Ojek daring sudah menjadi moda transportasi andalan untuk menunjang mobilitas sehari-hari sebagian besar warga Ibu Kota. Pendapat warga tentang mahal atau murahnya tarif ojek daring yang baru tak dapat dilepaskan dari seberapa sering mereka memakai dan merasakan kenyamanan angkutan ini.
Beberapa waktu berselang, pemerintah menerbitkan aturan tarif baru ojek daring. Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Ojek daring yang beroperasi selama ini belum diatur tarifnya. Penetapan tarif itu dilakukan guna melindungi konsumen dan memberikan kepastian kepada pengemudi ojek daring.
Dalam aturan baru tersebut, skema pengenaan tarif baru dibuat berdasarkan zonasi. Ada tiga zona yang ditetapkan pemerintah dengan tarif batas bawah dan atas yang berbeda. Tarif batas bawah terendah Rp 1.850 per kilometer dan tarif batas tinggi tertinggi Rp 2.600 per km. Penetapan tarif itu mulai diberlakukan pada 1 Mei 2019.
Untuk wilayah Jabodetabek yang termasuk dalam zona II, tarif batas bawah ditetapkan sebesar Rp 2.000 per km, sedangkan tarif batas atas Rp 2.500 per km. Jika jarak tempuh tidak sampai 4 km, ditetapkan biaya jasa minimal berkisar Rp 8.000-Rp 10.000.
Tarif baru
Soal kepatuhan terhadap aturan tarif baru, hampir enam dari sepuluh responden tidak meragukan bahwa perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi akan mematuhinya. Mereka yakin aturan itu akan menjadi payung hukum bersama bagi penyedia aplikasi, pengemudi ojek, dan pelanggan.
Keyakinan bahwa tarif baru akan berlaku dan ditaati operator diiringi tanggapan beragam beragam warga Jabodetabek pada aspek besaran harga jasa. Sebanyak empat dari sepuluh responden jajak pendapat Kompas pada awal April lalu menilai, kenaikan tarif ojek daring itu masih dalam batas wajar. Bahkan, sebanyak 28 persen responden menganggap kenaikan tarif itu terjangkau kantong.
Ketentuan tarif baru tersebut dianggap masih sesuai harapan mereka. Hampir 60 persen responden menginginkan biaya ideal perjalanan hingga 4 km berada di kisaran Rp 5.000-Rp 10.000. Angka itu masih dalam rentang biaya jasa minimal yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 8.000-Rp 10.000.
Seperempat responden lainnya berpendapat, tarif ideal untuk perjalanan 4 km berkisar Rp 10.000-Rp 13.000. Nilai tarif tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan ketentuan pemerintah.
Namun, tidak semua responden menganggap besaran kenaikan tarif masih dalam batas wajar atau murah. Setidaknya seperempat lebih responden beranggapan skema tarif Rp 2.000-Rp 2.500 per km masih tergolong mahal. Hal tersebut terutama dikeluhkan oleh 37 persen responden yang setiap hari menggunakan ojek daring.
Tarif lama berada di kisaran Rp 1.200-Rp 1.600 per km. Kenaikan tarif Rp 800-Rp 900 per km itu dirasakan akan memberatkan konsumen.
Melihat dari sisi ini, kenaikan tarif ojek daring boleh jadi akan menyebabkan konsumen yang rutin menggunakan angkutan ini mengurangi pemanfaatannya, beralih ke angkutan pribadi.
Penelitian lembaga Research Institute for Socioeconomic Development pada Januari 2019 lalu menyebutkan, kenaikan tarif ojek daring berpotensi menurunkan permintaan konsumen sebesar 71,12 persen.
Kualitas layanan
Pada sisi lain, penilaian tentang mahal atau murahnya tarif baru ojek daring berkaitan juga dengan pengalaman pengguna. Dalam regulasi baru, angkutan ojek daring harus memperhatikan lima aspek pelayanan, yaitu keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan keteraturan.
Dengan demikian, idealnya pemberlakuan tarif baru diikuti dengan peningkatan pelayanan kepada pelanggan. Hal ini diyakini juga oleh setidaknya tiga dari lima responden. Namun, 35 persen responden lainnya masih meragukan dampak positif kenaikan tarif terhadap mutu pelayanan. Mereka berpandangan tanpa pengawasan yang memadai oleh pihak terkait, kualitas layanan ojek daring diyakini tidak akan banyak berubah daripada sebelumnya.
Penetapan tarif batas atas dan batas bawah ini bertujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat antarperusahaan aplikasi. Diharapkan tidak ada lagi tarif yang melonjak tinggi saat jam sibuk, saat permintaan menumpuk, ataupun tidak ada banting tarif antarperusahaan aplikasi.
Sementara ketentuan standar pelayanan diharapkan mampu meningkatkan rasa aman dan nyaman masyarakat pengguna. Dua faktor ini pada akhirnya menentukan kalkulasi setiap orang dan keputusan mereka untuk seberapa sering menggunakan angkutan ini.