Mengenal Konsulat Asing di Semarang Tempo Dulu
Kota Tua Semarang dijuluki Little Netherland karena banyaknya bangunan berlanggam Eropa dan Belanda yang dibangun di kawasan tersebut yang membentang dari Jembatan Mberok hingga sekitar Stasiun Kereta Api Semarang Tawang.
Selain perkantoran maskapai dagang yang dulu mendominasi penggunaan bangunan tua di Kota Tua Semarang, ternyata berbagai negara asing juga membuka kantor konsulat di sana.
Kota Tua Semarang dijuluki Little Netherland karena banyaknya bangunan berlanggam Eropa dan Belanda
Pegiat wisata Kota Tua Semarang Arry Awan yang ditemui sepanjang akhir pekan Sabtu–Minggu (6-7/4/2019) menceritakan tentang berbagai konsulat yang membuka kantor di Semarang semasa era kolonial Hindia Belanda yang membuktikan nilai penting kota itu.
“Konsulat tersebut berbagi tempat di satu gedung dengan lembaga lain seperti kantor-kantor dagang. Sebagian besar kantor dagang di kawasan tersebut terkait dengan bisnis gula pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 sehingga kami menyebutnya sebagai Jalur Gula di Kota Lama,” kata Arry.
Wilayah Konsulat dan kantor-kantor dagang gula tersebut berada di garis lurus dari Jalan Bodjong–-kini Jalan Pemuda yang bermuara di Tugu Muda tempat Kantor Gubernur–-Wisma Perdamaian berada. Kantor Pos besar yang menjadi Kilometer Nol Kota Semarang sebagai bagian dari Jalan Raya Pos yang dibangun Daendels tahun 1808 terletak di antara Wisma Perdamaian dan Kota Tua tempat konsulat asing berada.
Sejarawan dari Unika Semarang Tjahjono Rahardjo mengisahkan, Wisma Perdamaian yang sudah ada ada sejak tahun 1700-an itu, menjadi tempat bersejarah karena pernah menjadi tempat singgah Pangeran Diponegoro sebelum diasingkan ke Manado di tahun 1830.
Sebelumnya, pada tahun 1812 lokasi ini menjadi tempat Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles merancang serangan Inggris ke Keraton Yogyakarta di tahun 1812.
Wilayah tempat konsulat asing berada terletak di antara Wisma Perdamaian, Kantor Pos, Kantor Kereta Api, dan Pelabuhan. Wilayah di dekat Kantor Pos ke arah Pasar Johar terdapat Kampung Pekojan, Pecinan dan ke arah wilayah yang sekarang menjadi Simpang Lima dan Gergaji, merupakan lahan milik taipan gula Oei Tiong Ham yang memiliki kantor besar di Kota Lama.
Sedangkan di belakang Wisma Perdamaian terdapat tanah tempat perumahan sewa milik Mangkunegara IV yang juga mengembangkan bisnis gula di Colomadu dan Tasikmadu.
Konsulat Eropa Hingga Siam
Konsulat yang berkantor di Semarang menurut Arry Awan adalah Kerajaan Inggris, Kerajaan Denmark bersama Kerajaan Belgia, dan Kerajaan Siam. Kerajaan Inggris yang memiliki koloni di Malaya, Singapura, dan Hongkong memiliki kepentingan bisnis yang besar terkait perkembangan pabrik gula di Jawa yang bersaing dengan Hindia Barat terutama Kuba dan negara-negara Karibia serta Amerika Latin.
Sedangkan Kerajaan Belgia, dalam memoir Gusti Nurul, putri Mangkunegara VII dari Pura Mangkunegaran, Surakarta tercatat pernah menerima kunjungan Putri Astrid ke Surakarta. Pura Mangkunegaran bersahabat baik dengan berbagai keluarga kerajaan dan tokoh dunia.
Kunjungan begawan pendidikan Rabindranath Tagore ke Pura Mangkunegaran juga diabadikan dengan memberi nama Jalan Tagore di wilayah Mangkunegaran pada jaman Mangkunegara VII.
Adapun Raja Rama V atau Raja Chulalangkorn dari Kerajaan Siam, pada tahun 1871, 1896, dan 1901 berkunjung ke Jawa dan bersahabat baik dengan Mangkunegara IV, Mangkunegara V, dan para saudagar di Semarang seperti Bhe Biauw Tjwan dan Oei Tiong Ham.
Jongkie Tio, penulis buku Kota Semarang Dalam Kenangan, mencatat kunjungan Raja Rama V ke kediaman Bhe Biauw Tjwan dan Oei Tiong Ham. Raja Rama V dikenal melakukan modernisasi Siam dengan mendatangkan insinyur pengairan Belanda, mandor dan tukang dari Jawa untuk membangun saluran irigasi.
Modernisasi tersebut menghasilkan pertumbuhan industri padi, perkebunan karet, perkebunan tebu, hingga pabrik gula sehingga Siam yang kini dikenal sebagai Thailand sukses menjadi eksportir berbagai produk pangan di seluruh dunia.
Hubungan dagang gula dan komoditas dari Jawa membuat negara-negara tersebut membuka konsulat di Semarang yang menjadi pelabuhan untuk mengekspor beragam komoditas seperti gula, tapioka, indigo, kapuk, dan lain-lain.
Sebaliknya, Oei Tiong Ham Concern sebagai penerus bisnis Kian Gwan Concern juga mengembangkan usaha ke Eropa dan Asia Tenggara termasuk ke Bangkok, ibu kota Kerajaan Siam. Salah satu keturunan Raja Gula Oei Tiong Ham, yakni Oei Tjong Bo, menurut Jongkie Tio, berbisnis dan tinggal di Thailand hingga kini.
Dalam satu kesempatan, Jongkie Tio pernah menerima Oei Tjong Bo yang bertamu ke restorannya di dekat Simpang Lima dan mereka pun berfoto bersama.
Hubungan dagang gula dan komoditas dari Jawa membuat negara-negara tersebut membuka konsulat di Semarang yang menjadi pelabuhan untuk mengekspor beragam komoditas seperti gula, tapioka, indigo, kapuk, dan lain-lain.
Bekas Konsulat Inggris kini menjadi gedung yang digunakan untuk kafe Teh Tong Tji, Konsulat Belgia dan Denmark kini menjadi Gedung Bank Mandiri di dekat Jembatan Mberok, dan Konsulat Siam terletak di Jalan Kepodang.
“Kakek dari PM Singapura, Lee Kwan Yew juga pernah bekerja di perusahaan milik Oei Tiong Ham. Kedutaan Besar Singapura juga memahami nilai penting hubungan sejarah negara mereka dengan Semarang,” kata Arry.
Menurut Arry Awan hingga kini belum ada penanda atau plakat dari Kerajaan Inggris, Belgia, Denmark, dan Thailand untuk mengenang situs-situs bersejarah bekas konsulat mereka di masa silam yang juga membuktikan nilai strategis perdagangan Kota Semarang dengan mancanegara.