik dari sisi jumlah lebar pita maupun jenis spektrum. Ada beberapa negara memiliki pemerintah yang peduli terhadap komersialisasi 5G sehingga mau mengalokasikan jenis spektrum baru ataupun melelang tambahan lebar pita untuk jenis spektrum lama. Ada pula pemerintah negara tidak seperti itu.
Dia mencontohkan Indonesia. Salah satu jenis spektrum frekuensi rendah, seperti 700 Megahertz (MHz), masih dikuasai oleh pelaku industri penyiaran. Hingga sekarang, pemerintah belum memutuskan kebijakan terkait jenis spektrum frekuensi itu.
"Berangkat dari realitas seperti dialami oleh Indonesia, kami menciptakan teknologi jaringan sharing spektrum yang memungkinkan 5G berjalan lancar di jenis spektrum apapun yang sudah dimiliki oleh operator. Masih ada teknologi jaringan lain dari Ericsson yang dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan keterbasan jumlah lebar pita spektrum frekuensi," tutur Erik.
Sebagai peradaban baru, dia mengemukakan, 5G akan membentuk model bisnis baru bagi operator telekomunikasi. Sebagai contoh, operator menawarkan aneka servis berbasis jaringan teknologi akses 5G kepada pengelola kota cerdas.
Lebih jauh, Erik menceritakan, Ericsson telah hadir di Indonesia lebih dari 110 tahun. Satu dekade terakhir, penetrasi pita lebar Indonesia tumbuh pesat diikuti dengan penggunaan ponsel pintar.
Penetrasi pita lebar di Indonesia sudah mencapai sekitar 80 persen. Di beberapa negara maju telah mempunyai penetrasi pita lebar lebih tinggi dari itu diikuti hampir seluruh penduduk tercatat sebagai pengguna ponsel pintar. Amerika bagian utara, misalnya. Kondisi seperti itu memuluskan komersialisasi 5G.
"Peningkatan penetrasi pita lebar akan membantu mendorong kenaikan produk domestik bruto. Kami percaya, Indonesia akan menuju ke sana," tutur dia.
Terkait disrupsi digital, Erik mengemukakan, Ericsson sendiri juga terdisrupsi. Setiap inovasi teknologi akses seluler maka bisnis Ericsson pun terdampak.
Terkait teknologi akses seluler 5G, Ericsson tidak hanya menyediakan perangkat inti infrastruktur jaringan berteknologi akses seluler 5G bagi operator, seperti core radio untuk pemancar.
"Jika operator mau terjun ke bisnis benda terhubung internet (IoT), kami menyediakan perangkat teknologinya yang berbasis teknologi akses seluler 5G," kata dia.
Erik menambahkan, bisnis jaringan telekomunikasi akan terus menjadi inti pendukung komunikasi, aktivitas internet, dan industri digital masa depan. Keputusan Ericsson tetap bermain di bisnis penyedia perangkat infrastruktur jaringan berteknologi akses seluler apapun sudah tepat.
"Seperti bisnis Intel. Dengan chip yang diproduksi untuk segala hulu-hilir bisnis industri digital, tidak hanya chip komputer, Intel menang banyak. Begitu juga kami yang konsisten menjadi penyedia perangkat infrastruktur jaringan telekomunikasi," tambah dia.