Ultra Marathon Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 Kilometer tahun 2019 berada di depan mata. Acara ini kembali menjadi medan pembuktian bagi para pelari untuk menjadi yang terdepan. Selain medan, kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi kendala yang harus ditaklukkan peserta.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Ultramarathon Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 Kilometer tahun 2019 berada di depan mata. Acara ini kembali menjadi medan pembuktian bagi para pelari untuk menjadi yang terdepan. Selain medan, kondisi cuaca yang tidak menentu menjadi kendala yang harus ditaklukkan peserta.
Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 Kilometer tahun 2019 berlangsung 1-4 Mei. Hingga kini sudah ada 49 pelari yang lolos seleksi atau penyaringan. Sebelumnya, mereka merupakan pelari yang lolos kualifikasi dan telah mendaftarkan diri.
Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 Kilometer tahun 2019 berlangsung 1-4 Mei. Hingga kini sudah ada 49 pelari yang lolos seleksi atau penyaringan.
Juara Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320 Kilometer 2018, William ”Binjai”, mengatakan, saat mengikuti acara ini, dirinya merasakan medan terberat di rute pertengahan sampai finis atau pada 160-320 kilometer. ”Elevasi rutenya naik-turun. Selain itu juga panas. Sementara kondisi tubuh udah berkeringat, selangkangan kadang lecet-lecet. Ngantuk pula,” ujarnya.
William mengatakan itu pada acara road show Kompas Tambora Challenge Lintas Sumbawa 320K 2019 di Malang, Jawa Timur, Minggu (14/4/2019). Kegiatan ini diikuti sekitar 50 pencinta lari dari empat komunitas lari setempat. Malang menjadi salah satu dari dua kota yang tahun ini menjadi lokasi road show selain Bandung pada 20 April.
Menurut William, dirinya belum bisa mengira apakah kondisi cuaca saat pelaksanaan nanti sama panasnya dengan tahun lalu. Berdasarkan informasi dari panitia perhelatan Kompas Tambora Challenge 2015-2017, kondisi cuaca panas, tetapi pelaksanaan tahun 2018 diperkirakan disertai hujan.
William pun membagikan trik kepada peserta lain untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik dari sisi fisik maupun perlengkapan. ”Sering lari meski sudah sering lari jarak jauh juga. Pelajari pola makan dan perlengkapan semua dibawa sehingga kita tidak pusing lagi. Ngejarfinisher aja, jadi tidak ngebut-ngebutan di awal,” katanya.
Selain berbagi tips dan trik kepada pelari lokal, road show Kompas Tambora Challenge di Malang didahului dengan lari jarak pendek oleh peserta sejauh 5 kilometer menyusuri sejumlah ruas jalan. Selain William ”Binjai”, hadir sebagai narasumber lain adalah pelari Malang yang ikut Kompas Tambora Challenge 2019, Akhmad Nizar.
Tim Event Kompas, Fina Pratiwi, mengatakan, ada beberapa perbedaan penyelenggaraan Kompas Tambora Challenge 2019 dengan tahun-tahun sebelumnya. Beberapa perbedaan itu antara lain cut of time (COT) yang diperpendek menjadi 68 jam untuk kategori individu dan 64 jam untuk relay. Tahun sebelumnya COT mencapai 72 jam, baik untuk individu maupun relay.
”Kenapa diperpendek karena kami lihat rekor-rekor sebelumnya catatan waktunya bisa lebih pendek. William, misalnya, finis 62 jam 26 menit. Catatan waktu tahun pertama oleh Alan Maulana sebelumnya 62 jam 28 menit. Jadi, kami evaluasi dari tahun-tahun sebelumnya mereka bisa selesai di bawah 72 jam,” ujarnya.
Mengenai rute masih sama dengan tahun sebelumnya, dari Poto Tano, Sumbawa Barat, hingga Doro Ncanga di Dompu. Menurut Fina, pemecah rekor untuk kategori individu akan mendapatkan hadiah tambahan selain hadiah yang sudah ditentukan. Untuk menjadi peserta acara ini, pelari harus punya kualifikasi, yakni lolos lari 100 kilometer untuk kategori relay dan 170 kilometer untuk individu.
Akhmad Nizar mengaku senang bisa lolos ke Kompas Tambora Challenge 2019. Nizar ingin menikmati Pulau Sumbawa dengan cara berlari. ”Kendala persiapan lebih pada waktu yang terbatas karena latihan terganggu oleh kerja. Solusinya harus ada kegiatan yang dikorbankan, seperti nongkrong atau bangun lebih pagi agar bisa latihan,” katanya.