Perusahaan yang beradaptasi dengan teknologi digital tak cukup hanya berinvestasi teknologi. Jangan berpikir, setelah membuat segala sesuatu menjadi digital, lalu simsalabim, seolah-olah semua pekerjaan menjadi lebih efisien dan kinerja menjadi lebih cemerlang.
Proses untuk mengubah pola pikir karyawan, cara kerja perusahaan, dan proses interaksi antara manajemen dan karyawan adalah sebagian langkah yang mesti dilakukan seiring digitalisasi industri. Proses menjadi lebih berat jika perusahaan tersebut sudah sangat nyaman dengan pola yang ada selama ini, namun mesti berubah agar tak ketinggalan langkah dari yang lain.
CEO sebuah bank di Indonesia menyebutkan, perusahaan menyediakan dana yang cukup besar untuk berinvestasi di dunia digital. Bukan hanya demi mengikuti tren, namun demi memberikan layanan terbaik bagi nasabah.
Bank itu menyediakan layanan pembukaan rekening melalui mesin. Calon nasabah yang memiliki kartu tanda penduduk elektronik bisa memproses pembukaan rekening simpanannya melalui mesin. Bank akan memverifikasi KTP-el itu dengan sistem kependudukan dan catatan sipil pada Kementerian Dalam Negeri. Maka, pembukaan rekening bisa semakin cepat, ringkas, dan efisien, tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian yang dipegang teguh bank.
Menurut catatan bank itu, pembukaan rekening menggunakan mesin membuat jumlah nasabah baru meningkat 10 kali lipat per bulan. Lebih jauh lagi, layanan perbankan yang bisa diakses secara digital—melalui komputer meja dan gawai—membuat nasabah semakin dimudahkan. Bagi bank, digitalisasi menjadi semacam kunci untuk meningkatkan penetrasi layanan keuangan bank di tengah masyarakat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, per akhir 2018, ada 115 bank umum di Indonesia dengan 31.618 kantor.
Adapun data Lembaga Penjamin Simpanan per Februari 2019 menunjukkan, ada 280,141 juta rekening simpanan pada bank di Indonesia. Jumlah rekening itu terdiri dari 280,115 juta rekening dana pihak ketiga (DPK) masyarakat dan 25.732 rekening simpanan dari bank lain. Ditilik dari jumlah rekening simpanan keseluruhan, jumlahnya meningkat signifikan dari 2015 yang sebanyak 175,501 juta rekening.
Adapun dilihat dari nilainya, simpanan pada perbankan di Indonesia per akhir Februari 2019 sebesar Rp 5.679 triliun. Jumlah ini meningkat dari akhir 2015 yang sebesar Rp 4.473 triliun.
Namun, ada juga CEO bank di Indonesia yang mengakui, digitalisasi industri tak mudah untuk diikuti. Bisa, namun perlu upaya keras. Ia mencontohkan, industri digital yang bergerak sangat cepat membuat segala sesuatu menjadi lebih dinamis. Perubahan yang mungkin dan akan terjadi itu mesti diantisipasi. Oleh karena itu, cara kerja dan pola pikir mesti menyesuaikan dengan industri digital.
Contohnya, langkah mesti semakin sering dievaluasi. Langkah-langkah menuju sasaran utama tak bisa lagi dievaluasi setiap tahun, mesti setiap bulan, bahkan setiap minggu. Hal ini yang, diakui CEO itu, sempat membuat pontang-panting karena tak terbiasa bergerak cepat dan dinamis.
Salah seorang bankir menyebutkan, layanan perbankan yang berubah mesti diikuti dengan perubahan pelaku industrinya. Setelah itu, barulah pelaku industri perbankan melayani nasabahnya yang juga tergerak mengikuti perubahan akibat industri digital. Jika pelaku industri tak berubah, jangan berharap bisa menawarkan layanan yang menarik bagi nasabah. Namun, layanan yang statis bisa membuat nasabah lari karena melirik layanan di bank lain yang lebih menarik dan sesuai kebutuhan terkini.
Setelah terbiasa bergerak cepat dan dinamis, perusahaan kini ”ketagihan” tantangan baru. Roda perubahan berputar kian cepat, seiring industri yang semakin dinamis. Namun, pada akhirnya, segala tantangan itu demi memenangkan hati nasabah. (DEWI INDRIASTUTI)