Tenaga lapangan hitung cepat Litbang Kompas posisinya cukup krusial. Oleh sebab itu, mereka perlu diikat dengan sejumlah aturan. Dalam surat perjanjian diterangkan bahwa tenaga lapangan, antara lain harus menjalankan tugas tanpa memihak, objektif dan jujur.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jelang hitung cepat, tim Litbang Kompas memberikan pembekalan kepada tenaga lapangan yang akan disebar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi di lobi Gedung Unit II Kompas Gramedia, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). Sebagai ujung tombak dalam proses hitung cepat, tenaga lapangan tersebut diikat oleh sejumlah aturan dan kaidah yang ketat.
Pembekalan tersebut diberikan kepada 257 tenaga lapangan. Mereka terdiri dari pewawancara, koordinator lapangan, dan koordinator daerah yang akan bertugas di tempat pemungutan suara (TPS).
Koordinator Wilayah Jabodetabek dan Banten Hitung Cepat Litbang Kompas Yuliana Rini menegaskan, tenaga lapangan tersebut posisinya cukup krusial. Oleh karena itu, mereka perlu diikat dengan sejumlah aturan. Dalam surat perjanjian diterangkan bahwa tenaga lapangan, antara lain, harus menjalankan tugas tanpa memihak, obyektif, dan jujur.
Jika terbukti melakukan pelanggaran, sejumlah sanksi sudah siap menanti. ”Sanksinya mulai dari yang ringan seperti peringatan hingga pelaporan kepada pihak kepolisian,” kata Rini.
Selama ini, Litbang Kompas memilih tenaga lapangan berdasarkan database yang mereka miliki. Di database tersebut juga terdapat hasil evaluasi dari tenaga lapangan tersebut selama keikutsertaannya pada survei atau hitung cepat Kompas.
”Jika mereka ternyata ada yang ikut ke lembaga survei lain, tidak akan dilibatkan kembali,” lanjut Rini.
Sejumlah kriteria yang ditentukan bagi tenaga lapangan antara lain harus familiar dengan metodologi kuantitatif dan kualitatif, memiliki komunikasi yang baik, serta sebisa mungkin menguasai wilayah TPS. Sebagian besar mereka berasal dari kalangan mahasiswa atau lulusan sarjana.
”Untuk daerah seperti Tanjungsari, Puncak, yang aksesnya susah, kami harus pastikan langsung interviewer-nya dari orang lokal,” kata Rini.
Berbeda dengan Pemilu 2014, pada hitung cepat Pemilu 2019, Litbang Kompas akan menggunakan aplikasi Open Data Kit (ODK). Aplikasi ini digunakan tenaga lapangan untuk mengirimkan hasil wawancara exit poll dan foto C1-KWK Plano ke War Room Litbang Kompas.
Melalui ODK, tenaga lapangan wajib mengirimkan titik koordinat mereka selama berada di TPS. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya joki dalam pengambilan data. Mereka juga diharuskan mengikuti perhitungan suara pemilu presiden dan pemilu legislatif hingga usai.
Koordinator daerah
Koordinator Daerah Jakarta-Bekasi Raumah Novitasari sudah terlibat dalam serangkaian kegiatan survei dan hitung cepat Litbang Kompas sejak 2017. Sebelumnya, ia pernah menjadi pewawancara dan koordinator lapangan dalam hitung cepat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Pengalaman menjadi pewawancara yang berat baginya adalah saat harus melakukan pendekatan kepada warga. Saat menjadi koordinator lapangan, ia harus bertanggung jawab mengatasi persoalan teknis interviewer.
”Saat Pilkada DKI Jakarta, ada kendala sinyal di kawasan Kapuk, Jakarta Barat, saya harus datang langsung buat bantu interviewer,” ucapnya.
Sebagai koordinator daerah, kali ini Raumah harus memastikan seluruh timnya memahami kebutuhan teknis yang ada di lapangan maksimal tiga hari sebelum terjun ke TPS. Pendekatan tersebut ia berikan baik secara teknis maupun emosional.
”Terutama, mereka harus mengetahui pasti lokasi TPS yang sudah ditentukan. Jika salah sampel, akan berakibat pada hasil akhir,” ujarnya.
Metodologi
Hitung cepat Litbang Kompas akan menggunakan sampel 2.000 TPS dari total 810.329 TPS yang sudah ditentukan KPU. Dalam menentukan sampel tersebut, basis yang digunakan adalah daftar pemilih tetap (DPT) sehingga lebih mendetail dan kompleks.
DPT yang digunakan adalah DPT KPU hasil perubahan kedua dengan jumlah 190.770.329 pemilih. Guna memenuhi 2.000 sampel, dalam proses pengacakan sampel interval yang digunakan adalah 95.385 pemilih.
Manajer Database Litbang Kompas Ignatius Kristanto mengatakan, salah satu penentu akurasi hasil survei adalah metodologinya. Dengan metodologi acak sistematis, sampel yang didapatkan adalah proporsional sesuai populasi sehingga hasilnya tidak jauh berbeda dengan perhitungan resmi KPU.
”Oleh karena itu, di mana pun sampel yang sudah ditentukan berdasarkan interval harus dikejar sekalipun dikejar. Jika tidak, hasilnya akan bias,” ujar Kris.
Ia menambahkan, sampel dari daerah pedesaan dan perkotaan artinya akan mewakili karakter pemilih dari pedesaan dan perkotaan. Termasuk daerah pelosok yang akses masuknya susah juga tetap harus dikejar karena itu mewakili karakter populasi di kawasan pelosok. Asalkan hal tersebut ditaati, hasilnya akan presisi.
”Ibaratnya, untuk merasakan sebuah masakan, kita tidak perlu menghabiskan semuanya, hanya perlu mencicipi sebagian,” lanjut Kris.