Berlomba Tetap Waras
Kehidupan menebar ancaman bagi eksistensi individu, terlebih bagi yang memiliki masalah kejiwaan. Potongan kisah kehidupan mereka yang berlomba untuk tetap waras dihadirkan dalam sebuah adegan teatrikal.
Teater Pintu dari Jakarta menyajikan kisah itu dalam lakon Penjaga Rumah di Komunitas Salihara, Jakarta, 9-10 April 2019. Kisah itu diadaptasikan dari naskah karya Harold Pinter dari Inggris berjudul The Caretaker.
Lakon Penjaga Rumah mengisahkan dua perempuan kakak beradik dan satu perempuan gelandangan dengan latar kota metropolitan Jakarta. Peran tiga perempuan ini mengadaptasi dari tiga tokoh laki-laki dalam naskah The Caretaker.
Mereka memainkan karakter kejiwaan masing-masing yang terus berlomba untuk tetap waras di hadapan satu sama lain.
Adegan dibuka dengan pertemuan Karina, diperankan Tilona Saragih, dengan tokoh Lauren Zubaedah alias Jeni Permata, seorang gelandangan, yang diperankan Nosen Karol Handayani.
Karina merasa iba ketika melihat Lauren dianiaya di pinggir jalan. Di tengah hujan deras itu, Karina kemudian mengajak Lauren pulang ke rumahnya. ”Terima kasih sudah diberi tempat berteduh,” ujar Lauren.
Kepada Karina, Lauren berkisah tentang jalan hidupnya. Ia meninggalkan suaminya setelah dua minggu menikah, kemudian menjadi gelandangan, hingga suatu ketika bekerja di salah satu rumah makan.
Di rumah makan itu, Lauren menolak tugas untuk memindahkan tong sampah. Alasannya, selain sudah tua, Lauren merasa tidak pantas mengerjakan tugas yang kotor itu.
Pekerja di rumah makan itu akhirnya marah dan ingin memukuli Lauren. Karina menolong Lauren dan mengajaknya pulang.
Dalam sekejap, Karina begitu percaya kepada Lauren. Tugas sebagai penjaga rumah pun dipasrahkan kepada Lauren, sang gelandangan yang narsistik dan delusional sebagai orang yang pantas dituankan itu.
Monolog
Karakter masalah kejiwaan Lauren mudah terbaca sebagai orang yang menunjukkan gejala skizofrenia dengan ciri delusionalnya. Adegan berikutnya, dalam sebuah monolog, Karina bertutur tentang riwayatnya.
”Aku kalau berpikir lamban sekali,” ujar Karina.
Karina menceritakan kegemarannya berlama-lama di suatu kafe. Hingga kemudian dia menceritakan kesulitannya membaca situasi ketika merasa ada orang lain dianggapnya menyebar fitnah.
”Semua kemudian menjauhi aku,” katanya.
Itu sebuah gambaran ilusional yang dialami Karina. Ia pun terjerembap ke dalam pikiran-pikiran yang tidak nyata hingga mengganggu perilakunya.
Ketika itu, kakaknya yang bernama Judith, diperankan Novinta Dhini Soetopo, membawa Karina ke sebuah rumah sakit jiwa di Grogol, Jakarta. Ia didiagnosis mengalami gangguan kejiwaan.
”Ibuku menjadi sedih. Sejak itu, ibuku tidak mau mengobrol denganku,” kata Karina dalam monolognya.
Selama masa perawatan, Karina dibawa Judith untuk tinggal di suatu rumah terpencil di tengah hutan yang sunyi. Ia dikurung seorang diri dan setiap kali merasa kangen ibunya.
Karina berusaha untuk kabur, tetapi selalu tak bisa menjumpai pintu keluarnya, hingga suatu ketika Judith datang kembali dan menjemputnya pulang.
Karina kemudian tinggal di rumah yang disediakan Judith, terpisah dari Judith dan ibunya. Ia menemukan saluran positif untuk meredam gangguan kejiwaannya.
Karina larut dalam kegiatan membentuk patung. Dikisahkan di sepanjang pementasan itu, Karina selalu tampil membawa patung kayu dan mengampelasnya.
Judith sebagai tokoh perempuan ketiga juga menampilkan karakter masalah kejiwaannya, yaitu kebengisan. Judith sebenarnya pengusaha sukses. Salah satu kebengisan ditunjukkan kepada Lauren yang menumpang di tempat tinggal Karina.
Judith tega memukul Lauren dan memaksanya membayar ongkos tinggal di rumah Karina, yang sebenarnya juga miliknya.
Judith tahu Lauren tak mungkin bisa membayar itu. Hingga di adegan berikutnya, Judith menawarkan Lauren untuk bekerja kepadanya. Bekerja untuk mengubah rumah itu menjadi lebih baik.
Lauren yang narsistik dan selalu merasa dituankan itu menjadi makin liar. Kepada Karina, ia menghina sebagai orang gila dan kemudian dijauhi ibunya.
Lauren melupakan kebaikan Karina karena merasa lebih dipercaya Judith untuk mengurus rumah itu. Judith dianggapnya lebih berkuasa atas rumah itu ketimbang Karina.
Di depan Judith, Lauren menjelek-jelekkan Karina dan menyebutnya gila. Dengan begitu, Lauren berharap Judith makin memercayainya.
Lauren ternyata salah terka. Judith marah ketika Lauren menyebut adiknya gila. Judith akhirnya lebih memilih Karina dan mengusir Lauren pergi meninggalkan mereka.
Stigma
Pemeran Judith, Novinta Dhini, menjadi penyadur naskah The Caretaker karya Harold Pinter sekaligus sutradara pementasan ini. ”Naskah ini menunjukkan isu kesehatan jiwa supaya makin mendapat perhatian. Tetapi, sampai sekarang masih menghadapi stigma sosial yang makin memperparah keadaannya,” ujar Novinta.
Stigma bagi penyandang masalah kejiwaan justru makin menghilangkan kewarasan diri. Baik kewarasan diri bagi yang mengalami maupun kewarasan diri bagi orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Penampilan Teater Pintu menggenapi tiga kelompok teater lain yang tampil di Komunitas Salihara dalam rangka mengikuti program Helateater Salihara 2019. Ketiga kelompok teater lain adalah Forum Aktor Yogyakarta, Teater Gedor dari Bandung, dan Padepokan Seni Madura dari Sumenep, Madura.
Program Helateater Salihara itu digelar mulai 23 Maret 2019 hingga 14 April 2019 dengan mengusung tema ”Teater Adaptasi”. Keempat penampil merupakan hasil seleksi dari undangan terbuka yang diselenggarakan pada tahun 2018.
Setelah penampilan keempat kelompok teater itu, program Helateater ditutup dengan penampilan kelompok Kelas Akting I dan II pada 13 dan 14 April 2019.
Seni teater memberi kontribusi sosial yang penting. Gejala sosial yang direkam dan diperankan tidak sekadar hiburan, tetapi sebuah kesadaran.