Secara garis besar, pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma\'ruf Amin akan menambah kartu jaring pengaman sosial, seperti Kartu Indonesia Pintar untuk kuliah dan Kartu Indonesia Prakerja untuk pelatihan kerja. Di sisi lain, pembangunan ekonomi di tingkat desa seperti dana desa dan akses petani ke konsumen juga menjadi strategi dalam meningkatkan kesejahteraan sosial.
Sementara itu, pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno akan membuka lapangan kerja baru, salah satunya dengan pemberdayaan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), untuk mengurangi tingkat pengangguran. Perlindungan petani dan bidang pangan juga menjadi fokus dalam meningkatkan kesejahteraan sosial.
Berikut rincian janji-janji yang dinyatakan kedua pasangan calon presiden dalam debat dengan subtopik kesejahteraan.
Janji Jokowi-Amin di bidang kesejahteraan:
1. Kartu Indonesia Pintar untuk kuliah dan Kartu Indonesia Prakerja untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
2. Kartu Sembako Murah untuk mendapatkan harga sembako murah yang harganya sudah didiskon
3. Hilirisasi dan industrialisasi produk perkebunan dan perikanan untuk meningkatkan harga di tingkat petani dan nelayan
4. Mengarahkan produk perkebunan dan perikanan yang diekspor dalam bentuk minimal bahan setengah jadi
5. Digitalisasi ekonomi di bidang pertanian yang mempermudah akses petani ke konsumen
6. Pembangunan ekonomi yang memperhatikan pemerataan agar menekan ketimpangan
7. Akses keuangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
8. Dana desa untuk pemerataan ekonomi
Janji Prabowo-Sandi di bidang kesejahteraan:
1. Memastikan harga bahan pokok terjangkau
2. Membuka lapangan kerja melalui UMKM dengan judul program OKEOCE. Program ini meliputi pelatihan, pendampingan, dan permodalan. Targetnya, ada 2 juta lapangan kerja yang tercipta
3. Perlindungan petani dan nelayan
4. Tidak impor pangan saat panen
5. Swasembada pangan dan ekspor pangan
6. Mengandalkan milenial untuk membawa teknologi digital di bidang pertanian
7. Penyediaan subsidi pupuk dan bibit untuk pertanian
8. Kartu E-KTP untuk akses jaring pengaman sosial, termasuk bantuan pangan
9. Pembukaan 15 juta lapangan kerja baru di sektor pangan, energi, manufaktur, dan perumahan
10. Susu dan makan pagi di sekolah-sekolah dasar (SD) yang berada di wilayah kurang mampu
Baik Jokowi-Amin maupun Prabowo-Sandi menyebutkan program jaring pengaman sosial akan memanfaatkan kartu. Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latif Adam berpendapat, sinergi sistem keuangan, pembayaran, perbankan, dan agen penyaluran mesti menjadi perhatian.
Dari sisi ketenagakerjaan, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Candra Fajri Ananda berpendapat, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci peningkatan serapan tenaga kerja, terutama di sektor industri. Bentuknya dapat berupa pengembangan pendidikan kejuruan atau pelatihan-pelatihan keahlian yang bersifat non-gelar.
Mempersempit kesenjangan
Dalam lima tahun ke depan, Fajri berpendapat, pertumbuhan ekonomi nasional mesti mampu mempersempit kesenjangan. "Saat ini, besarnya pertumbuhan ekonomi nasional belum berdampak signifikan pada tingkat kesenjangan yang tercermin dari angka rasio gini," ucapnya saat dihubungi, Sabtu (13/4/2019).
Badan Pusat Statistik mencatat, pada September 2018, rasio gini Indonesia adalah 0,348 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen. Rasio gini ini sudah turun yang mencerminkan tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia menurun.
Menurut Candra, pemerintah perlu hadir secara langsung dalam peningkatan kesejahteraan nasional dengan mempersempit kesenjangan ekonomi melalui anggaran, pendapatan, dan belanja negara (APBN). Bentuknya berupa jaminan sosial di bidang kesehatan, pendidikan, dan pensiun.
Pada September 2018, BPS mendata, tingkat kemiskinan Indonesia senilai 9,66 persen atau sebanyak 25,67 juta penduduk. Adapun yang tergolong miskin ialah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, yakni sebesar Rp 410.670 per kapita.
Candra mengatakan, kelompok miskin terse Mekanismenya berupa subsidi yang digelontorkan langsung dari APBN dan sumbernya berasal dari penerimaan pajak. "Pada prinsipnya, subsidi itu harus tepat sasaran dan memiliki jangka waktu tertentu agar tidak menciptakan ketergantungan terus-menerus," ucapnya.
Menyelamatkan petani
Dalam hal meningkatkan kesejahteraan dari tingkat desa, Latif menyatakan, pengendalian kenaikan indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi tanpa menekan harga di tingkat petani menjadi tantangan dalam lima tahun ke depan. "Saat ini inflasi memang tampak berada di bawah target yang berkisar 3,5 persen. Akan tetapi, pengendalian harga itu jangan sampai mengorbankan petani," ujarnya.
Oleh sebab itu, Latif menyatakan, nilai tukar petani (NTP) perlu menjadi indikator sorotan pemerintah ke depannya. Dalam perhitungan BPS, tingkat inflasi dan NTP menjadi perhitungan tingkat kemiskinan nasional.
Pada Desember 2018, BPS mencatat, NTP umum sebesar 103,16 poin. Angka ini naik tipis dari 103,06 poin pada Desember 2017. NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dan indeks harga yang dibayar petani (Ib).
Selain itu, Latif berpendapat, pemerintahan mendatang perlu menilik pengaruh rantai distribusi dan tata niaga pangan terhadap inflasi. Dia menilai, kenaikan harga di tingkat konsumen berpotensi tidak memberikan nilai tambah pada petani.
Oleh sebab itu, Latif mengatakan, kenaikan NTP di tingkat petani berpengaruh pada proses peningkatan kesejahteraan nasional. Pemerintah perlu merumuskan mekanisme perlindungan harga di tingkat petani sebagai produsen agar stabilisasi harga pangan di tingkat konsumen tetap terjaga tanpa mengorbankan petani.