Menuju Ekonomi Berdikari Versi Kedua Capres
Kedua calon presiden memiliki rumusan visi misi yang berbeda dalam bidang ekonomi pada Pemilu 2014. Kini, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kemandirian ekonomi. Hanya saja, jalan yang berbeda ditempuh oleh setiap capres untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam debat antarcapres pada 2014, Joko Widodo menawarkan konsep kemandirian ekonomi atau ekonomi yang berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Konsep ini diturunkan dalam beberapa program pada bidang ekonomi makro dan mikro.
Pada sektor ekonomi makro, Jokowi saat itu memiliki program untuk mendorong investasi masuk ke daerah-daerah tertinggal. Untuk mencapai target ini, penyederhanaan izin menjadi salah satu program guna mempermudah investor dalam mengembangkan bisnis ke sejumlah daerah, terutama investor dalam negeri. Program ini juga bertujuan untuk mencapai pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Sementara pada sektor mikro, Jokowi kala itu fokus pada pembangunan ekonomi bagi masyarakat kecil, seperti pelaku UMKM, petani, dan pedagang di pasar tradisional. Tak hanya itu, pembangunan koperasi hingga ruang untuk pedagang kaki lima juga menjadi sorotan Jokowi kala itu.
Kini, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kemandirian ekonomi.
Pandangan yang berbeda dilontarkan oleh Prabowo Subianto. Saat itu, Prabowo berangkat dari konsep ekonomi kerakyatan. Pendekatan yang berbeda juga ditawarkan pada sektor ekonomi makro ataupun mikro. Pada sektor ekonomi makro, Prabowo sepakat untuk membuka peluang bagi investasi asing dengan syarat tidak mematikan ekonomi rakyat.
Selain itu, menutup kebocoran APBN juga menjadi salah satu fokus dari Prabowo. Hal ini dilakukan agar dana yang dapat dihemat dapat digunakan untuk sektor produktif sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Pada sektor ekonomi mikro, Prabowo saat itu menawarkan program seperti bank tani dan nelayan. Pembangunan sektor pertanian dengan cara menambah area persawahan hingga dua juta hektar juga menjadi salah satu strategi Prabowo pada sektor ekonomi lima tahun lalu.
Kesamaan konsep
Kini, baik Jokowi maupun Prabowo kembali berhadapan dalam kontestasi yang sama. Menariknya, kedua capres saat ini memiliki gagasan besar yang sama dalam pembangunan ekonomi, yaitu ekonomi yang berdikari. Hal ini tercantum secara jelas pada naskah visi misi dalam bidang ekonomi kedua capres.
Hanya saja, untuk mencapai ekonomi yang berdikari, kedua calon presiden memiliki cara yang berbeda. Salah satunya pada bidang ketenagakerjaan. Bagi Jokowi, program untuk sektor ketenagakerjaan difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia yang terintegrasi dengan kebutuhan industri. Sementara Prabowo lebih fokus pada pengutamaan penggunaan tenaga kerja lokal.
Untuk mencapai ekonomi yang berdikari, kedua calon presiden memiliki cara yang berbeda.
Sementara pada bidang ekonomi regional, Jokowi menitikberatkan pada pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki oleh setiap daerah. Sementara Prabowo fokus pada program peningkatan dana transfer ke daerah. Program ini juga disampaikan Prabowo dalam debat pada Pemilu 2014.
Menariknya, kedua capres juga memiliki beberapa program yang sama untuk mencapai tujuan kemandirian ekonomi. Salah satunya adalah pada sektor ekonomi kreatif. Program ini sama-sama menjadi fokus kedua capres pada debat Pemilu 2014. Kini, baik Jokowi maupun Prabowo juga memiliki tujuan yang sama untuk mengembangkan ekonomi kreatif di dalam negeri.
Gagasan yang relatif sama juga terdapat pada sektor ekonomi kerakyatan. Kedua capres sama-sama memiliki program pada pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada debat Pemilu 2014, gagasan serupa juga disinggung ketika membahas konsep pengembangan ekonomi rakyat.
Relevansi
Gagasan kedua capres untuk berdikari dalam bidang ekonomi ini sama-sama bermuara pada kesejahteraan. Dalam naskah visi misi, keduanya memiliki target yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lintas profesi, seperti guru, buruh, petani, dan nelayan.
Sejak dicetuskan oleh Soekarno hampir enam dekade lalu, gagasan berdikari masih relevan untuk dibawa pada situasi saat ini. Sebab, ekonomi Indonesia belum sepenuhnya mencapai kemandirian. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari impor barang konsumsi yang masih dilakukan oleh Indonesia.
Salah satu impor yang masih dilakukan adalah pada bahan kebutuhan pokok, seperti beras. Badan Pusat Statistik mencatat, dalam beberapa tahun terakhir, impor beras masih dilakukan dengan jumlah yang fluktuatif. Pada 2015, volume impor beras mencapai 861.601 ton. Jumlah ini mengalami kenaikan hingga 1,28 juta ton pada 2016 dan kemudian turun menjadi 305.275 ton pada 2017.
Sejak dicetuskan oleh Soekarno hampir enam dekade lalu, gagasan berdikari masih relevan untuk dibawa pada situasi saat ini.
Hanya saja, telah terdapat beberapa langkah produktif yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah kemudahan perizinan berusaha pada sejumlah daerah. Perbaikan ini dapat diukur dari indeks kemudahan berbisnis di Indonesia yang meningkat dari posisi ke-114 dari 189 negara pada 2015 menjadi peringkat ke-73 dari 190 negara pada 2019. Tentu, hal ini dapat menjadi pemicu bagi pengusaha dalam negeri untuk melebarkan sayapnya ke sejumlah daerah di Indonesia.
Siapa pun presiden yang terpilih nanti, ekonomi Indonesia akan dibawa pada tahap kemandirian ekonomi. Hal ini tentunya menjadi harapan untuk perbaikan ekonomi Indonesia yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial. (Dedy Afrianto/Litbang Kompas)