Uni Eropa memberikan perpanjangan tenggat Brexit sampai akhir Oktober. Namun, tanpa pembaruan di parlemen ataupun pemerintahan, proses Brexit bisa jadi akan tetap buntu.
Brussels, Kamis Uni Eropa memberikan perpanjangan waktu 6 bulan sampai 31 Oktober 2019 bagi Inggris untuk memproses Brexit. Namun, proses itu bisa dipercepat seandainya Inggris mampu meratifikasi kesepakatan Brexit sebelum tanggal itu.
Meski demikian, tak seperti biasanya, keputusan yang diambil 27 pemimpin Uni Eropa dalam KTT UE itu berlangsung tegang. Tentangan kuat datang dari Perancis, Belgia, Austria, dan sejumlah negara Eropa Timur yang mendesak agar perpanjangan tenggat Brexit tidak lebih dari beberapa pekan saja.
Sebelum KTT, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk meminta kepada 27 pemimpin UE bersikap fleksibel terhadap Inggris. Ia mengusulkan agar proses Brexit diperpanjang sampai satu tahun sehingga pemerintah dan parlemen Inggris memiliki ruang gerak cukup untuk menghasilkan solusi terbaik. Sejumlah pemimpin Eropa lainnya, seperti Kanselir Jerman Angela Merkel, mendukung usulan Tusk.
”Ini adalah kompromi yang terbaik yang memungkinkan semua pihak menjaga persatuan. Tanggal 31 Oktober adalah waktu tepat sebelum Komisi Eropa yang baru terbentuk,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Uni Eropa sebelumnya telah memberikan perpanjangan tenggat Brexit dari 29 Maret menjadi 12 April. Dengan perpanjangan sampai 31 Oktober, Inggris akan tetap diperlakukan sebagai anggota penuh Uni Eropa.
Konsekuensinya, Inggris wajib mengikuti proses pemilu legislatif Eropa. Rakyat Inggris harus memberikan suaranya pada 23 Mei. Jika Inggris tidak bisa memenuhi kewajiban itu, Inggris harus keluar dari UE pada 1 Juni 2019.
Inggris menyatakan telah mempersiapkan diri untuk melaksanakan pemilu legislatif Eropa. Meski demikian, PM Theresa May akan berupaya agar kesepakatan Brexit disepakati pada 22 Mei sehingga Inggris tidak perlu mengikuti pemilu Eropa.
Janji Inggris
Sejumlah pemimpin Eropa meminta janji Inggris agar menjaga sikap yang ”baik” sebagai imbalan perpanjangan kedua. PM Belanda Mark Rutte menegaskan, keputusan UE bergantung pada bagaimana rencana PM May meyakinkan parlemen Inggris. ”Kami juga menginginkan jaminan bahwa di dalam proses ini Inggris tetap akan menjadi mitra yang loyal,” kata Rutte.
May berjanji bahwa Inggris tak akan bersikap ”mengganggu” karena Inggris tetap akan menjaga kedekatan dengan blok UE.
Brussels juga menegaskan bahwa UE akan intens melakukan pertemuan tanpa Inggris dan meminta Inggris untuk tidak ”mengacaukan” proses tersebut, khususnya terkait dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan UE sepanjang masa perpanjangan.
Sejumlah pengamat menyatakan, perpanjangan tenggat Brexit selama 6 bulan dapat menghindarkan Inggris dari Brexit tanpa kesepakatan. Namun, perpanjangan ini tidak secara otomatis akan membuat kebuntuan politik segera berakhir.
PM May saat ini intens melakukan negosiasi dengan Partai Buruh. Ia mencoba menjembatani tuntutan Buruh yang menginginkan Inggris secara ekonomi tetap dekat Uni Eropa pasca-Brexit. Adapun Partai Konservatif menginginkan Inggris keluar dari pasar tunggal Eropa dan pabean bersama pasca-Brexit.
Seandainya kedua kubu mencapai kesepakatan, tantangan selanjutnya adalah meyakinkan mayoritas anggota parlemen mendukung kesepakatan. Tersedianya waktu 6 bulan bisa jadi membuat parlemen tak terdorong membuat keputusan cepat. Itu sebabnya Donald Tusk mengingatkan May agar Inggris tidak membuang- buang waktu.
Menurut BBC, percepatan pemilu merupakan opsi yang paling mungkin untuk memecah kebuntuan politik. Dengan parlemen dan pemerintahan baru, proses Brexit diharapkan bisa menemukan solusi terbaik. (AP/AFP/MYR)