Menyusuri Denyut Kehidupan di Kolong Tol Jakarta
Pemprov DKI mulai menata kolong tol dari hunian ilegal. Gubernur DKI Anies Baswedan berencana mengelola ruang kolong jalan tol sebagai tempat kegiatan warga yang terkait dengan olahraga, kegiatan seni, hingga hiburan.
Lahan-lahan di kolong tol menjadi saksi bisu beragam aktivitas warga yang mengadu nasib di Jakarta. Dengan kondisi terbatas, mereka bertahan di tempat yang bukan peruntukannya. Hal itu dillakukan demi bisa bertahan di Ibu Kota.
Sejak tahun 1988, Hertini (49), warga asal Pemalang, Jawa Tengah, sudah tinggal dan menetap di kolong jalan tol, kawasan Jembatan Tiga menuju Pluit, Jakarta Utara. Setidaknya, dalam dua tahun terakhir, ia sudah tiga kali digusur dari bedeng yang ia tempati.
"Sejak 2017 sampai 2018, ada tiga kali penggusuran. Saya selalu kembali ke sini dan tidak mau pindah. Gara-gara saya ngotot ingin tinggal di sini, saya bercerai dengan suami saya. Suami saya sekarang memilih tinggal di rumah susun Marunda," tutur Hertini.
Hertini beralasan, ia memiliki tanggungan tiga orang anak, dua di antaranya masih mengenyam pendidikan. Ia mesti menghidupi anaknya dengan menjual makanan di lapak warung yang ada di bedeng tempat tinggalnya.
Hertini hanyalah salah satu dari belasan pedagang yang berjualan di kolong tol ini.
Nyatanya, masih banyak lagi warga yang menjadikan kolong tol sebagai lahan usaha. Warga lain di sekitar tempat tinggal Hertini menggunakan kolong tol untuk menyimpan barang rongsokan dan kayu-kayu bekas.
Nidha (47), warga Kecamatan Penjaring, mengatakan bahwa kolong tol di dekat rumahnya selalu ramai dihampiri oleh sopir truk. Setiap harinya sopir truk ini beristirahat dari malam hingga menjelang pagi di lokasi tersebut.
Nidha bukanlah warga yang tinggal di kolong tol, namun, ia merasa prihatin dengan kehidupan warga yang selalu tergusur dari kolong tol. Menurut ia, kolong tol ini memang sudah menjadi sumber penghidupan warga sekitar. "Setiap malam, tidak hanya warung makan, tetapi juga ada yang berjualan barang rongsokan kayu bekas. Ramainya ampun-ampunan," ujar Nidha.
Sarana rekreasi
Di sudut kolong tol lain, suara bola biliard terdengar saling beradu, diiringi teriakan sejumlah pemain yang bekerja sebagai pengemudi angkot, satpam, dan penjaga warung kopi. Di sela-sela rutinitas pekerjaan, mereka menyempatkan waktu untuk mampir ke arena biliard, yang lokasinya berada di kolong Tol Pelabuhan, Krukut, Jakarta Utara.
"Arena ini sudah ada sekitar 15 tahun lalu dan tidak pernah tutup, alias buka 24 jam dalam sehari," kata Syamyo (57), penjaga arena biliard, Jumat (12/04/2019).
Cukup dengan merogoh kocek Rp 2.000 untuk sekali main, warga bisa menikmati hiburan murah, sekaligus melepas lelah seusai bekerja. Meski arena ini terkesan kumuh, namun selalu ada pemain yang memenuhi empat meja biliar usang di arena tersebut. "Biasanya seminggu sekali saya mampir, sekaligus silaturahmi dengan rekan-rekan yang biasa main di sini," ucap Jaya (34), salah satu pengemudi angkot.
Tidak hanya sarana rekreasi, daerah kolong tol juga dijadikan sebagai tempat ibadah. Di perbatasan Kelurahan Papanggo dan Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, terdapat Masjid Babah Alun, sebuah masjid yang dijadikan sebagai kawasan wisata berbasis religi.
Muntaha (42), pengurus masjid itu, mengatakan bahwa kawasan tersebut dibangun oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), sebagai pihak yang membangun sejumlah jalan tol di Indonesia.
Masjid itu dibangun dengan corak tionghoa, menyesuaikan dengan pendirinya yang merupakan mualaf keturunan tionghoa. Muntaha mengatakan, masjid itu dibuka 24 jam untuk melayani kedatangan warga yang ingin iktikaf di malam hari. "Sejak dibuka pada Juni 2018, masjid ini dimaksudkan sebagai ruang bagi siapapun yang ingin berkunjung. Baik ibadah maupun sekadar berkunjung, yang penting berpakaian sopan dan menutup aurat," ucap Muntaha.
Upaya pemerintah
Sebelumnya, ratusan bedeng ludes dilalap si jago merah, tepatnya di kolong Jalan Tol Lingkar Dalam kilometer (km) 25 di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (30/3/2019). Sebanyak 117 keluarga kehilangan tempat tinggal akibat peristiwa tersebut.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah berkirim surat kepada Kementerian PUPR untuk mengelola ruang kosong di kolong jalan tol, khusunya pada ruas segmen tol Plumpang-Pluit dan Grogol Pluit. Namun ia masih belum memiliki konsep jelas, bagaimana konsep pengelolaan kolong tol ini. "Nantinya akan dijadikan untuk kegiatan masyarakat, dari kegiatan seni budaya hingga kegiatan komersial," ujarnya di Jakarta, Kamis (11/04/2019).
Baca juga : Pengelola Diminta Jaga Kolong Tol
Baca juga : Kolong Tol Ditata, Warga Berharap Tetap Bisa Lanjutkan Usaha
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol ( BPJT) Danang Parikesit menyambut baik niat gubernur. Ia menyatakan siap untuk membahas pengelolaan lahan kolong tol ini bersama dengan Pemprov DKI.
"Sesuai dengan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), pengelolaan lahan kolong tol ini akan diserahkan kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal. (SPM), termasuk perawatan, keselamatan, dan keamanan aset jalan tol," katanya.
Terkait dampak kerusakan ruas Tol Lingkar Dalam KM 25 akibat kebakaran, Danang menjelaskan, BPJT telah meninstruksikan BUJT untuk melakukan penyelidikan teknis yang melibatkan konsultan independen dan pusat penelitian jalan jembatan Balitbang PUPR.
"Hal yang biasanya perlu diwaspadai akibat kebakaran yaitu dampaknya terhadap bearing pad, karena materialnya lebih rentan dibandingkan dengan baja tulangan yang diselimuti beton. Kita lakukan peninjauan terhadap bearing pad ini," ujarnya.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna menyatakan kurang setuju dengan ide gubernur yang ingin menjadikan kawasan kolong tol sebagai kegiatan komersil. Menurut ia, sebaiknya daerah kolong tol ini dijadikan sebagai taman atau RPTRA untuk wadah interaksi masyarakat.
"Kerena sebagian besar kolong tol ini digunakan warga untuk mengolah barang-barang bekas yang memiliki nilai ekonomis. Kemudian, mereka jadi tinggal dan menetap di kolong tol. Seharusnya, kolong tol ini tidak boleh digunakan untuk kegiatan komersil," katanya.
Yayat mengatakan, keselamatan dan keamanan infrastruktur jalan tol harus menjadi hal utama dalam pengelolaan. Menurut ia, sebaiknya tidak boleh ada bangunan atau material yang rentan terbakar yang dibangun di lahan tersebut.
"Kemudian, pemprov perlu tegas untuk melarang warga untuk tinggal di kolong tol, apalagi jika mereka tidak memiliki izin untuk tinggal. Hal ini juga menjadi edukasi bagi warga, bahwa memang ada sejumlah kawasan yang dilarang untuk dijadikan pemukiman," ujarnya.
Sebelumnya, pemanfaatan lahan kolong tol ini sudah dilakukan di era Gubernur Basuki Tjahja Purnama. Beberapa RPTRA yang telah dibuat di kolong tol pada era Basuki yaitu RPTRA Sungai Bambu di Kelurahan Sungai Bambu dan RPTRA Pademangan Timur di Kelurahan Pademangan Timur, Pademangan.
Di tengah ketidakjelasan konsep Pemprov DKI utuk mengelola lahan kosong jalan tol, denyut kehidupan warga di kawasan ini masih terus berjalan. Mereka hanya bisa pasrah, sambil menunggu jika sewaktu-waktu harus tergusur dari tempat bernaungnya.