Indikator Pembangunan Keluarga Jadi Prioritas Pendataan KB
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indikator terkait indeks pembangunan keluarga kini masuk dalam pendataan keluarga yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Data tersebut dinilai penting untuk menjadi acuan kebijakan dan sasaran pembangunan nasional.
Terdapat enam indikator baru yang masuk dalam pendataan keluarga dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Indikator yang berhubungan dengan indeks pembangunan keluarga itu, antara lain, kepemilikan kartu keluarga; kepemilikan akta kelahiran; penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; konsumsi rokok; pengelolaan sampah keluarga; serta tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
”Dalam pendataan keluarga 2020, BKKBN akan memasukkan indikator terkait indeks pembangunan keluarga. Indeks ini sangat dibutuhkan karena sesuai dengan sasaran pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Harapannya, data ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh kementerian dan lembaga terkait,” ujar Sekretaris Utama BKKBN Nofrijal saat membuka rapat awal pendataan keluarga tahun 2020 di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Pendataan keluarga merupakan survei rutin yang dijalankan oleh BKKBN setiap lima tahun sekali. Pendataan terakhir dilakukan pada 2015.Menurut rencana, pendataan keluarga akan dilakukan kembali pada Mei-Juni 2020. Setidaknya ada 73 juta keluarga yang menjadi target dalam pendataan ini.
Pendataan tersebut akan menghasilkan mahadata (big data) keluarga dan individu yang menjadi sasaran intervensi program pemerintah. Data itu dapat ditelusuri mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, hingga tingkat RW/RT bahkan keluarga. Basis data yang dihasilkan, antara lain profil pasangan usia subur, keluarga dengan anak balita, keluarga dengan remaja, dan keluarga dengan lansia.
Pelaksana Tugas Deputi Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN yang juga Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN M Yani, menambahkan, perhitungan indeks pembangunan keluarga (IPK) mendesak dilakukan karena data tersebut selama ini belum dimiliki oleh pemerintah. Indeks ini bisa menjadi alat ukur kinerja lintas sektor dalam upaya pembangunan keluarga.
”Untuk BKKBN sendiri, data ini punya urgensi yang tinggi. BKKBN tugasnya membangun keluarga, tetapi selama ini tidak ada indikatornya. Jadi, seharusnya sudah lama ada (data ini),” katanya.
Bisa dipantau
Melalui IPK, potret kondisi keluarga di setiap provinsi, bahkan kabupaten ataupun kota bisa lebih dipantau. Intervensi yang perlu dilakukan oleh kementerian/ lembaga pun bisa lebih terarah. Selain itu, proses dalam perhitungan IPK juga bisa menjadi rujukan di tingkat regional karena belum banyak negara yang melakukannya.
Integrasi
Nofrijal menyatakan, pendataan keluarga tahun 2020 akan diintegrasikan dengan data kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam Negeri serta sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam sensus penduduk, setidaknya ada 10 variabel yang memiliki kesamaan dengan indikator pendataan keluarga.
”Integrasi dilakukan agar dalam pendataan lebih efektif dan efisien. Infrastruktur dan sumber daya yang dimiliki oleh BKKBN bisa disinergikan dengan BPS. Pendanaan pun diharapkan bisa lebih efisien,” ucapnya.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono menambahkan, integrasi pendataan keluarga dan sensus penduduk bisa dilakukan karena dilakukan secara bersamaan tahun 2020. Selain integrasi pada variabel dasar, integrasi lain adalah proses monitoring dan kontrol data.
”Dengan integrasi, data yang dihasilkan pun bisa disepakati bersama. Proses ini juga menjadi dasar untuk mendukung program satu data pemerintah,” ujarnya.